c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

18 September 2025

08:59 WIB

Human Composting, Teknik Penguburan Yang Cocok Buat Pecinta Lingkungan

Human composting atau pengomposan manusia menawarkan cara ramah lingkungan dalam menangani jenazah, mengubah tubuh manusia secara alami menjadi pupuk kompos yang bermanfaat bagi alam.

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p dir="ltr" id="isPasted"><em>Human Composting,&nbsp;</em>Teknik Penguburan Yang Cocok Buat Pecinta Lingkungan</p>
<p dir="ltr" id="isPasted"><em>Human Composting,&nbsp;</em>Teknik Penguburan Yang Cocok Buat Pecinta Lingkungan</p>

Ilustrasi pohon tumbuh di atas tanah subur dan kompos alami. Shutterstock/MAHABUB AZAD BISHAL.

JAKARTA - Selama ini, ketika manusia meninggal, jenazah biasanya dimakamkan, dikremasi, atau melalui upacara pemakaman sesuai tradisi. Namun, penahkan Anda terpikir bahwa tubuh manusia setelah meninggal bisa kembali ke bumi dalam bentuk tanah subur yang bermanfaat bagi lingkungan?

Konsep ini dikenal sebagai human composting atau pengomposan manusia (natural organic reduction). Metode ini menawarkan cara baru dan ramah lingkungan dalam menangani jenazah, sebagai alternatif dari pemakaman tradisional maupun kremasi.

Intinya, human composting meniru proses alami penguraian tubuh, hanya saja dilakukan dalam lingkungan yang terkontrol sehingga lebih cepat dan higienis. Dalam hitungan minggu, jasad manusia dapat berubah menjadi tanah kaya nutrisi yang siap menghidupi tanaman, hutan, bahkan kawasan konservasi.

Melansir laman Cremation Green, proses pengomposan manusia dimulai dengan menempatkan tubuh dalam wadah khusus bersama bahan organik seperti serbuk kayu, jerami, dan alfalfa. Di dalamnya, mikroba bekerja membongkar jaringan tubuh secara alami.

Suhu, kelembapan, dan oksigen dikontrol agar penguraian berlangsung optimal. Nantinya, sekitar 30 hari kemudian, tubuh akan terurai menjadi tanah.

Tanah ini kemudian dibiarkan matang beberapa minggu lagi agar lebih stabil dan aman digunakan. Hasil akhirnya adalah sekitar satu kubik tanah kaya nutrisi cukup untuk memenuhi sebuah bak truk kecil.

Tanah tersebut bisa dibawa pulang keluarga, ditaburkan di kebun, atau disumbangkan untuk program konservasi alami. Berbeda dengan kremasi yang membutuhkan energi besar atau pemakaman tradisional yang memakai bahan kimia pembalseman, human composting jauh lebih ramah lingkungan.

Proses ini tidak menghasilkan emisi karbon tinggi, tidak mencemari tanah dengan bahan kimia, serta mampu mengembalikan nutrisi ke bumi untuk mendukung kesehatan tanah dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain, tubuh yang telah tiada justru bisa menjadi sumber kehidupan baru bagi bumi.

Baca juga: Sky Burial, Tradisi Pemakaman Dari Adaptasi Lingkungan Tibet

Meski terdengar revolusioner, praktik ini sudah mulai diterima di beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Regulasi pun disiapkan untuk memastikan pengomposan manusia dilakukan secara bermartabat, aman, dan higienis.

Bahkan, perusahaan Recompose di Amerika telah melayani ratusan orang yang memilih metode ini, dengan biaya sekitar 7.000 dolar atau setara Rp115 juta. Meski masih menuai perdebatan etis terkait tradisi dan kepercayaan, semakin banyak orang yang mulai menyadari dampak lingkungan dari metode pemakaman tradisional.

Dukungan terhadap cara baru ini pun terus tumbuh. Human composting dapat disebut sebagai salah satu inovasi terbesar lebih dari satu abad terakhir di bidang pemakaman sebagai solusi ramah lingkungan sekaligus cara untuk tetap memberi kehidupan meski setelah kematian.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar