c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Mei 2024

15:51 WIB

Tuai Berkah Dari Merias Meja Kerja Bos-Bos Migas 

Berawal dari membuat miniatur masjid dari kayu jati sisa produksi, kini Slamet Sutrisno mampu menjual produk miniatur fasilitas migas senilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Tuai Berkah Dari Merias Meja Kerja Bos-Bos Migas&nbsp;</p>
<p>Tuai Berkah Dari Merias Meja Kerja Bos-Bos Migas&nbsp;</p>

Owner Markas Miniatur Jati Slamet Sutrisno bersama karyanya yang dipamerkan di IPA Convex 2024, Rabu (15/5) 

JAKARTA - Bicara industri migas, sudah umum didengar terkait cuan yang segudang bagi setiap perusahaan di sektor tersebut. Wajar saja, minyak dan gas bumi hingga kini masih menjadi tulang punggung ketahanan energi, sekalipun kampanye energi ramah lingkungan terus digaungkan di seantero jagat raya.

Manisnya bisnis migas membuat setiap perusahaan tak punya alasan untuk tidak mempercantik kantor mereka. Biasanya, kantor-kantor perusahaan migas memajang peta-peta wilayah kerja kelolaan, hingga miniatur kapal, blok migas, ataupun anjungan migas.

Kondisi itu tentu menciptakan peluang tersendiri bagi pengrajin miniatur. Artinya, industri migas secara tidak langsung memberi dampak positif terhadap keberlanjutan pelaku UMKM kerajinan yang punya bakat merias meja-meja kerja perusahaan minyak dan gas bumi.

Slamet Sutrisno (30 tahun) adalah salah satu yang menuai berkah atas pesanan segala jenis miniatur terkait industri minyak dan gas bumi. Tangannya yang terampil mampu menciptakan karya magis bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Karya-karya miniatur yang Slamet buat kini menghiasi sejumlah kantor perusahaan migas. Bahkan, karya tersebut lebih dulu dinikmati perusahaan dari luar negeri sebelum industri migas Indonesia menengok produknya.

Jika pada umumnya miniatur seputar industri migas terbuat dari bahan metal ataupun kuningan, Slamet berhasil menciptakannya dari kayu jati. Hebatnya lagi, dia memanfaatkan kayu jati bekas untuk membuat miniatur tersebut.

Baca Juga: SKK Migas: Industri Hulu Migas Butuh Investasi US$20 M Per Tahun

Bahan baku yang 'agak laen' itu justru menimbulkan ketertarikan bagi banyak perusahaan migas. Tak main-main, Oasis Gas, Mubadala Energy, hingga ENI pernah memesan karya dari Slamet Sutrisno.

Cerita Slamet bermula pada 2017 ketika ia bekerja di sebuah perusahaan. Kala itu, Slamet membawa pulang kayu-kayu sisa produksi rumah-rumah pendopo. Kemudian, pria asal Grobogan, Jawa Tengah itu mulai iseng berkarya menciptakan miniatur masjid.

”Lalu setelah jadi, ada pemilik toko bangunan gitu tertarik. Lalu saya jual Rp150 ribu, tetapi dia berani membayar Rp200 ribu,” ucapnya saat ditemui Validnews di sela gelaran Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) 2024 di ICE BSD City, Rabu (15/5).

Setelah itu, Slamet mendapat sejumlah orderan miniatur lainnya. Sadar akan adanya peluang, dia akhirnya memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya setelah mengabdi hanya delapan bulanan.

“Merupakan kebanggaan bahwa karya saya dihargai. Akhirnya saya teruskan dan keluar dari perusahaan itu, saya buka usaha sendiri,” tambah Slamet.

Sebagai upaya memanfaatkan peluang, setiap produk yang ia ciptakan diunggah melalui sosial medianya. Secara tidak sengaja, ada seorang karyawan Shell yang tertarik untuk membuat miniatur kapal pengeboran West Capella.

Dengan senang hati, Slamet menggarap dan merampungkannya. Tak lupa setelah selesai, dia mengambil gambar hasil karya itu dan mengunggah di sosial media mulai dari Facebook hingga Linkedin.

Miniatur kapal pengeboran West Capella tersebut rupanya mendapat banyak sorotan dari perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi. Dari situlah, jalan Slamet Sutrisno menjadi perias meja kerja bos-bos migas mulai terbuka.

"Hasil karya saya diupload di Facebook, Linkedin, Instagram, ternyata banyak peminat itu dari industri perminyakan. Jadi semakin ke sini, banyak pesanan yang berkaitan dengan sektor migas," kata dia.

Mengetahui karyanya mendapat sorotan, Slamet mulai berani mematok tarif tinggi. Dari yang awalnya menciptakan miniatur masjid seharga Rp200 ribuan, dirinya berhasil menjual ekspor pertama ke Dubai, Uni Emirat Arab dengan nominal US$2.000 atau kala itu setara dengan Rp30 juta.

Oasis Gas, ialah perusahaan yang rela membayar lebih demi menghindari antrian pesanan. Pasalnya, Markas Miniatur Jati milik Slamet Sutrisno lebih dahulu mendapat pesanan perorangan dari India, sehingga Oasis Gas mau merogoh puluhan juta rupiah guna menjadi prioritas.

