07 Juli 2025
18:40 WIB
Trump Ancam Tarif Tambahan Buat BRICS, Sri Mulyani Ungkap Posisi RI
Resmi menjadi anggota BRICS sejak awal 2025, keputusan Donald Trump mengenai hasil akhir negosiasi tarif dengan Indonesia dipertanyakan.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR di Jakarta pada Kamis (4/7). Dok KLI Kemenkeu/Zalfa Dhiaulhaq
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara mengenai ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengenakan tarif tambahan untuk negara yang dinilai bersekutu dengan kelompok BRICS.
Dirinya mengatakan, saat ini Indonesia masih dalam tahap negosiasi dengan pemerintah AS, sehingga kepastian mengenai putusan tarif masih perlu ditunggu lebih lanjut.
“Kita akan terus mengikuti (situasi) saja, karena Indonesia kan masih di dalam proses pembicaraan dengan pemerintah Amerika gitu ya, kita upayakan optimal,” imbuhnya usai menghadiri Rapat Kerja Pengambilan Keputusan atas Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN Tahun 2026 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7).
Baca Juga: Trump Ancam Kenakan 10% Tarif Tambahan Untuk Negara BRICS
Sementara terkait kesiapan pemerintah dalam merespons kondisi ketidakpastian tersebut, Menkeu menegaskan, pentingnya mempertimbangkan suasana dunia dan dampaknya terhadap perekonomian, termasuk dalam merancang dan menyetujui asumsi dasar makro untuk tahun 2026 yang baru saja disahkan bersama Komisi XI DPR.
Dalam pernyataannya, bendahara negara mengucapkan terima kasih kepada DPR yang telah mengesahkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, dengan mempertimbangkan suasana dunia yang terus mengalami pergolakan.
“Kita sudah melihat hari ini bahwa Presiden (Prabowo Subianto) ada di pertemuan BRICS dengan para pemimpin, dan kemudian Presiden Donald Trump membuat statement bahwa kelompok BRICS itu dianggap sebagai tidak mendukung Amerika, sehingga mengancam akan menyampaikan tambahan tarif,” imbuhnya.
Sebab itu, Menkeu Sri kembali mengingatkan bahwa dalam suasana yang terjadi saat ini, Indonesia akan terus dihadapkan pada suasana yang sangat dinamis.
Pengingat saja, ancaman Trump buat ekonomi BRICS seperti saat ini bukan merupakan yang pertama. Pada awal 2025, Presiden AS ke-45 itu sempat mengancam untuk mematok tarif impor dengan besaran fantastis 100% terhadap negara anggota BRICS.
Gertakan itu ditengarai kekhawatiran Donald Trump pada negara-negara BRICS yang dikabarkan tengah menciptakan mata uang baru untuk menyaingi dolar AS.
Kesepakatan BRICS
Seperti yang disebutkan Sri Mulyani, Presiden Prabowo Subianto bersama dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan delegasi lainnya sedang menghadiri pertemuan dengan para pemimpin negara anggota BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, sejak Minggu (6/7).
Pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia (24/10/2024). Dok Kemlu RI
Menko Airlangga mengatakan, dari pertemuan tersebut setidaknya terdapat empat pilar kesepakatan BRICS, di mana Indonesia mendorong langkah Perdagangan, Perdamaian, dan Reformasi Tata Dunia.
“Outcomes daripada pertemuan tadi salah satunya adalah leader declaration, dan dalam leader declaration itu ada beberapa poin yang terkait dengan penguatan multilateralisme dan reform daripada global governance,” ujar Airlangga dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin (7/7).
Baca Juga: Keanggotaan RI Di BRICS Jadi Penyeimbang Negara Maju dan Berkembang
Adapun poin kedua berfokus pada penguatan perdamaian dan stabilitas internasional, serta pendalaman kerja sama di bidang ekonomi, perdagangan, dan keuangan. Bagi Indonesia, agenda ini sangat penting dalam memperluas akses pasar bagi produk nasional dan menciptakan ketahanan ekonomi di tengah gejolak global.
“Nah poin kedua ini menjadi penting bagi Indonesia di tengah ketidakpastian kita punya BRICS yang diharapkan bisa juga untuk menyerap pasar dari produk-produk Indonesia,” tambah Airlangga.
Lebih lanjut, poin ketiga dalam deklarasi menyangkut komitmen terhadap isu perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan yang adil dan inklusif. Negara-negara BRICS sepakat bahwa transisi energi dan pembangunan hijau harus tetap mempertimbangkan keadilan bagi negara berkembang.
“Kemudian yang ketiga tentu terkait dengan climate change dan promoting sustainable, yang fair and inclusive development,” kata Airlangga.
Terakhir, poin keempat Leaders’ Declaration adalah penguatan kemitraan dalam bidang pembangunan manusia, sosial, dan kebudayaan. Indonesia menilai, kerja sama ini penting untuk mendorong transformasi sosial yang merata dan saling memperkuat di antara negara-negara anggota.
“Yang keempat adalah partnership for promotion, human, social, and cultural development. Nah itu outcome dari leaders declaration,” tutupnya.