c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

10 November 2025

15:13 WIB

Wamenperin Ungkap Permasalahan Industri Baja Dalam Negeri

Terdapat gap antara kebutuhan dan produksi baja nasional. Di saat yang sama, kapasitas produksi industri baja hanya berkisar 50%. 

Penulis: Ahmad Farhan Faris

<p id="isPasted">Wamenperin Ungkap Permasalahan Industri Baja Dalam Negeri</p>
<p id="isPasted">Wamenperin Ungkap Permasalahan Industri Baja Dalam Negeri</p>

Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen pada Senin (10/11). Validnews/Ahmad Farhan Faris

JAKARTA - Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza mengatakan ada sejumlah masalah yang menyebabkan pengembangan produk baja nasional terhambat saat ini. Menurut dia, sebagian besar produk produsen baja nasional saat ini masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sektor konstruksi dan infrastruktur yang menjadi pasar utama dari industri baja dalam negeri.

“Hal tersebut menyebabkan pengembangan produk baja untuk sektor lain yang memiliki nilai tambah tinggi seperti otomotif, perkapalan, alat berat dan lain-lain masih relatif terbatas. Padahal, sektor-sektor ini membutuhkan jenis baja dengan spesifikasi khusus seperti alloy steel, baja panduan atau special steel, baja khusus yang memiliki potensi pasar besar baik di dalam negeri maupun luar negeri,” kata Faisol di Gedung DPR RI pada Senin (10/11).

Selain itu, Faisol mengungkapkan sebagian besar produsen juga masih menghadapi tantangan dalam teknologi dan modernisasi peralatan produksi. Sebagian besar mesin dan teknologi yang digunakan pun sudah berumur tua dan belum sepenuhnya ramah lingkungan.

“Kondisi ini mempengaruhi kualitas dan biaya produksi, sehingga menjadi hambatan dalam upaya menuju industri baja yang punya daya saing berkelanjutan dan berstandar global,” ujarnya.

Baca Juga: Kemenperin: Ekspor Baja RI Naik Kelas, Tembus 54 Ribu Ton ke Spanyol

Selanjutnya, Faisol menyebut masih terdapat gap antara konsumsi produksi baja nasional sangat besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, jumlah perusahaan ini ada jumlah perusahaan dengan KBLI 24 (logam dasar) terdiri dari 562 perusahaan, lalu KBLI 25 (barang logam, bukan mesin dan peralatannya) terdiri dari 1.592 perusahaan.

Gap antara konsumsi baja dan produksi nasional sangat besar. Gap ini diisi oleh produk impor sekitar 55% kebutuhan nasional dan mayoritas dari China. Sementara utilisasinya industri baja kita sebesar 50% kurang lebih, sehingga industri baja nasional yang idle karena produknya tidak terserap pasar juga cukup banyak,” ungkapnya.

Untuk itu, Faisol mengatakan pemerintah sudah mengupayakan berbagai instrumen kebijakan dalam menghadapi permasalahan tersebut. Seperti wajib SNI, pengaturan terbatas atau lartas yang bertujuan meningkatkan penggunaan produk baja dalam negeri, serta memperbaiki regulasi agar iklim investasi di sektor baja menjadi kondusif, inovatif dan menciptakan rantai pasok.

“Pemerintah mengimplementasikan smart regulation agar iklim investasi di sektor baja menjadi kondusif, inovatif dan mendukung terciptanya rantai pasok industri yang terintegrasi,” jelas dia.

Baca Juga: AS Bergantung Impor Baja, Menperin Minta Produsen Manfaatkan Peluang Ekspor

Ia menambahkan upaya hilirisasi baja nasional juga dapat ditingkatkan dengan memberikan dukungan agar produk-produk baja nasional dapat dikonsumsi oleh industri yang lebih luas seperti industri perkapalan, otomotif, militer, dan konstruksi khususnya proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah seperti pembangunan jalan tol, giant sea wall, program 3 juta rumah.

“Selain itu, adanya peningkatan investasi baru di Indonesia juga menjadi peluang bagi industri baja agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan atau konstruksi pabrik baru,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar