c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

31 Oktober 2023

12:01 WIB

Sky Burial, Tradisi Pemakaman Dari Adaptasi Lingkungan Tibet

Tradisi pemakaman langit menjadi salah satu tradisi pemakaman paling tidak biasa karena berurusan dengan menyayat mayat dan peran burung bangkai.

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Rendi Widodo

<i>Sky Burial</i>, Tradisi Pemakaman Dari Adaptasi Lingkungan Tibet
<i>Sky Burial</i>, Tradisi Pemakaman Dari Adaptasi Lingkungan Tibet
Sejumlah burung pemakan bangkai saat ritual Sky Burial di Tibet. Shutterstock/Dustin Kerschtien

JAKARTA - Di berbagai belahan dunia terdapat banyak tradisi yang berbeda untuk memberikan penghormatan terakhir kepada seseorang yang telah meninggal. Kebudayaan, agama, dan nilai-nilai masyarakat memang berperan besar dalam menentukan cara-cara ini.
 
Salah satu contoh yang unik adalah sky burial, atau secara harfiah diartikan sebagai pemakaman langit yang terdapat di Tibet, yang merupakan bagian dari kepercayaan Buddha di pegunungan Tibet.
 
 Biasanya, selama proses pemakaman langit di Tibet, diupayakan agar tidak ada orang luar yang melihat. Sebab, tradisi ini dianggap cukup tidak umum karena akan melibatkan proses pemotongan jenazah dan peran penting burung pemakan bangkai.
 
Dilansir dari laman Tibet Travel, praktik pemakaman langit dapat ditemui di dua tujuan terkenal di Tibet. Pertama yakni Biara Drigung Til terletak sekitar 150 km ke timur dari kota Lhasa, berada di atas tebing curam menghadap Lembah Mum Pa yang indah. Lalu, tempat selanjutnya di Akademi Buddhis Larung Gar yang merupakan akademi Buddhis terbesar di dunia dan terletak di Provinsi Sichuan.
 
 Tempat di mana prosesi penghormatan terakhir ini berlangsung terletak di puncak gunung. Tempat ini dikelilingi oleh lautan bendera doa Tibet dan lempengan batu.
 
 Sebelum burung Nasar memakan mayat, jasad tersebut ditempatkan di dalam sebuah kantung yang diletakkan di atas lempengan batu. Lalu, para biksu (rogyapa) mengenakan mantel tebal merah dan tudung hitam dengan memegang pisau jagal dan memotong untuk membuka lapisan daging dari tubuh jenazah.
 
 Kemudian, bagian tubuh manusia yang telah terbuka ini diserahkan kepada burung pemakan bangkai untuk dikonsumsi. Dipercayai bahwa jika burung-burung ini datang dan memakan tubuh, itu menunjukkan pembebasan jiwa dari dosa dan perjalanan yang damai ke Surga.
 
 Namun, ritual ini dianggap sebagai pertanda buruk jika burung Nasar tidak memakan tubuh manusia sepenuhnya atau meninggalkan sisa. Hal ini dapat dianggap jiwa yang meninggal belum bersih atau masih terikat dengan dunia. 

Selama proses pemakaman langit, para rogyapa membaca tulisan-tulisan suci dan doa. Tujuannya adalah untuk menebus dosa-dosa yang mungkin terkait dengan sisa-sisa yang ditinggalkan.

Kemudian, setelah ritual ini selesai dan masih ada sisa, rogyapa dan yang lainnya mengumpulkan dan membakarnya. Cara ini dilakukan untuk melepaskan jiwa orang yang sudah meninggal sepenuhnya dari dunia.
 
 Apapun keterkaitannya dengan tradisi, jenis pemakaman ini nyatanya merupakan bentuk adaptasi lingkungan yang dilakukan umat Buddha di sana.
 
 Terbatasnya lahan tanah untuk penguburan karena wilayah Tibet didominasi oleh pegunungan berbatu, hingga sulitnya akses pada kayu dan bahan bakar karena lokasinya yang cukup terisolasi menjadi pendorong terbentuknya tradisi pemakaman ini.
 
 Hingga kini, praktik pemakaman langit ini pun sudah tersebar ke umat-umat Buddha di sekitar wilayah tersebut sekalipun akses tanah untuk mengubur ataupun kayu bakar sudah lebih mudah ditemukan.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar