09 September 2025
19:06 WIB
Transfer Ke Daerah Makin Seret, Ekonom Ingatkan Kenaikan PBB 2026
Ekonom UI mengingatkan agar pemerintah mewaspadai kenaikan PBB di daerah yang terus berlanjut karena pemangkasan transfer ke daerah (TKD).
Penulis: Erlinda Puspita
Petugas melayani warga dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di salah satu pusat perbelanjaan di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (28/9/2024). Sumber: AntaraFoto/Yudi Manar
JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison mengingatkan pemerintah mengenai dampak penurunan anggaran transfer ke daerah (TKD) pada RAPBN 2026. Menurutnya, ketergantungan daerah saat ini terhadap TKD, rata-rata mencapai 73% dari total APBD mereka. Sehingga dengan adanya penurunan TKD berpotensi menghambat kinerja pemerintah daerah di tahun-tahun mendatang.
Pengurangan TKD ini terjadi karena pemerintah menetapkan realokasi anggaran yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025, mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di awal tahun ini telah memangkas anggaran TKD sejumlah Rp50,59 triliun.
"Dari data yang yang saya peroleh, publikasi yang diolah BPS dari DJPK, secara rata-rata daerah itu sangat tergantung dari transfer pusat sebesar 73%. Alias 73% dananya itu dari pemerintah pusat. Ketika pemerintah memotong TKD, maka daerah akan kesulitan menjalankan tugasnya," ujar Vid dalam Konferensi Pers Tujuh Desakan Darurat Ekonomi oleh Aliansi Ekonom Indonesia secara daring, Selasa (9/9).
Baca Juga: Sri Mulyani Pangkas Dana Transfer Ke Daerah Rp50,59 Triliun
Imbas pemangkasan TKD sekitar 5-6% dari APBN 2025 tersebut, kata Vid, maka mendorong pemerintah daerah menaikkan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai jalan pintas paling mudah. Pemda menilai langkah tersebut paling logis untuk dinaikkan dibanding menaikkan pajak hiburan, hotel, dan restoran karena sektor tersebut dianggap menjadi bagian dari penerimaan daerah yang sangat bergantung pada aktivitas ekonomi.
"Kalau aktivitas ekonominya tidak bagus, maka penerimaannya akan rendah. Sementara kalau PBB itu sifatnya immobile," terang dia.
Maksud immobile tersebut menurut Vid adalah, masyarakat tidak akan bisa memindahkan rumah mereka dari satu lokasi ke lokasi lain. Fenomena kenaikan PBB ini yang belakangan sudah mulai marak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Alasan Transfer Ke Daerah 2026 Menyusut
Vid juga memperkirakan kenaikan pajak PBB di berbagai wilayah Indonesia pada tahun depan akan naik lebih tinggi, mengingat TKD pada RAPBN 2026 turun sekitar 24,8%.
"Itu sangat sangat besar (24,8%). Apalagi ketergantungan daerah itu, seperti kabupaten, kota terhadap TKD dari pusat sekitar 73%," tegas Vid.
Diketahui, pemerintah juga sudah merencanakan keberlanjutan efisiensi anggaran sesuai Inpres 1/2025 untuk berlaku di tahun anggaran 2026. Terkait pelaksanaan efisiensi anggaran tersebut tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025.