06 Mei 2024
19:11 WIB
Tutup Pabrik, Kemenperin Segera Panggil Manajemen Sepatu Bata
Dalam waktu dekat, Kemenperin bakal memanggil pelaku industri sepatu merek Bata yang menutup pabriknya di Purwakarta dan melakukan PHK kepada 233 orang pekerja.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Ilustrasi toko sepatu merk Bata. Shutterstock/GeorginaCaptures
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) angkat bicara soal PT Sepatu Bata Tbk yang resmi menutup pabriknya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada lebih dari 200 orang pekerja.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, pihaknya akan memanggil pelaku industri sepatu merek Bata. Ia mengaku belum tahu pasti alasan Bata menutup pabriknya.
"Kami akan panggil industri alas kaki bata, tapi kami lihat komposisi bisnisnya bata itu sebagian besar ada di retail, dan produk retail mereka itu diisi dari produk impor," ujarnya kepada awak media di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (6/5).
Febri menjelaskan, bisnis PT Sepatu Bata lebih banyak bergerak di sektor perdagangan retail daripada manufaktur. Dia menuturkan sebagian kecil proses manufaktur sepatu merek Bata itu pun bahan bakunya berasal dari impor.
"Manufaktur Bata sendiri hanya sebagian kecil yang memproduksi sepatu, itu pun bahan bakunya berasal dari impor," tambahnya.
Baca Juga: Industri TPT Loyo, Kemenperin Susun Serangkaian Kebijakan
Padahal, menurut Febri, PT Sepatu Bata bisa memperkuat fondasi industri manufakturnya dengan membangun atau mempertahankan pabriknya di Indonesia. Hal itu sejalan pula dengan aturan larangan dan pembatasan (lartas) impor bahan baku, termasuk untuk produk alas kaki.
Dengan adanya kebijakan lartas yang diberlakukan pemerintah, sambung Febri, pasar dalam negeri nantinya akan dibanjiri dengan produk-produk hasil besutan industri dalam negeri, termasuk end product seperti sepatu.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian merekomendasikan PT Sepatu Bata Tbk untuk memperkuat kinerja pabrik sepatunya di Indonesia. Ia mengutarakan kebijakan lartas yang berlaku saat ini bisa merangsang masuknya investasi di industri alas kaki ataupun sektor lainnya.
"Kami sarankan untuk perkuat lagi pabriknya di Indonesia. Kebijakan lartas ini kan mendorong agar investasi di industri alas kaki atau di sektor-sektor yang terkena lartas itu masuk, bangun pabrik di Indonesia kan, karena produk impor itu akan dikendalikan," ucap Febri.
Ia menambahkan dengan masuknya investasi pada berbagai sektor industri, maka pelaku industri bisa merekrut tenaga kerja. Oleh karena itu, Kemenperin bakal menelaah lebih lanjut soal penutupan pabrik Bata ini.
"Kebijakan lartas itu diharapkan agar mereka bangun pabriknya di sini kembali, dan merekrut tenaga kerja, makanya juga kami bingung kenapa kok ditutup (pabrik Bata), harusnya dibuka kembali pabriknya kan," ucap Febri.
Baca Juga: The New Factory, Demi Industri TPT Berkelanjutan
Jubir Agus Gumiwang Kartasasmita itu menyampaikan Kemenperin akan memanggil pelaku industri dalam waktu dekat. Hanya saja, dia belum bisa memastikan kapan pihak Bata akan menghadap Kemenperin.
"Kami pantau berita Bata dan kami merekomendasikan seperti itu, tapi kalau misalnya itu strategi bisnisnya (tutup pabrik dan PHK), terus bagaimana? Kami juga enggak bisa apa-apa," kata Febri.
Untuk diketahui, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, melaporkan ada lebih dari 200 orang terkena PHK imbas ditutupnya pabrik PT Sepatu Bata Tbk di daerah itu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh pihak dinas, PT Sepatu Bata gulung tikar karena sepi pemesanan (order) dan membuat perusahaan merugi selama empat tahunan ini. Oleh karena itu, pabrik Bata ditutup dan terjadi PHK massal secara bertahap. Pada awal Mei 2024 ini, ada 233 orang yang kena PHK.
Kinerja Industri Alas Kaki Positif
Meski ada peristiwa penutupan pabrik dan PHK pada awal bulan ini, kinerja industri pengolahan sektor Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat tumbuh positif, yakni sebesar 5,9% secara tahunan (year on year/yoy).
Kemudian, secara kumulatif (ctc) industri tersebut tumbuh sebesar 5,9% pada kuartal I/2024, serta tumbuh sebesar 0,82% dibandingkan kuartal yang sama tahun 2023 (qtq).
Namun tahun lalu, sektor Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki memang mengalami kontraksi. Adapun laju pertumbuhannya anjlok sebesar 0,34% (yoy).
Menanggapi perbaikan kinerja industri alas kaki, Febri mengatakan pemberlakuan lartas produk impor juga bakal berdampak positif bagi industri tersebut. Karena impor dibatasi, menurutnya peluang pasar dalam negeri lebih besar untuk diisi oleh produk alas kaki made in Indonesia.
"Industri alas kaki (kondisi sekarang) bagus ya, kan kita juga sudah ada lartas produk alas kaki. Kita berharap industri alas kaki bisa lari kencang setelah ada pemberlakuan lartas ini," tutup Febri.
Industri alas kaki bagus ya, kan kita juga sudah ada LARTAS produk alas kaki. Kita berharap bahwa industri alas kaki bisa lari kencang setelah ini, setelah ada pemberlakuan LARTAS.