31 Juli 2025
18:22 WIB
Tokocrypto: Skema Pajak Baru Aset Kripto Menantang Buat Industri
Tokocrypto menilai pemajakan aset kripto menantang di tengah kondisi industri yang masih dalam tahap pertumbuhan. Pasalnya, pajak kripto relatif lebih tinggi dibanding pajak di pasar saham.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi Tokocrypto. Dok Tokocrypto.
JAKARTA - CEO Tokocrypto Calvin Kizana menilai, perubahan skema perpajakan aset kripto yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 belum sepenuhnya memenuhi harapan para pelaku industri.
Sebab, jika dibandingkan dengan skema perpajakan di pasar saham, tarif kripto masih relatif lebih tinggi.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri, mengingat kripto adalah sektor yang masih dalam tahap pertumbuhan dan membutuhkan insentif untuk berkembang lebih inklusif," ujar Calvin dalam keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (31/7).
Baca Juga: Moncer! Setoran Pajak Digital Tembus Rp34,91 T Sampai Maret 2025
Lebih rinci, tarif pajak kripto yang disebut Calvin masih lebih tinggi dibandingkan pasar saham, meskipun total PPh final 0,21% sama dengan skema sebelumnya, yakni PPN 0,11% ditambah PPh Final 0,1%.
"Perlu dicatat bahwa skema PPh final masih memiliki kelemahan, karena tetap dikenakan meskipun investor mengalami kerugian. Berbeda dengan capital gains tax yang hanya berlaku saat investor mendapatkan keuntungan," urai Calvin.
Investor kripto memantau grafik perkembangan nilai aset kripto Bitcoin dan Ethereum di Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (8/2/2023). ValidNewsID/Arief RachmanMenurutnya, kondisi tersebut menjadi salah satu catatan penting agar kebijakan pajak ke depan bisa lebih mencerminkan asas keadilan dan ekonomi digital yang dinamis.
Selain itu, pihaknya juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan dan penerapan pajak atas transaksi aset kripto yang dilakukan melalui platform luar negeri.
Langkah tersebut Calvin rasa penting untuk menciptakan level playing field yang adil antara platform perdagangan kripto lokal dan asing, sekaligus menjaga potensi penerimaan pajak negara.
Aset Digital Semakin Diakui
Di saat bersamaan, Calvin menyebut, sebagai pelaku industri, Tokocrypto menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang mengatur perubahan skema perpajakan aset kripto.
Sebab, kebijakan tersebut menjadi babak baru yang menandai perubahan status aset kripto dari sebelumnya dikategorikan sebagai komoditas menjadi aset keuangan digital.
"Legitimasi ini menjadi langkah penting yang menunjukkan bahwa pemerintah semakin mengakui keberadaan dan potensi industri aset digital (kripto) secara lebih serius," imbuhnya.
Baca Juga: Sejak 2022, Kegiatan Kripto RI Sumbang Ke Pajak Negara Rp979 M
Dirinya juga menyorot skema perpajakan yang baru cukup progresif, dengan penghapusan PPN dan penerapan Pajak Penghasilan (PPh) final hanya pada saat penjualan aset, di mana investor tidak lagi dibebankan pajak saat pembelian, sehingga dapat memberikan efisiensi dan kepastian lebih baik bagi para investor.
Ilustrasi koin Kripto Shiba Inu. Shutterstock/salarkoSecara umum, Calvin berharap, kebijakan pajak yang lebih fleksibel dan adaptif ini dapat menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekosistem kripto yang sehat di Indonesia. Industri kripto juga mengajukan insentif fiskal. 
"Di sisi lain, kami mendorong agar pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif fiskal bagi pelaku industri kripto nasional guna mendukung inovasi, penciptaan lapangan kerja, dan kontribusi terhadap inklusi keuangan digital di Indonesia," tambahnya.
Penyesuaian Sistem
Terkait kesiapan platform dalam menerapkan tarif pajak yang baru, Tokocrypto tengah melakukan proses konsolidasi internal dan penyesuaian sistem, baik dari sisi transaksi maupun pelaporan pajak, agar implementasi kebijakan ini dapat berjalan secara optimal dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dia mengatakan, pihaknya memahami pentingnya penerapan aturan pajak yang jelas dan terstruktur, namun perlu diakui bahwa ada sejumlah tantangan teknis dan operasional yang harus diselesaikan, terutama dalam hal integrasi sistem, penyesuaian API, serta pelaporan yang akurat dan tepat waktu ke otoritas pajak.
Sebab itu, dia mengaku telah mengusulkan agar pemberlakuan aturan ini diberi masa transisi minimal satu bulan setelah PMK resmi diterbitkan.
"Tujuannya agar seluruh platform perdagangan aset kripto di Indonesia memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan infrastruktur teknis dan kepatuhan administratif, serta memberikan edukasi kepada pengguna mengenai perubahan kebijakan ini," ujar Calvin.
Terakhir, dia meyakini koordinasi yang baik antara pelaku industri dan regulator dapat mengatasi tantangan-tantangan yang ada dan membuat pelaksanaan kebijakan yang dimaksud akan berdampak positif bagi penguatan ekosistem kripto nasional ke depan.