c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

25 September 2025

09:47 WIB

Fake Streaming Merugikan Musisi, Giring Tekankan Urgensi Regulasi

Fake streaming atau streaming palsu belakangan menjadi bentuk baru kejahatan digital di layanan musik digital. Penipu memanipulasi pemutaran suatu lagu dengan bot untuk membajak keuntungan royalti.

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p><em>Fake Streaming</em> Merugikan Musisi, Giring Tekankan Urgensi Regulasi</p>
<p><em>Fake Streaming</em> Merugikan Musisi, Giring Tekankan Urgensi Regulasi</p>

Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha dalam konferensi pers Konferensi Musik Indonesia 2025 yang digelar di Jakarta, Rabu (24/9/2025). ANTARA/Adimas Raditya.

JAKARTA - Wakil Menteri Kebudayaan (Wamenbud) Giring Ganesha mengingatkan insan musik akan ancaman kejahatan di layanan musik digital. Ia menyerukan ajakan kepada seluruh pelaku industri musik untuk menghadapi ancamansemisal  praktik artificial streaming atau streaming dan piracy streaming atau pembajakan digital.

Menurut dia, fenomena ini berpotensi merugikan musisi karena bisa mendistorsi data pendengar dan mengurangi nilai ekonomi karya yang sebenarnya.

"Negara harus hadir di sini. Artificial streaming adalah tantangan masa depan yang harus diregulasi, karena menyangkut karya semua musisi Indonesia,” kata Wamenbud Giring dalam konferensi pers Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 di Jakarta, Rabu (24/9), dilansir dari Antara.

Di balik peluang besar digitalisasi, Giring menekankan pentingnya keterlibatan platform digital dalam memperkuat ekosistem musik Indonesia pada era modern. Platform digital adalah ruang yang mendorong pertumbuhan industri musik secara signifikan. Namun, ada bahaya di waktu bersamaan sehingga perlu mendapat perhatian serius.

Giring mengatakan, kehadiran negara dalam menghadapi disrupsi digital sangat penting, terutama untuk melindungi hak ekonomi musisi. Indonesia dalam hal ini memiliki Undang Undang Hak Cipta yang meregulasi ihwal hak kekayaan intelektual, termasuk musik. Namun regulasi ini juga belum sepenuhnya mampu melindungi hak-hak pelaku kreatif di Tanah Air.

Giring menyebut, revisi Undang Undang Hak Cipta yang kini tengah digodok di legislatif, akan mencakup penguatan perlindungan hak pelaku musik dari berbagai kemungkinan praktik penyalahgunaan di ruang digital.

"Kita sadar layanan streaming digital adalah bagian penting dari distribusi karya musisi Indonesia. Justru di momen ini kita ingin belajar," ujarnya.

Tentang KMI, Giring menyebut Konferensi Musik Indonesia 2025 yang diselenggarakan Oktober mendatang akan menghadirkan sejumlah penyedia layanan streaming global seperti Spotify dan YouTube Music untuk berbagi pengetahuan, sekaligus menggelar masterclass khusus bagi musisi Tanah Air. Konferensi ini diharapkan melahirkan solusi konkret melalui kolaborasi antara pemerintah, platform digital, dan pelaku musik.

Baca juga: Menanti Formula Adil Royalti Musik

Lebih lanjut forum tersebut akan menjadi ajang saling belajar antar pelaku musik, baik dari pengalaman sukses di daerah hingga praktik distribusi modern yang didampingi langsung oleh perwakilan Spotify dan YouTube Music.

Dengan melibatkan pemangku kepentingan global dan lokal, pemerintah berharap industri musik Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi pemain penting pada era digital global.

"Momentum ini bukan sekadar silaturahmi, tetapi forum strategis untuk menyiapkan ekosistem musik menghadapi tantangan baru,” kata mantan vokalis band Nidji tersebut.

Menurut laman Spotify, streaming palsu adalah streaming yang tidak mencerminkan niat mendengarkan pengguna yang sesungguhnya, termasuk setiap upaya untuk memanipulasi layanan streaming memakai proses otomatis (seperti bot atau skrip). Apabila tidak terdeteksi, streaming palsu bisa mengurangi kumpulan royalti sehingga pendapatan yang seharusnya diterima artis akan jatuh ke tangan pelaku kejahatan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar