17 September 2025
11:10 WIB
GripMate, Alat Bantu Portable Untuk Pasien Pasca Stroke
GripMate dikembangkan tiga mahasiswa Program Studi Teknik Elektro, ITB sebagai alat bantu genggam portabel untuk pasien pascastrok hemiparesis yang mengalami kelemahan otot lengan.
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Andesta Herli Wijaya
Salah satu anggota tim GripMate, Petrus Nicolas Manurung dengan alat yang dikembangkannya. Dok: ITB.
JAKARTA - Hemiparesis merupakan kondisi yang kerap dialami seseorang pasca mengalami stroke. Mereka yang sudah bisa pulih dari kelumpuhan total (hemiplegia) akibat stroke atau strok, akan mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, seperti lengan, kaki, atau wajah.
Kelemahan tersebut disebabkan oleh gangguan pada otak akibat stroke yang belum sepenuhnya pulih, sehingga mempengaruhi sinyal saraf ke otot. Karena itu, orang dengan Hemiparesis pasti belum bisa beraktivitas maksimal, dan membutuhkan banyak bantuan untuk menjalani kehidupannya sehari-hari lagi.
Berangkat dari kondisi tersebut, tiga mahasiswa Program Studi Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB), yaitu Petrus Nicolas Manurung, Rafa Mayla Aini, dan Dimas Ridhwana Shalsareza, mengembangkan sebuah alat yang dinamakan GripMate.
GripMate merupakan alat bantu genggam portabel yang dirancang untuk pasien pascastrok hemiparesis yang mengalami kelemahan otot lengan. Ide awal dibuatnya alat ini hadir dari pengalaman pribadi Petrus, yang terinspirasi oleh guru sekolah dasarnya yang sempat mengalami Hemiparesis.
"Mungkin bisa mengangkat dan menggerakkan lengan, tapi menggenggam sulit. Guru saya dulu kesulitan memegang pulpen atau kapur untuk mengajar. Dari situ saya terpikir membuat alat bantu yang bisa memudahkan aktivitas sehari-hari," terang Petrus.
Awalnya GripMate dirancang untuk rehabilitasi pasien pascastrok atau penggunaan industri. Namun mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk menjadikannya alat portabel ini agar bisa digunakan sehari-hari. Dengan bobot hanya 500 gram, meski akhirnya hanya bisa digunakan maksimal dalam 90 menit, dari target awal bisa mencapai 6 jam.
"Kami ingin alat ini ringan, bisa dipakai di rumah, dan tidak memerlukan pendampingan dokter atau terapis," kata Petrus.
Meski demikian, secara fungsi GripMate ini sudah sangat mumpuni untuk membantu penderita hemiparesis dalam menjalani aktivitas kesehariannya. Sudah mampu membantu pengguna menggenggam benda sehari-hari seperti botol minum dengan berat hingga 1 kilogram.
Dalam sistem kerjanya, GripMate terdiri dari lima subsistem. Mulai dari hand-mechanism, Sensor Force Myography (FMG), sistem manajemen daya, control unit, dan motor.
Baca juga: Melihat Pola Makan Orangutan Hadapi Perubahan Lingkungan
Sensor FMG dipasang pada lengan pengguna untuk membaca kontraksi otot. Ketika otot berkontraksi, sinyal akan dikirimkan ke control unit, diteruskan ke motor, lalu menarik golden cable yang menggerakkan mekanisme tangan sehingga membentuk gerakan menggenggam.
Satu yang harus diperhatikan, sebelum digunakan, sensor FMG perlu dikalibrasi agar dapat membaca kontraksi minimum dan maksimum otot pengguna. Data ini membantu menyesuaikan kekuatan genggaman yang dihasilkan.
Produk sejenis GripMate bukan barang baru di dunia kesehatan, khususnya terapi pascastrok. Hanya saja harganya masih relatif mahal.
Sementara GripMate ini sendiri masih dalam tahap pengembangan lebih lanjut, Petrus berharap, saat kelak produknya sempurna, bisa diproduksi secara masal dan dijual dengan harga jauh lebih terjangkau.
"Harapan kami, setelah produk ini selesai dan disempurnakan, GripMate bisa diproduksi massal dengan harga terjangkau sehingga lebih banyak pasien di Indonesia yang terbantu," ujarnya.