c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

17 November 2025

12:14 WIB

Era Digital, Musik Tradisi Perlu Keluar Dari "Museum Fisik"

Upaya pelestarian perlu mengadopsi cara-cara teknologi baru, agar musik tradisi itu bisa tetap diakses, dikreasikan serta diapresiasi secara global.

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p>Era Digital, Musik Tradisi Perlu Keluar Dari &quot;Museum Fisik&quot;</p>
<p>Era Digital, Musik Tradisi Perlu Keluar Dari &quot;Museum Fisik&quot;</p>

Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam sambutannya di Festival Musik Tradisi Indonesia (FMTI) di Jepara dengan tajuk Ethno Groove Devanilaya 2025. ANTARA/HO-Kementerian Kebudayaan

JAKARTA - Musik hari ini tak lagi berwujud fisik, namun hadir dan dinikmati secara luas lewat platform digital. Era digital membuat cara memproduksi dan mendistribusikan musik berubah drastis, menuntut adaptasi dari segenap pelaku industri, tak terkecuali para pelaku musik tradisi.

Hal itu disoroti oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyebut musik tradisi sudah harus keluar dari "museum fisik" dan bertransformasi menjadi aset digital. Upaya pelestarian perlu mengadopsi cara-cara teknologi baru, agar musik tradisi itu bisa tetap diakses, dikreasikan serta diapresiasi secara global.

"Teknologi musik digital, mulai dari perangkat lunak rekaman, sampler, hingga platform streaming, bukanlah ancaman, melainkan mikrofon raksasa yang siap memperdengarkan suara-suara leluhur kita ke seluruh penjuru dunia," ungkap Fadli sebagaimana diberitakan Antara, dikutip Senin (17/11).

Maka itu, Fadli mendorong para musisi, terutama generasi muda untuk berani mengolah musik tradisi melalui inovasi teknologi digital modern.

"Biarkan tradisi menjadi jiwa, dan teknologi menjadi suaranya. Biarkan suara-suara leluhur menenangkan jiwa, memupuk semangat, dan menginspirasi kreasi global," ujar dia.

Hal itu disampaikan Fadli saat membuka Festival Musik Tradisi Indonesia (FMTI) di Jepara dengan tajuk Ethno Groove Devanilaya 2025. Dia menegaskan bahwa tradisi adalah jembatan penting antara masa lalu dan masa depan.

Tahun ini, FMTI di Jepara menampilkan kolaborasi komunitas musik etnik dari tujuh daerah di Jawa Tengah, menjadikan perayaan budaya yang semakin kaya dan beragam. Selain itu, festival ini juga menghadirkan penampilan istimewa dari Fanny Soegi, yang tampil bersama Kill The DJ dan Gon Gun N Friends.

Festival ini mengangkat tema "Swara-Swara Leluhur dalam Genggaman Gen-Z" menyatukan warisan musikal Nusantara dengan kreativitas generasi muda. Fadli menyoroti bahwa tema ini bukan sekadar slogan, melainkan panggilan dan jembatan yang menghubungkan gemuruh masa lalu dengan hiruk-pikuk masa depan.

"Ini adalah cermin yang menunjukkan bahwa tradisi kita tidaklah usang, melainkan sumber daya tak terbatas yang siap diolah oleh kreativitas generasi muda," ujarnya.

FMTI: Ethno Groove Devanilaya dinilai menjadi ruang eksperimen di mana warisan leluhur bertemu dengan kreativitas digital abad ke-21.

Baca juga: Urgensi Pengelolaan Hak Cipta Musik Tradisi

Fadli memberi contoh kekayaan musik tradisi dari Jawa yang seharusnya bisa menjadi aset digital yang kaya dan mampu menarik minat luas. Kekayaan musik tradisi Jawa, katanya, tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai filsafat dan cerminan alam semesta.

Dari Jepara, seni seperti Kentrung, seni tutur berbalut musik yang muncul sejak abad ke-15, dan Emprak, yang menggabungkan instrumen tradisional dengan inovasi modern, menjadi contoh bagaimana musik tradisi mampu beradaptasi dengan zaman.

Dia pun mengajak generasi muda untuk mengolah tembang Macapat, ritme Kentrung, dan laras gamelan menjadi kreasi digital yang dapat diakses dan dibagikan secara global. Mengenai pentingnya seni sebagai penjaga nilai luhur, Fadli mencontohkan Serat Centhini.

"Serat ini mengajarkan kita bahwa seni, termasuk musik, adalah cara untuk mengabadikan pengetahuan dan nilai luhur," ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar