20 Agustus 2025
08:00 WIB
Cerita Kemerdekaan Indonesia Dalam Sketsa Henk Ngantung
Henk Ngantung hadir dalam berbagai pertemuan penting para tokoh nasional hingga momen-momen perundingan untuk kemerdekaan Indonesia. Tugasnya hanya satu, yaitu menggambar peristiwa.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Pameran "Henk Ngantung: Seni dan Diplomasi" di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (16/8). Dok: Validnews/ Andesta.
JAKARTA - Warga Jakarta tentu tak asing dengan Monumen Selamat Datang yang menjulang setinggi 10 meter di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Tapi tahukah kamu siapa sosok perancang awal patung yang kini menjadi ikon Ibu Kota tersebut?
Bukan Sukarno yang terkenal dengan proyek seninya, bukan pula Edhi Sunarso yang dicatat sebagai pematung monumen tersebut. Tapi adalah Henk Ngantung, Wakil Gubernur DKI Jakarta di tahun 1962 yang membuat rancangan awal patung tersebut. Di kemudian hari, sosok ini dikenal pula sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Siapakah Henk Ngantung?
Hendrik Hermanus Joel Ngantung adalah seniman berdarah Manado yang merantau ke Bandung dan lalu ke Batavia di akhir 1930-an. Dia pendiri Gelanggang Seniman Merdeka yang melibatkan penyair Chairil Anwar, serta seniman Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang terkenal.
Dengan pergaulan dan pengaruhnya yang kuat di arena kebudayaan Jakarta pasca kemerdekaan, Henk Ngantung pun ditunjuk oleh Sukarno menjadi wakil Gubernur Soemarno Sostroatmodjo di tahun 1960 hingga 1964. Setelah itu, dia pun menjadi Gubernur hingga tahunn 1965.
Terlepas dari pergulatan karier dan kehidupannya di kemudian hari karena cap "seniman kiri", Henk Ngantung adalah salah satu seniman terkemuka di Indonesia. Ia dekat dengan Sukarno, juga dengan tokoh-tokoh penting lainnya di sekitar revolusi kemerdekaan.
Henk Ngantung adalah seniman sekaligus saksi proklamasi dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Posisinya dalam sejarah cukup unik, yaitu mengamati dan mengabadikan momen-momen penting kemerdekaan Indonesia lewat sketsa dan lukisan.
Nah, jika ingin tahu lebih banyak soal Henk Ngantung, ada sumber informasi menarik yang bisa disimak tentang sosoknya, yakni lewat pameran yang saat ini berlangsung di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat, bertajuk “Henk Ngantung: Seni dan Diplomasi”.
Pameran yang berlangsung sejak 16 Agustus hingga 31 Oktober 2025 ini menyajikan narasi menarik tentang sosok tersebut, sekaligus kehadirannya di sekitar peristiwa Proklamasi Kemerdekaan hingga perjuangan kemerdekaan. Berikut ulasannya!
Baca juga: Goresan Tangan Bersejarah Henk Ngantung
Pameran "Henk Ngantung: Seni dan Diplomasi"
Pameran ini menampilkan narasi kemerdekaan dalam tiga babak, yaitu masa perjuangan kemerdekaan, proklamasi, serta perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dalam tiga masa itu, ada Henk Ngantung yang mengamati dan menuangkan kisahnya ke dalam sketsa atau lukisan.
Ada pajangan lukisan berjudul "Memanah", yang merupakan reproduksi dari lukisan asli koleksi Istana Kepresidenan. Lukisan ini menjadi salah satu suguhan utama pameran, memperlihatkan seorang pemuda bertelanjang dada sedang membidik anak panah. Di belakangnya, sosok pemuda lainnya yang tampak penuh energi, berhadapan dengan beberapa sosok lagi pemuda lain yang tampak samar.
Lukisan ini, menurut Kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jaka Perbawa, adalah salah satu arsip seni terpenting terkait peristiwa Proklamasi. Sejarahnya, lukisan ini dibuat oleh Henk Ngantung di masa sebelum kemerdekaan, sekitar 1943, yang kemudian dibeli oleh Sukarno.
