04 Oktober 2025
13:27 WIB
Tersendat Geopolitik, Capaian IPO BEI Tahun Ini Baru Sentuh 35%
BEI menjelaskan kondisi geopolitik global memengaruhi keinginan perusahaan untuk IPO. Hingga kuartal III, tercatat baru ada sebanyak 23 dari target 66 perusahaan yang melaksanakan IPO 2025.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Layar papan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia menampilkan pergerakan indeks dan harga saham. Validnews/Hasta Adhistra.
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan sebanyak 66 perusahaan tercatat (emiten) dapat mencatatkan saham perdana melalui penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) sepanjang 2025.
Namun, hingga kuartal III/2025, tercatat baru ada sebanyak 23 perusahaan yang melantai di BEI, dengan total dana dihimpun Rp15,1 triliun. Artinya, capaian ini baru 35%-an atau belum sampai menyentuh separuh dari target yang dibidik BEI di tahun ini. Meski begitu, BEI tetap mengaku optimistis terhadap perkembangan pencatatan saham baru di 2025.
"Jumlah ini (penambahan perusahaan tercatat) masih menunjukkan tren positif khusunya dari besar dana dihimpun, meski secara jumlah masih belum mencapai target yang ditetapkan," kata Nyoman kepada media, Jakarta, dikutip Sabtu (4/10).
Baca Juga: Tak Ngebet IPO, BEI Fokus Persiapkan Kualitas Emiten
Secara umum, dia mengungkapkan bahwa kondisi geopolitik global memengaruhi keinginan perusahaan untuk maju jadi perusahaan publik alias IPO.
Walau demikian, berdasarkan data World Federation of Exchanges, jumlah perusahaan tercatat di BEI per Agustus 2025 yang bertumbuh 0,95% (ytd), masih lebih tinggi dibandingkan bursa di Thailand, Filipina, Vietnam (Ho Chi Minh), maupun Singapura yang justru mencatat penurunan pertumbuhan jumlah perusahaan tercatat.
Emiten IPO Terkoreksi Turun
Di sisi lain, sebanyak 8 dari 23 perusahaan yang telah IPO di 2025 mengalami penurunan harga saham. Adapun Nyoman mengingatkan, kinerja perusahaan tercatat tidak semata-mata diukur dari fluktuasi harga saham di pasar sekunder dalam jangka pendek.
Menurutnya, indikator kinerja dapat tercermin di antaranya dari sejumlah hal seperti kekuatan fundamental perusahaan, penerapan tata kelola yang baik, serta kejelasan strategi bisnis jangka panjang. Karena itu, dia menerangkan, fluktuasi harga saham di pasar sekunder merupakan dinamika wajar karena dipengaruhi oleh besar-kecilnya demand investor.
"(Selain itu), terdapat hal-hal lain yang juga dapat memengaruhi pergerakan harga saham, seperti sentimen pasar, kondisi makroekonomi, pilihan investasi untuk pemenuhan portfolio investor baik yang berasal dari saham di sektor lain ataupun instrument lain hingga tingkat likuiditas," urainya.
Baca Juga: Mirae Asset Sekuritas Hati-hati Pilih Emiten IPO Di 2025
Sekali lagi, penurunan harga saham dalam jangka pendek tak selalu mencerminkan lemahnya kinerja dan kualitas perusahaan yang baru tercatat.
Untuk memastikan itu, BEI juga secara konsisten memperkuat peran sebagai fasilitator dan pengawas dalam rangka menjaga kepercayaan investor sekaligus keberlanjutan perusahaan tercatat.
Diwujudkan melalui serangkaian upaya pendampingan serta pengawasan yang berkesinambungan, sehingga perusahaan tercatat dapat terus menjaga kinerja, meningkatkan transparansi, dan memenuhi kewajiban keterbukaan informasi.
Baca Juga: Pekan Ini IHSG Finis ke 8.118! Kapitalisasi Pasar Tembus Rp15.079 T
Lebih lanjut, BEI juga mengevaluasi berkala emiten, yang tidak hanya berfokus pada kepatuhan regulasi, tetapi juga pada penerapan praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.
"Dengan langkah-langkah ini, BEI mengupayakan bahwa standar kualitas IPO di Indonesia terjaga baik, sehingga perusahaan tercatat mampu memberikan nilai tambah jangka panjang bagi investor," tutup dia.