15 September 2025
17:39 WIB
Chat Romantis Dengan AI Bisa Jadi Tanda Kesehatan Mental Yang Buruk
Studi terbaru menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan platform AI untuk hal-hal romantis dan seksual memiliki kadar depresi yang tinggi dan kepuasan hidup yang rendah.
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Andesta Herli Wijaya
Seseorang sedang mengoperasikan Chatbot AI atau layanan komunikasi dengan kecerdasan buatan. Shutter stock/Ascannio.
JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, platform artificial intelligence (AI) telah digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia. Mulai dari untuk membantu mengedit foto, sampai menjadi teman curhat, AI dimanfaatkan untuk produktivitas, hiburan, dan dukungan emosional oleh manusia.
Salah satu platform AI yang cukup banyak dipakai adalah chatbot yang dapat menstimulasi percakapan intim dan hal-hal romantis layaknya pasangan. Namun sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Social and Personal Relationships di 2025 menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan platform AI untuk hal-hal romantis dan seksual memiliki kadar depresi yang tinggi dan kepuasan hidup yang rendah.
"Saya penasaran bagaimana orang dewasa muda dan orang dewasa modern mulai mengintegrasikan teknologi AI generatif ke dalam kehidupan relasional mereka dan ingin melihat lebih awal seberapa umum praktik tersebut," kata peneliti dari Brigham Young University Brian Willoughby dilansir dari PsyPost.
Mengunakan data dari 2,969 partisipan dari Amerika Serikat, mereka ditanyai seputar penggunaan AI untuk hal-hal romantis dan seksual, dan bagaimana interaksi AI berkaitan dengan relasi mereka di dunia nyata. Para peneliti juga menggunakan skala yang telah tervalidasi untuk mengukur gejala depresi, kepuasan hidup, kepuasan relasi, dan perilaku terhadap AI.
Hasilnya, lebih dari setengah partisipan menggunakan AI untuk hal-hal romantis dan seksual. 19% partisipan berinteraksi dengan chatbot AI untuk bersimulasi sebagai pasangan romantis, dan 1 dari 4 orang dewasa muda melakukan hal tersebut.
Di antara itu semua, 1 dari 5 partisipan setuju kalau mereka lebih memilih untuk berkomunikasi dengan AI ketimbang orang sungguhan. Lebih dari 40% juga menyatakan bahwa AI lebih mudah diajak bicara dan pendengar yang baik dibandingkan pasangan manusia.
Meskipun partisipan mengaku menggunakan platform AI ini tanpa interaksi seksual, tetapi 1 dari 3 pengguna mengaku chat dengan chatbot AI cukup merangsang mereka secara seksual. Kasarannya, 16% partisipan dilaporkan menjalani percakapan seksual dengan AI setidaknya seminggu sekali.
Baca juga: Awas Terlalu Intim, Obrolan Dengan ChatGPT Tak Selamanya Rahasia
Penelitian tersebut ikut menemukan mereka yang mengunakan AI untuk hal-hal seksual dan romantis merupakan partisipan yang lajang. Para peneliti pun berasumsi bahwa mereka melakuan ini karena didorong oleh rasa kesepian dan tidak adanya teman pendamping di dunia nyata. Maka itu, mereka membutuhkan validasi tambahan atau suatu relasi di luar dari realita.
"Kesimpulannya adalah penggunaan AI untuk tujuan relasional dan seksual sudah sangat umum. Kami telah menemukan hubungan antara penggunaan AI dengan depresi dan kesepian. Meskipun arah hubungan ini belum jelas, kami tidak menemukan bukti bahwa penggunaan AI membantu orang merasa tidak terlalu sendirian atau terisolasi," lanjut Willoughby.
Meski begitu, penelitian ini masih memiliki sejumlah keterbatasan. Semisal, dari data yang dikumpulkan bersifat online dan self-report sehingga ada kemungkinan kesalahan jawaban dari partisipan. Selain itu juga masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengetahui bagaimana penggunaan AI dapat berdampak pada kesehatan mental.