05 Juli 2025
14:18 WIB
Fenomena Antariksa Dapat Memengaruhi Akurasi GPS
Aktivitas matahari, geomagnet, dan ionosfer merupakan tiga parameter utama dalam memprediksi cuaca antariksa. Perubahan parameter tersebut bisa memengaruhi teknologi di Bumi, termasuk akurasi GPS.
Editor: Satrio Wicaksono
Pemandangan Bumi, bintang, dan galaksi sebagai ilustrasi Antariksa. Elemen gambar ini dilengkapi ole h NASA. Shutterstock/Triff
JAKARTA - Fenomena yang terjadi di luar angkasa dapat memengaruhi Bumi, termasuk didalamnya sistem teknologi komunikasi. Saat ini sains antariksa tengah menjadi sorotan. Riset ini mencakup berbagai hal, termasuk pengembangan teknologi pengukuran cuaca antariksa.
"Di luar angkasa, badai yang terjadi adalah badai energi bermuatan dari matahari yang dampaknya bisa terasa hingga ke teknologi yang kita gunakan sehari-hari," kata Peneliti Ahli Muda Bidang Ionosfer, Pusat Riset Antariksa BRIN, Rizal Suryana, dilansir dari laman brin.go.id.
Dirinya menjelaskan, aktivitas matahari, geomagnet, dan ionosfer merupakan tiga parameter utama dalam memprediksi cuaca antariksa. Perubahan pada parameter tersebut berpotensi memberikan pengaruh terhadap aktivitas kehidupan manusia, salah satunya sistem komunikasi, operasional satelit dan navigasi berbasis global positioning system (GPS).
"Ketika terjadi badai matahari, geomagnet, dan ionosfer dalam intensitas kecil, sedang, atau besar, salah satu dampaknya dapat menurunkan akurasi posisi GPS. Ini akan berdampak pada aktivitas sehari-hari, seperti pemesanan ojek online, pengiriman makanan secara online, dan navigasi," terangnya.
Baca juga: Mengenal Sejarah Hari Asteroid Sedunia
Dampak cuaca antariksa juga sangat signifikan terhadap operasi satelit. Oleh karena itu, BRIN melakukan pengamatan melalui dua pendekatan utama, berbasis satelit (space-based) dan berbasis bumi (ground-based).
Lebih jauh dirinya memaparkan, BRIN saat ini tengah mengembangkan berbagai program strategis di bidang sains antariksa. Mulai dari pengembangan satelit, eksplorasi luar angkasa, hingga pemanfaatan data observasi Bumi untuk mendukung pembangunan nasional.
BRIN tengah mengembangkan teleskop di Observatorium Nasional Timau, Nusa Tenggara Timur yang mampu mengamati benda-benda langit dan satelit yang melintas di antariksa.
Upaya pengembangan peralatan riset juga terus dilakukan. Salah satunya Callisto berbasis software defined radio (SDR), yaitu alat pengamat cuaca antariksa untuk menerima frekuensi yang bersumber dari semburan matahari, memungkinkan pemantauan intensif sepanjang hari. Alat ini dapat mengetahui intensitas semburan, baik kecil, sedang, maupun besar.
“Teknologi ini lebih murah dan penggunaanya bisa dikuasai secara penuh,” sebut Rizal.