"Itu sebelum pandemi covid-19 sudah saya kirim ke luar. Pesanan perdana sebetulnya dari India, tapi pengiriman pertama itu malah ke Dubai karena perusahaan tidak ingin antre, inginnya diprioritaskan," sebut Slamet.

Buka Pasar Domestik
Meski produknya telah melanglang-buana ke negeri orang, Slamet justru kesulitan mencari buyer dari dalam negeri. Setelah dua tahun sibuk mengekspor, Slamet akhirnya mendapat pesanan dari PT SWA Multi Persada, sebuah perusahaan pemasok kebutuhan industri migas.

Melihat ada satu ketertarikan dari perusahaan di Indonesia, Slamet pun memanfaatkannya dengan meluapkan keluh kesah sulitnya meraba pasar di dalam negeri.

Ditemui pada kesempatan yang sama, Komisaris PT SWA Multi Persada Dionysius Irianto mengungkapkan perusahaan melihat prospek yang sangat menjanjikan dari keterampilan tangan Slamet Sutrisno.

Alhasil, PT SWA Multi Persada menjadikan Markas Miniatur Jati sebagai wadah program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan.

"Ini salah satu CSR kita. Kita ingin bantu karena kenapa di Indonesia sendiri tidak begitu populer. Padahal, Pak Slamet sendiri dari online sudah sampai ke Arab Saudi, Amerika Serikat. Kebetulan hari ini ada pameran dan kita coba untuk lebih giat promosikan supaya perusahaan di Indonesia lebih tertarik," jabar Dion.

Dalam hal ini, Dion menggunakan relasinya ke perusahaan-perusahaan migas, baik lokal maupun internasional yang beroperasi di Indonesia, untuk memperkenalkan produk Markas Miniatur Jati.

Tak hanya itu, SWA Multi Persada juga menyuntikkan sejumlah modal kepada Markas Miniatur Jati, utamanya untuk kegiatan pameran-pameran sebagai wadah memperkenalkan brand yang dibentuk oleh Slamet Sutrisno.

"Termasuk modal untuk promosi ya. Setelah kita bantu, Pak Slamet bisa berdiri sendiri, jadi kita fasilitasi network utamanya," katanya.

Semenjak program CSR disalurkan SWA Multi Persada kepada Mitra Miniatur Jati, semakin banyak perusahaan migas yang beroperasi di Indonesi memesan hasil karya tangan Slamet. Setidaknya, ada sekitar 10 pesanan miniatur yang sudah masuk, termasuk dari ENI dan Mubadala Energy.

Ketertarikan Dion atas Mitra Miniatur Jati, sambungnya, juga dikarenakan proses produksi Slamet Sutrisno yang dilakukan dengan mengandalkan insting semata.

"Ini susah loh. Kalau yang sekolah harus dihitung detail measurement-nya, dimensinya berapa, dihitung. Tapi ini tidak, lihat gambar, langsung jadi," ucapnya.

Semakin Menjanjikan
Lebih lanjut, Slamet Sutrisno mengakui saat ini bisnis yang ia bangun dari nol semakin berkembang pesat. Apalagi setelah mengekspor miniatur seputar fasilitas hulu migas, dirinya sudah mampu merekrut tenaga kerja untuk membantu proses produksi.

Saat ini, sudah ada empat karyawan yang dia pekerjakan. Tugas dari karyawan-karyawannya ialah pekerjaan ringan seperti merakit, mengamplas, dan mengelem pola-pola yang telah ia ciptakan.

"Biasanya bagian merakit, kalau saya yang buat pola. Sementara mereka (karyawan) bagian ngelem, nyambung ini, nyambung itu," jelas dia.

Perkembangan Markas Miniatur Jati, tambah Slamet, juga terlihat dari antrian pesanan yang diterima. Saat ini saja, ada sekitar 9 pembeli yang mengantre untuk menikmati hasil karya tangan Slamet Sutrisno.

"Tapi kalau untuk kapasitas, rata-rata sebulan itu kisaran 3-4 unit lah," sambungnya.

Baca Juga: SKK Migas: Investasi Hulu Migas Perlu Ditingkatkan

Sejak 2019 hingga saat ini, dia mengatakan 98% pesanan datang dari perusahaan minyak dan gas bumi, mulai dari miniatur onshore rig, anjungan, hingga kapal pengeboran. Tak jarang, pesanan datang delapan unit sekaligus untuk satu perusahaan.

Tarif yang ia patok pun mulai semakin tinggi. Paling murah, karya tangan Slamet Sutrisno dihargai senilai Rp40 juta dan tertinggi mencapai lebih dari Rp100 juta.

"Paling rendah itu per unit Rp40 juta, paling mahal mendekati Rp100 juta tergantung tingkat kerumitan. Ada yang lebih mahal lagi itu yang lebih tinggi dan lebih panjang," jabarnya.

Nasib orang tidak ada yang tahu. Slamet yang hanya merampungkan pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama (SMP), kini berhasil menghidupi empat orang karyawan yang notabene berasal dari lingkungan setempat.

Realita itu menjadi bukti nyata bahwa industri miniatur punya pasar yang amat menjanjikan. Bermodalkan bakat, keterampilan, dan kemauan yang kuat, Slamet mampu meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik lagi.

"Kalau untuk saya namanya orang di kampung ya paling sudah bisa banyakin sapi ternak, beli sawah, bangun rumah, seperti itu," ucap Slamet Sutrisno.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar