14 Oktober 2025
18:14 WIB
BRIN Kembangkan Pengubah Panas Tubuh Jadi Sumber Daya Smartwatch
Alat bernama fTEG yang dikembangkan BRIN memungkinkan pengisian daya smartwatch dan berbagai perangkat lainnya secara alami, dengan memanfaatkan panas tubuh manusia.
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi model Flexible Thermoelectric Generator (fTEG). Dok: BRIN.
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan sebuah perangkat yang dapat mengubah panas tubuh manusia menjadi energi listrik yang bisa digunakan sebagai sumber daya berbagai wearable device. Nantinya, inovasi ini akan bisa diintegrasikan dengan smartwatch, alat sensor kesehatan (ECG patch monitor), wearable Internet of Things (IoT), smart shirt, hingga smart glasses.
Alat yang dikembangkan bernama Generator Termoelektrik Fleksibel atau Flexible Thermoelectric Generator (fTEG). Inovasi ini hadir untuk menjawab kebutuhan teknologi masa depan akan sumber daya yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Dengan fTEG, diharapkan perangkat wearable dapat terus beroperasi tanpa perlu pengisian daya dari baterai eksternal seperti yang umum berlaku saat ini. Dalam sistem kerjannya fTEG akan memanfaatkan efek Seebeck (fenomena termoelektrik dalam rangkaian listrik tertutup), sehingga mampu mengkonversi panas terbuang menjadi listrik untuk menghidupkan perangkat elektronik canggih.
Selain panas tubuh, teknologi termoelektrik ini juga dapat memanfaatkan berbagai sumber panas lain, seperti panas buangan mesin otomotif, boiler dan kompresor industri, panas bumi, hingga energi matahari. Energi yang dihasilkan bahkan akan bisa bisa digunakan sebagai sumber daya listrik untuk handphone charger, lampu LED, dan berbagai perangkat elektronik lainnya.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Elektronik BRIN, Dedi menjelaskan bahwa teknologi Thermoelectric Generator (TEG), memiliki keunggulan karena tidak ada bagian bergerak di dalamnya, bebas polusi, dan tidak menimbulkan kebisingan. Hal ini menjadikannya cocok untuk diterapkan pada teknologi hijau dan di daerah terpencil yang belum teraliri listrik.
Teknologi termoelektrik sejatinya telah banyak dimanfaatkan dalam bidang antariksa dan militer. NASA, misalnya, menggunakan Radioisotope Thermoelectric Generators (RTEGs) untuk misi ruang angkasa seperti Mars Rover, yang memanfaatkan panas radioaktif sebagai sumber daya listrik.
Sedangkan dalam bidang militer, fTEG memungkinkan perangkat komunikasi dan pelacak (GPS) tetap aktif di medan ekstrim seperti hutan atau laut tanpa memerlukan daya eksternal. Namun teknologi ini belum lazim digunakan dalam jaringan perangkat sehari-hari semisal wearable device mereka.
"Ke depan, teknologi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada baterai sekali pakai sehingga menekan limbah elektronik, serta memungkinkan terciptanya desain perangkat elektronik yang lebih tipis dan ringan," tutur Dedi.
Selain manfaatnya, upaya BRIN mengembangkan teknologi ini, dijelaskan Dedi juga tak lepas dari potensi Indonesia yang kaya sumber daya mineral yang dibutuhkan untuk membuat alat ini. Indonesia memiliki bahan utama pembuat material termoelektrik seperti bismut (Bi), antimon (Sb), dan telurium (Te).
Baca juga: WormiBox, Alat Cerdas Ubah Sampah Organik Rumah Tangga Jadi Pupuk
Selain itu Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan material pendukung berbasis serat alam dan limbah biomassa, seperti serat buah kelapa sawit atau sekam padi. Bahan-bahan ini bisa digunakan sebagai substrat fleksibel untuk fTEG, serta dikombinasikan dengan material berbasis graphene atau carbon nanotubes (CNTs).
Dengan material dan bahan yang tersedia di alam Nusantara, upaya mengembangkan fTEG saat ini dinilai Dedi bisa membuat Indonesia bisa menjadi pioner teknologi tersebut di dunia.
"Dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia berpeluang menjadi pionir dalam pengembangan teknologi termoelektrik fleksibel," kata Dedi.
Dedi juga mengatakan bahwa teknologi termoelektrik akan menjadi bagian penting dari masa depan elektronik yang mandiri energi, fleksibel, dan berkelanjutan. Dengan dukungan riset material yang banyak terdapat di Indonesia, integrasi fTEG akan mempercepat evolusi wearable electronics, smart home, dan kendaraan listrik (EV).