c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

15 Juli 2025

16:54 WIB

Fenomena Mbediding Berisiko Bagi Manusia Dan Lingkungan

Bagi kesehatan manusia, suhu dingin yang terjadi akan dapat memicu penyakit pernapasan seperti flu dan asma.

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p id="isPasted">Fenomena Mbediding Berisiko Bagi Manusia Dan Lingkungan</p>
<p id="isPasted">Fenomena Mbediding Berisiko Bagi Manusia Dan Lingkungan</p>

Seorang warga duduk di tepi Situ Cikaret dengan latar belakang awan mendung di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/11/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya.

JAKARTA - Belakangan ini suhu dingin menusuk pada malam hingga pagi hari terjadi di sebagian wilayah Indonesia. Di daerah Jawa, fenomena ini dikenal luas dengan istilah mbediding atau bediding, sebuah fenomena perubahan suhu secara signifikan, khususnya terjadi di awal musim kemarau.

Dijelaskan pakar Teknik Lingkungan Universitas Airlangga (UNAIR), Wahid Dianbudiyanto ST. MS. fenomena mbediding ini bisa terjadi akibat hilangnya penutup awan selama musim kemarau. Karena tidak ada awan yang menghalangi serta menahan radiasi balik ke atmosfer, maka permukaan bumi bisa kehilangan panas lebih cepat.

Selain itu, suhu udara bisa menurun signifikan juga terjadi saat ini lantaran ada hembusan angin muson timur dari Australia yang tengah mengalami musim dingin. Hembusan tersebut membawa massa udara dingin dan kering masuk ke Indonesia bagian selatan akibat adanya perbedaan tekanan antara benua Asia dan Australia.

"Inilah mengapa suhu malam hari bisa turun hingga 17 derajat Celcius, bahkan lebih rendah di dataran tinggi," kata Wahid dalam keterangannya, dikutip Selasa (15/7).

Lebih lanjut Wahid menjelaskan bahwa penurunan suhu pada fenomena mbediding ini bukan hanya sekadar bisa menghadirkan rasa dingin yang tidak nyaman di malam hari. Lebih dari itu juga bisa berdampak pada kesehatan dan lingkungan.

Bagi kesehatan manusia, suhu dingin yang terjadi akan dapat memicu penyakit pernapasan seperti flu dan asma. Karena itu ia menegaskan bahwa masyarakat perlu mewaspadai efek jangka pendek yang sayangnya sering terabaikan.

"Bukan hanya tubuh yang menggigil, tapi juga ketahanan tubuh yang menurun," kata Wahid.

Sementara bagi lingkungan, salah satunya bisa mempengaruhi sektor peternakan dan pertanian. Suhu dingin yang terjadi ini akan bisa mengganggu produktivitas, bahkan menyebabkan kematian ternak.

Meski memang belum ada laporan signifikan, Wahid menyebut risiko akan bisa terjadi meningkat jika fenomena berlangsung lebih lama dari biasanya.

Baca juga: Memahami Aktivitas Magnet Bumi Yang Pengaruhi Iklim Hingga Kegempaan

Menurut Wahid fenomena ini akan berlangsung hingga September, mengikuti pola puncak musim kemarau. Selain itu, meski tampak alami, ia mengingatkan bahwa perubahan iklim global bisa memperparah siklus bediding di masa depan.

Menurutnya fenomena mbediding bukan bencana, namun bila terus kita abaikan bisa berubah jadi peringatan dari alam tentang pentingnya kesiapsiagaan lingkungan. Walau tak ada rekomendasi kebijakan khusus, Wahid menilai perlu adanya peningkatan edukasi publik mengenai risiko yang mungkin dihadirkan oleh fenomena mbedding ini.

"Minimal, masyarakat perlu rutin memantau prakiraan cuaca, memakai pakaian hangat saat malam, dan menjaga daya tahan tubuh lewat pola makan sehat dan vitamin," imbaunya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar