16 Juni 2023
20:25 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) seringkali dihadapi dengan berbagai tantangan. Mulai dari soal rantai pasok, sumber daya manusia (SDM), hingga limbah. Di Indonesia, SDM dan limbah menjadi yang paling sering terdengar.
SDM di industri tekstil menjadi salah satu yang paling terdampak saat pandemi covid-19 melanda Tanah Air. Akhir 2022, tidak kurang dari 60 ribu pekerja di sektor TPT nasional terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Persoalan limbah juga tidak kalah ramai. Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) menyebutkan pada 2021, Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau setara dengan 12% dari limbah rumah tangga.
Sementara dalam data global melaporkan, ada sebanyak 92 juta ton limbah tekstil dihasilkan setiap tahunnya. Berangkat dari fakta-fakta tersebut, Edo Prayogo (27 tahun) pun tergerak.
Berawal dari hobi fesyen dan ingin membentuk sebuah brand, cia bersama istrinya belajar soal seluk beluk industri TPT, termasuk tentang pengolahan limbah. Riset kecil-kecilan sampai dengan terjun langsung dengan berbincang dengan para pekerja di industri TPT pun dilakukan.
Lantas, pada awal 2021 dibentuklah The New Factory (TNF). Sebuah gerakan koperasi di industri tekstil. Tujuannya, agar industri ini lebih manusiawi dan ramah lingkungan.
Apa yang dimaksud manusiawi dan ramah lingkungan? Bagaimana model bisnis TNF? Dari mana pendanaannya? Simak wawancara Validnews bersama Edo Prayogo, Founder TNF berikut ini.
Awal mula TNF berdiri karena Anda dan Istri tertarik di dunia fesyen dan ingin membentuk brand, kenapa tidak jadi?
Berjalannya waktu, kami ketemu serikat buruh yang ada di Bandung. Kebetulan saat itu lagi banyak perusahaan yang layoff saat pandemi. Dari situ kami sama-sama ngobrol, apa sih saat ini isu yang dialami dan terjadi di industri ini.
Waktu itu kami melihat 'oh sebenarnya isu yang sangat dekat kami adalah kami mau menghasilkan pekerjaan bagi buruh yang baru di layoff'. Karena mereka ini sudah memiliki skill, alat (mesin jahit) dan juga network.
Setelah itu?
Kami dikonsolidasikan, kami bentuk koperasi pekerja, jadi mereka enggak hanya bekerja, tetapi juga sebagai pemilik. Jadi Profit usaha kami itu akan di-share.
Nah, terus kami juga ngobrol ke pengusaha fesyen terkait waste. Sampah mereka itu sekarang diolahnya seperti apa?
Bagaimana tanggapan pemilik usaha saat itu?
Ternyata, mereka tertarik banget apabila ada bisnis yang memberi servis untuk mengolah limbah.
Dari situlah ketemu, nih, bagaimana kami bisa berkontribusi di industri fashion/ Kami memutuskan daripada membuat brand fashion, kami ingin memberikan servis kepada pelaku usaha untuk mengolah limbahnya.
Jadi keputusannya enggak jadi bikin brand ya. Sampai saat ini Ada berapa karyawan yang terlibat di TNF?
Kalau dari segi perkembangan TNF itu saat ini kami mempekerjakan 6 penjahit yang juga include sebagai desainer, jadi sudah full time.
Berapa brand yang sudah berkerja sama?
Dari segi brand, saat ini sudah handle lebih dari delapan brand dan yang lagi on going projeknya ada sekamir 4-5 brand.
Dari beberapa brand itu, berapa banyak limbah yang sudah diolah?
Awal tahun 2023 saat ini semester pertama kami sudah olah sekitar 2,5-3 ton limbah. Jadi sudah lumayan besar ya progresnya saat ini.
Bisa jelaskan prosesnya?
Prosesnya itu kami komitmen dulu dengan brand fashion, kami kontrak untuk memberikan servis manajemen. Jadi biasanya kami ambil sisa bahan mereka atau barang rejected mereka.
Setelah itu, kami bikin koleksi spesial buat mereka yang kami namakan upcycling collections.
Brand-brand itu biasanya ingin membuat produk produk dari limbahnya mereka, jadi mereka me-recycle limbah terus mereka keluarkan sebagai koleksi spesial.
Jadi kami ambil, kami olah biasanya prosesnya itu kami potong, cacah, bikin baju dari beberapa bahan jadi kami kombinasikan. Lebih ada nilai jualnya daripada koleksi biasanya.
Apa saja keuntungan dari brand fashion yang bergabung dengan TNF?
Sebetulnya ada banyak keuntungannya, dari sisi non-finansial yaitu pressure dari consumer. Mereka itu ingin produk produk yang ramah lingkungan dari pelaku industri yang semakin tinggi. Jadi konsumen itu ingin beli barang dari perusahaan yang bertanggung jawab secara lingkungan.
Di sini, kami ingin membantu para brand. Keuntungan tentunya untuk membangun kredibilitas dan kepercayaan dari pelanggan. Karena kan sebagai bisnis kami kan tentu ingin lestari dan jangka panjang. Maka untuk membangun itu kami harus mengikuti mau dan tren seperti apa.
Kedua, dari segi finansial. Jadi limbah itu kan kalau tidak diolah ya kami buang dan nilainya nol kan? Tetapi kalau kami jadikan koleksi baru, kami olah maka kami bisa jual lagi of course bisa jual lagi dan menambah keuntungan dari industri itu sendiri.
Jadi dari dua angle tadi bisnisnya itu dapat keuntungan secara finansial dan juga keuntungan secara non-finansial serta sebagai wujud komitmen mereka terhadap lingkungan.
Dari upcycling produk-produk tersebut, berapa nilai ekonomi yang dihasilkan?
Kalau nilai ekonomi sebetulnya sulit untuk diukur secara pasti, tapi pendekatannya bisa saya estimasikan. Let’s say, kami dengan skala kecil saja dalam satu semester bisa mengumpulkan limbah tadi kan, 3 ton atau 3.000 kilogram.
Nah, itu kami bikin baju bisa membutuhkan satu kilo limbah, dan satu kilo itu bisa nilai jualnya kalau di retail sebagai collections upcycle bisa sampai Rp500.000 atau rerata Rp300.000.
Jadi tinggal dikalikan saja angka tersebut. Jadi sebetulnya skala dan peluang menggarap bisnis di pengolahan limbah fesyen ini sangat besar.
Core bisnis TNF apa hanya pengolahan limbah saja?
Bisnis model yang kami tawarkan ada dua. Satu bagi brand fashion. Kami upcycle produknya agar bisa dijual lagi sebagai koleksi spesial mereka.
Yang kedua kami juga tap in ke kebutuhan untuk membuat produk seperti merchandise untuk korporat. Kami tahu sekarang sudah banyak yang mulai aware dengan keberlanjutan dan net zero.
Salah satunya mereka kalau buat merchandise mereka maunya juga yang ramah lingkungan.
Saya lihat fenomena itu juga naik di Indonesia, salah satunya indikator itu. Mereka kalau kami tawarkan merchandise yang berbasis limbah dan ramah lingkungan itu appetite-nya sudah mulai naik.
Jadi dua bisnis itu yang lagi kami garap. Ke depannya kami mau bikin bisnis model di mana kami bisa menampung limbah yang skalanya lebih besar lagi.
Kami juga ingin investasi di mesin cacah dan mesin pilah agar limbah benar-benar bisa kami convert ke kain baru.

TNF meyakini potensi koperasi (satu bentuk demokrasi ekonomi) sebagai alternatif dari model kebanyakan bisnis fashion yang marak akan praktik-praktik eksploitatif dan merusak. Seperti upah murah, kuota produksi yang terlalu menekan, minimnya ruang untuk pekerja berorganisasi, serta fenomena fast fashion.
Atas ide dan inisiasi yang dijalankan oleh TNF, Kearney sebagai perusahaan konsultan manajemen global akhirnya memilih proposal TNF untuk mendapatkan pendanaan sebesarUS$15 ribu atau sekira Rp224,19 juta.
Social Impact Catalyst
Shirley Santoso, President Kearney menjelaskan TNF berhasil mendapatkan pendanaan melalui program Social Impact Catalyst yang diadakan setiap tahunnya.
Program yang telah dijalankan semenjak 2018 ini memiliki tujuan untuk mendorong dan menghasilkan dampak sosial yang positif, inovatif, kolaborasi global. termasuk perkembangan pribadi/profesional melalui proposal proyek yang diinisiasikan oleh karyawan Kearney.
“Jadi seluruh office bisa bergabung dan salah satu partisipan yaitu mas Edo ini kami evaluasi secara global tim termasuk salah satunya Social impact Director kami untuk melihat dampak dari inisiatif ke komunitas itu seperti apa? Dan bagaimana juga bisa membantu awarenes untuk industry players untuk bisa lebih hijau,” ucap Shirley Santoso.
Adapun syarat untuk mendapatkan pendanaan di antaranya mesti memberi impact sosial yang cukup besar. Baik dari sisi kesadaran, pengurangan limbah, sampai kepada output produk hingga bagaimana keberlanjutannya.
Kearney melihat TNF bisa memberi dampak ke industri TPT dari sisi limbahnya. Sebab, limbah TPT di Indonesia terbilang masih begitu banyak.
Dari sisi produk, penggunaan bahan baku limbah dinilai bisa mendorong sustainability fast fashion yang saat ini digandrungi masyarakat.
“Jadi kami juga lihat industri saat ini itu terutama fashion dan tekstil itu harus berubah menjadi green. Karena tidak hanya di Indonesia, dari sisi impact bukan hanya besar tapi secara global juga besar. Jadi memang transformasi dari industri ini sangat dibutuhkan dan penting,” tutur Shirley.