12 Januari 2024
12:13 WIB
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Direktur Utama Bulog, Bayu Krisnamurthi menyatakan pihaknya tidak akan mengubah Harga Acuan Tertinggi (HET) beras, karena ini dianggap tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap harga beras yang ada saat ini. Menurutnya, penyebab utama tingginya harga beras karena faktor produksi, yaitu jumlah produksi beras tahun ke tahun terus menurun.
“HET tidak (diubah) karena faktornya fundamental, ada di produksi. Maka mengubah HET tidak terlalu punya dampak,” ujar Bayu dalam konferensi pers di kantor Bulog, Kamis (11/1).
Bayu mengungkapkan, penurunan produksi beras dalam negeri juga telah diungkap oleh data Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk Januari hingga Februari 2024, produksi beras masih akan mengalami defisit yang cukup besar. Ini disebabkan sebagian kawasan produksi beras di pulau Jawa mengalami kemunduran untuk masa tanam dan berdampak pada masa panen yang ikut mundur.
Dia juga menyinggung biaya input petani yang masih tetap tinggi, terutama untuk pupuk masih bergejolak dan cukup tinggi. Sedangkan, faktor eksternal dari kebijakan negara-negara pengekspor pangan juga turut mempengaruhi harga pangan terutama beras di dalam negeri.
Baca Juga: Asal Usul Harga Beras di Indonesia Terus Melambung
Kepala Bulog tak menampik harga beras di pasaran saat ini masih tinggi dan melanggar HET. Namun, berbagai penyebab kenaikan harga beras tersebut membuat pemerintah lebih memilih strategi program bantuan pangan berlanjut di 2024.
“Kalau HET naik, pasti dikira pembenaran kenaikan harga. Ya sudah, kita usahakan strategi yang dipilih pemerintah yaitu terus memastikan program bantuan pangan untuk 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) itu tidak gelisah,” kata dia.
Strategi kedua yang diambil pemerintah adalah memperkuat program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) dengan perkiraan yang disalurkan ke pasar sekitar 1,2 juta ton atau sebanyak 100 ribu ton per bulan. Namun, jumlah ini kata Bayu masih fluktuatif, mengikuti kebutuhan pasar.
“SPHP kan kayak jual beli saja, jadi kita taruh di pasar. Ada yang mau beli ya abis, kalau enggak ya kadang enggak abis juga,” jelas Bayu.
Sedangkan untuk penyaluran beras SPHP sendiri, menurut Bayu akan disalurkan melalui berbagai jalur, namun yang pasti beras harus sampai ke masyarakat. Saluran tersebut antara lain melalui langsung ke pasar ritel, lapak Bulog di masing-masing wilayah, melalui penggilingan yang bisa disalurkan ke distributor 3 atau 4.
“Semua ada ketentuannya, ada SOP-nya, tapi yang terpenting, berasnya sampai ke masyarakat,” tutur Bayu.
Baca Juga: Ganti HET Beras, Guru Besar IPB Sebut HAP Beras Lebih Efektif
Pesimis Harga Turun
Adapun HET beras telah ditetapkan pemerintah dalam Perbadan Nomor 7 Tahun 2023, yaitu sebesar Rp10.900 hingga Rp11.800 per kg. Namun, berdasarkan panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras per hari ini, Jumat (12/1) masih di atas HET, yaitu untuk beras premium seharga Rp15.110 per kg dan beras medium senilai Rp13.250 per kg.
Lebih lanjut, Kepala Bapanas Arief Prasetyo yang turut hadir di sela-sela konferensi pers Bulog menyebutkan, harga beras nasional baru akan turun saat produksinya menyentuh di atas 2,5 juta ton per bulannya. Arief juga pesimis jika harga beras di pasaran akan kembali di bawah Rp12.000 per kg.
“Gak mungkin. Jadi kalau harga pupuknya tinggi, harga variabel cost-nya itu naik, enggak mungkin harga turun. Kecuali produksinya melimpah, sesuai teori supply and demand,” ungkap Arief.