c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

10 Januari 2025

08:56 WIB

Terungkap, Segini Kuota Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Yang Diajukan Freeport

PT Freeport Indonesia ajukan relaksasi ekspor konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton  sebagai imbas terbakarnya pabrik asam sulfat.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Terungkap, Segini Kuota Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Yang Diajukan Freeport</p>
<p id="isPasted">Terungkap, Segini Kuota Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Yang Diajukan Freeport</p>

Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Selasa (19/8/2014). Antara Foto /Puspa Perwitasari

JAKARTA - PT Freeport Indonesia telah melayangkan permohonan relaksasi ekspor konsentrat tembaga kepada pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Holding BUMN Pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) Dilo Seno Widagdo menyebut kuota konsentrat tembaga yang diajukan untuk bisa diekspor ialah sebanyak 1,7 juta ton.

"Kalau konsentratnya kita itu dari 3 juta ton, 1,3 juta ton ke PT Smelting, Gresik, yang 1,7 juta itu nanti ke JIIPE. Nah yang bermasalah ini kan yang ke JIIPE, jadi hanya yang 1,7 juta ton, yang 1,3 juta ton tetap," ucapnya saat menemui awak media selepas acara MINDialogue bertajuk 'Hilirisasi dan Industrialisasi, Strategi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045', Kamis (9/1).

Baca Juga: Imbas Kebakaran Smelter, Freeport Ajukan Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga

Pengajuan relaksasi ekspor itu, sambung Dilo, lantaran force majeure akibat terbakarnya pabrik asam sulfat di lingkungan smelter milik PT Freeport Indonesia beberapa waktu lalu.

Supaya keuangan PTFI bisa tetap terjaga, Anggota MIND ID itu pun meminta agar bisa tetap menjalankan ekspor konsentrat tembaga sembari memperbaiki pabrik asam sulfat yang terbakar.

"Maka kita ingin juga bisa mendapatkan konsekuensi daripada force majeure itu kita ingin dapat juga bisa melakukan kegiatan ekspor," kata Dilo.

Sembari mengajukan relaksasi ekspor konsentrat tembaga, PTFI secara bertahap juga bakal melakukan operasi bertahap atau ramp up atas smelter di JIIPE mulai Juni-Desember 2025.

"Kita melihat dari sisi perbaikannya baru bulan Juni (selesai). Setelah Juni, ramp up sampai Desember mulai dari 40%, 60%, 80%, sampai 100%. Makanya kita lihat tadinya kita minta ajuinnya satu tahun untuk bisa dapat tetap bisa melakukan ekspor terkait sama force majeure," jabarnya.

Kabar pengajuan relaksasi ekspor dari PT Freeport Indonesia juda sudah dikonfirmasi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Ditemui awak media di Kantor Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Bahlil menyebut pihaknya tengah membahas permohonan dari PT Freeport Indonesia.

"Sudah dilakukan rapat dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian karena ini lintas kementerian. Kami menunggu, tinggal kami laporkan ke Bapak Presiden," jelasnya, Selasa (7/1).

Perkiraan Perlu Enam Bulan
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengungkapkan rencana untuk mengajukan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga hingga tahun 2025 mendatang.

Ditemui di sela kegiatan Indonesia Mining Summit, Tony menyebut pengajuan tambahan waktu itu karena insiden kebakaran yang terjadi pada smelter terbaru milik PTFI di Gresik, Jawa Timur pada Oktober 2024 lalu telah mengganggu rencana produksi.

"Sehingga memang harus berhenti dulu dan kita harus perbaiki itu dulu. Memang diperlukan fleksibilitas untuk bisa ekspor di tahun 2025 sampai smelter itu beroperasi kembali," ujarnya beberapa waktu lalu.

Tony menjelaskan PTFI butuh waktu untuk memperbaiki salah satu bagian smelter yang terbakar, yakni pabrik asam sulfat.

Baca Juga: Proyek Smelter Freeport Di Manyar Makan Biaya US$3,6 Miliar

Dirinya menyebut fleksibilitas diperlukan oleh PTFI supaya bisa tetap mengekspor konsentrat tembaga sembari proses perbaikan berjalan. Adapun perpanjangan waktu ekspor itu diberikan setidaknya hingga smelter PTFI bisa beroperasi kembali.

Tony juga memperkirakan proses perbaikan sampai smelter bisa beroperasi kembali butuh waktu sekitar enam bulan. Artinya, fasilitas pemurnian itu diharapkan bisa kembali beroperasi pada pertengahan 2025 mendatang.

"Ini kita sedang menghitung, tapi diperkirakan sekitar enam bulan. Mudah-mudahan (pertengahan 2025), ini yang sedang kita hitung terus," tambah Tony Wenas.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar