30 Juni 2025
13:22 WIB
Mengenal Sejarah Hari Asteroid Sedunia
Penetapan tanggal 30 Juni sebagai Hari Asteroid tidak lepas dari tragedi besar yang terjadi tahun 1908, saat sebuah asteroid meledak di udara wilayah Sungai Podkamennaya Tunguska, Siberia, Rusia.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Diduga Meteor Jatuh di Sulteng, LAPAN: Asteroid Masuk Atmosfer. Sumberfoto: Lapan.go.id/dok.
JAKARTA - Setiap tanggal 30 Juni, dunia memperingati Hari Asteroid Sedunia atau International Asteroid Day. Meski belum terlalu dikenal di Indonesia, hari ini memiliki makna penting dalam upaya meningkatkan kesadaran publik tentang asteroid, perannya dalam pembentukan tata surya, serta potensi ancamannya terhadap kehidupan di Bumi.
Melansir laman United Nations, penetapan tanggal 30 Juni sebagai Hari Asteroid tidak lepas dari tragedi besar yang terjadi pada hari yang sama di tahun 1908. Saat itu, sekitar pukul 07:14 pagi, sebuah benda luar angkasa yang diduga asteroid atau komet meledak di udara di atas wilayah Sungai Podkamennaya Tunguska, Siberia, Rusia.
Ledakan ini terjadi pada ketinggian sekitar 5 hingga 10 kilometer dari permukaan tanah. Benda tersebut diperkirakan memiliki diameter antara 50 hingga 60 meter, meski sejumlah studi terbaru menyebutkan ukurannya bisa mencapai 200 meter.
Dengan kecepatan sekitar Mach 80 atau setara 27 kilometer per detik, ledakan yang dihasilkannya memiliki daya setara 3 hingga 15 megaton TNT. Ledakan tersebut termasuk cukup kuat untuk meratakan hutan seluas lebih dari 2.150 kilometer persegi, area yang bahkan lebih besar dari kota London.
Meski tidak menelan korban jiwa karena terjadi di daerah terpencil, peristiwa Tunguska tercatat sebagai peristiwa tumbukan benda langit terbesar dalam sejarah modern. Tragedi ini menjadi pengingat nyata bahwa tabrakan asteroid dengan Bumi bukan sekadar skenario film, melainkan ancaman nyata yang perlu diantisipasi.
Lahirnya Hari Asteroid Sedunia
Gagasan untuk memperingati Hari Asteroid pertama kali dicetuskan pada tahun 2014 oleh empat tokoh dunia, mereka antara lain Brian May seorang astrofisikawan sekaligus gitaris band Queen, Rusty Schweickart dia adalah astronaut misi Apollo 9, Grig Richters merupakan sutradara, dan Danica Remy yakni Presiden Yayasan B612, lembaga nirlaba yang fokus pada keamanan planet dari asteroid.
Mereka menggagas sebuah petisi bernama Deklarasi 100X yang menyerukan peningkatan upaya deteksi asteroid dekat Bumi (Near-Earth Objects/NEO) hingga seratus kali lipat dibanding sebelumnya. Tujuannya adalah mencegah terulangnya tragedi seperti Tunguska dengan meningkatkan deteksi dini dan pengawasan terhadap objek-objek luar angkasa yang berpotensi menabrak Bumi.
Baca juga: Pentingnya Edukasi Publik Atas Fenomena Langit
Deklarasi ini mendapat dukungan yang luas. Hingga kini, telah ditandatangani oleh ratusan tokoh dari berbagai bidang mulai dari ilmuwan, insinyur, pemimpin industri, hingga lebih dari 125 astronaut dari seluruh dunia.
Tiga tahun setelah inisiatif tersebut digagas, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa secara resmi menetapkan 30 Juni sebagai International Asteroid Day melalui Resolusi A/RES/71/90 pada tahun 2016. Penetapan ini merupakan hasil dorongan dari Asosiasi Penjelajah Luar Angkasa (Association of Space Explorers/ASE) organisasi yang beranggotakan astronaut dari berbagai negara.
Setiap tahunnya, Hari Asteroid Sedunia diperingati secara global, terutama di sekitar tanggal 30 Juni. Rangkaian kegiatannya mencakup acara edukatif seperti seminar daring, kuliah umum, pertunjukan planetarium, hingga siaran langsung dari para astronom di lembaga seperti NASA, ESA (Badan Antariksa Eropa), dan institusi riset lainnya.
Sebagian besar acara diselenggarakan secara independen oleh museum, universitas, badan antariksa, komunitas astronomi, hingga para pendidik, dan hampir seluruhnya terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya. Salah satu pusat kegiatan Hari Asteroid paling aktif berada di Luxembourg.