Ketika Proklamasi dibacakan dari halaman rumah kediaman Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56–yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi,– lukisan "Memanah" berada persis di belakangnya, terpajang di teras rumah tersebut.
"Jadi bisa dikatakan, lukisan ‘Memanah’ ini menjadi simbol dari keberanian bangsa Indonesia, keberanian untuk menyatakan Indonesia merdeka, menyatakan Indonesia memiliki sistem pemerintahan yang sah," ungkap Jaka saat ditemui di lokasi pameran, Sabtu (16/8) lalu.
Selain “Memanah”, pameran ini juga menyajikan dua karya lukisan lainnya dari Henk Ngantung, yaitu lukisan "Tani" dan "Melamun" yang juga dibuat di tahun 1943. Dua lukisan ini memperlihatkan setidaknya dua hal. Pertama yaitu soal refleksi Henk Ngantung atas kehidupan rakyat masa itu. Kedua soal karakteristik karya Henk Ngantung yang menonjolkan ketebalan sketsa, terasa mentah namun begitu hidup dan bercerita.
Baca juga: Hendra Gunawan, Pelukis Daya Hidup Orang-Orang Kecil
Memang Henk Ngantung banyak meninggalkan karya dalam bentuk sketsa, khususnya yang terkait langsung dengan peristiwa Proklamasi dan perjuangan kemerdekaan. Karya-karya sketsanya istimewa, karena banyak yang dibuat langsung saat dan dari lokasi-lokasi peristiwa-peristiwa penting, mulai dari momen pertemuan para tokoh nasional, hingga momen-momen perundingan para wakil Indonesia dengan Belanda.
Ada sketsa "Pertemuan Sukarno", yang menggambarkan Sang Proklamator sedang berbincang dengan seorang juru diplomasi asing; "Manado, 1921-1991" yang secara unik justru menggambarkan suasana kediaman Sukarno dari sisi seberang jalan; hingga sketsa yang dibubuhi judul "Penandatanganan Perjanjian Genjatan Senjata, 14 Oktober 1946" yang menggambarkan suasana Perundingan Linggarjati.
Ada banyak lagi peristiwa yang digambarkan Henk Ngantung lewat sketsanya, termasuk momen-momen santai atau bersantap para tokoh bangsa, momen penandatangan perjanjian dengan pihak Belanda, hingga gambaran para wartawan asing yang hadir di berbagai momen penting kemerdekaan Indonesia.
"Jadi memang Henk Ngantung” ini diminta oleh Bung Karno untuk hadir di setiap pertemuan, untuk merekam peristiwa ke dalam gambar," terang Kurator Jaka Perbawa.
Selain sketsa peristiwa-peristiwa bersejarah, Henk Ngantung juga membuat sketsa tokoh, termasuk Bung Hatta, Syahrir hingga Haji Agus Salim.
Di samping lukisan dan sketsa, pameran "Henk Ngantung: Seni dan Diplomasi" juga menampilkan koleksi tulisan dari koran-koran yang melaporkan peristiwa Proklamasi, sebagai pelengkap narasi pameran.
Baca juga: Mahakarya Henk Ngantung
Pameran "Henk Ngantung: Seni dan Diplomasi" di Museum Perumusan Naskah Proklamasi dibuka pada Sabtu oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon. Dalam pernyataannya saat diwawancara, dia menyebut pameran ini membentangkan salah satu fragmen sejarah penting.
Fadli mengungkapkan harapannya agar pameran ini bisa memperkenalkan lagi sosok-sosok di pusaran sejarah, terutama dalam hal ini seniman Henk Ngantung kepada generasi masa kini.
“Henk Ngantung ini sosok yang banyak terlibat dalam peristiwa kemerdekaan kita, terutama perundingan-perundingan bansa kita, dari Linggarjati, Renville, Perundingan Kaliurang juga dan beberapa peristiwa bersejarah lainnya,” tutur Fadli Zon.