27 Agustus 2025
11:33 WIB
Jangan Abai, Ini Lima Komitmen Dasar Dalam Pengasuhan
Tidak ada pola asuh yang sempurna. Namun, ada sejumlah komitmendasar yang sebaiknya ada pada orang tua dalam pengasuhan anak, mulai dari kasih sayang hingga menjadi contoh untuk nilai-nilai penting.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi Anak bermain dengan kedua orang tuanya. Shutterstock/BR Photo Addicted.
JAKARTA - Setiap orang tua pasti pernah merasa ragu dalam mengasuh anak. Terkadang mereka merasa kurang sabar atau aturan yang dibuat tidak berjalan mulus.
Namun pada kenyataannya, tidak ada pola asuh yang benar-benar sempurna. Psikolog klinis Ratih Ibrahim menjelaskan bahwa yang ada hanyalah proses saling melengkapi, beradaptasi, dan menyesuaikan dengan kebutuhan zaman.
"Orang tua tidak perlu sibuk mengejar kesempurnaan. Yang penting adalah hadir dengan komitmen," ujar Ratih di Jakarta beberapa waktu lalu.
Untuk itu, ia merangkum pandangannya dalam lima komitmen yang bisa menjadi pegangan orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Berikut uraiannya!
Kasih Sayang sebagai Dasar
Hal pertama yang menjadi komitmen utama adalah kasih sayang sebagai dasar dari segala bentuk pengasuhan. Anak hadir ke dunia sebagai buah cinta, sehingga sejak awal kasih sayang semestinya menjadi pondasi dalam setiap interaksi orang tua dengan anak.
"Wujud kasih sayang ini tidak hanya terlihat melalui pelukan hangat atau kata-kata manis saja, tetapi juga hadir dalam keseharian sederhana seperti saat memberi makan, menemani belajar, hingga ketika orang tua perlu mendisiplinkan," ungkapnya.
Ratih Ibrahim menegaskan bahwa disiplin pun harus dilakukan dengan penuh kasih sayang. Karena melalui cara itulah anak akan memahami bahwa aturan bukan dibuat untuk menakut-nakuti, melainkan untuk melindungi, mengarahkan, dan membimbing mereka tumbuh dalam rasa aman.
Konsekuen dengan Ucapan
Hal kedua adalah konsekuen dengan ucapan. Anak-anak sangat peka menangkap ketika orang tua tidak menepati janji atau melanggar aturan yang sudah dibuat sendiri.
Karena itu, penting bagi orang tua untuk bersikap konsekuen dalam setiap perkataan maupun tindakan.
"Jika sudah menetapkan aturan atau mengucapkan sesuatu, hal itu harus dijalankan. Apa yang kita sampaikan ke anak, kita juga lakukan," tegasnya.
Dengan bersikap konsekuen, orang akan menjaga kepercayaan anak dan mengajarkan nilai penting tentang kejujuran, tanggung jawab, dan arti konsistensi sejak dini.
Konsisten, bukan Tergantung Mood
Berikutnya adalah konsisten itu bukan tergantung mood. Dalam pengasuhan, konsistensi memegang peranan penting karena anak membutuhkan pola yang jelas untuk memahami batasan.
Pola asuh tidak bisa dijalankan hanya ketika orang tua sedang bersemangat atau berada dalam suasana hati yang baik, lalu diabaikan ketika lelah atau kesal.
"Konsisten itu tidak menunggu mood senang. Dengan aturan yang sama dan diterapkan secara berulang, anak akan merasa lebih aman, tahu apa yang boleh dan tidak boleh, serta belajar menghargai keteraturan dalam kehidupan sehari-hari," tuturnya.
Baca juga: Memahami Sindrom Anak Sulung, Antara Kasih Sayang Dan Beban Ekspektasi
Kompak Antar Orang Tua
Tidak jarang anak merasa bingung ketika ayah dan ibu memberikan aturan atau pesan yang berbeda. Perbedaan sikap ini bisa membuat anak ragu untuk menentukan mana yang harus diikuti, bahkan berpotensi memunculkan celah untuk memilih aturan lebih menguntungkan dirinya.
Agar hal ini tidak terjadi, Ratih Ibrahim menyarankan agar orang tua selalu berdiskusi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan dalam pengasuhan.
"Ada baiknya orang tua punya pillow talk, jadi saat bicara ke anak, keluarnya sama," sebutnya.
Kekompakan orang tua, baik antara ayah dan ibu maupun dengan anggota keluarga lain yang turut terlibat, akan membuat pesan yang diterima anak lebih jelas, konsisten, dan mudah dipahami. Dengan begitu, anak tumbuh dalam lingkungan yang selaras serta penuh rasa aman.
Baca juga: Bayi Baru Lahir Tak Butuh Bantal Anti Peang
Kompromi dengan Bijak
Mengasuh anak bukan berarti orang tua selalu memaksakan aturan tanpa celah. Karena pada kenyataannya ada saat-saat di mana kompromi perlu dilakukan.
"Memberi ruang bagi anak untuk berpendapat akan membuat mereka merasa dihargai, sekaligus melatih kemampuan dalam menyampaikan pikiran dan perasaan," ungkap Ratih.
Namun, kompromi bukan berarti menuruti semua keinginan anak begitu saja, melainkan mengajarkan bahwa cinta sejati juga berarti mau mendengarkan dan mencari titik tengah. Dengan cara ini, anak belajar bahwa hubungan keluarga dibangun atas dasar saling menghormati, mengerti, dan bekerja sama, sehingga mereka tumbuh dengan rasa percaya diri sekaligus memahami arti tanggung jawab.