29 Agustus 2025
17:47 WIB
Termasuk Rantis, Anggaran Pengendali Massa Polri 2021-2025 Tembus Rp2,6 T
Pemerintah gelontorkan anggaran pengadaan alat dan fasilitas pengendalian massa Polri-Brimob 2021-2025 menyentuh Rp2,6 triliun. Mulai dari pengadaan peluru karet sampai drone pelontar gas air mata.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Aparat keamanan dengan seragam keamanan lengkap bersiaga. Antara Foto/Kornelis Kaha
JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA) mengungkap, pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk pengadaan alat dan fasilitas pengendalian massa yang digunakan Polri atau Brimob menyentuh Rp2,6 triliun dalam lima tahun terakhir (2021-2025).
"Pengadaan alat pengendalian massa tersebut meliputi peluru karet, tongkat baton, amunisi huru-hara, hingga drone pelontar gas air mata," ujar Peneliti Seknas FITRA Gurnadi Ridwan dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (29/8).
Baca Juga: Pengadaan Mobil Rantis Brimob Telan Anggaran APBN Rp199,7 Miliar
Gurnadi mengatakan, alat-alat tersebut dikenal sebagai instrumen represif dalam menghadapi demonstrasi. Seiring dengan makin besarnya anggaran instrumen represif, tindakan kekerasan aparat ke para demonstran juga bertambah marak.
Spesifik, pengeluaran terbesar terjadi di 2021, di mana anggaran untuk gas air mata, pelontar dan masker mencapai Rp642,2 miliar, serta anggaran untuk tongkat baton mencapai Rp42,8 miliar.
FITRA menyorot, pemerintah memang sempat menurunkan anggaran untuk pembelian gas air mata setelah insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada 2022.
Namun, penurunan anggaran gas air mata justru digantikan dengan kenaikan anggaran untuk pembelian tongkat baton dengan nilai tidak main-main, yang jika ditotal sepanjang 2021-2025 mencapai Rp1,02 triliun. Adapun pembelian tongkat baton terbesar dilakukan di 2024 dengan nilai mencapai Rp596,1 miliar.
"Itu di luar belanja Polri untuk pembelian drone pelontar gas air mata yang diperkirakan mencapai Rp18,9 miliar dan peluru karet atau pepper projectile Rp49,9 miliar pada 2022," tambah Gurnadi.
Warga mengamati kendaraan taktis (rantis) polisi yang terparkir di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (30/6/2024). Antara Foto/Bayu Pratama S/aww.Spesifik jika melihat alokasi belanja pengendali massa berdasarkan jenis alat dan fasilitas, dari Rp2,6 triliun dana yang digelontorkan pemerintah dalam lima tahun terakhir, gas air mata, pelontar dan masker mengambil porsi paling besar di atas tongkat baton mencapai Rp1,12 triliun.
Setelahnya, kendaraan rantis mendapat alokasi dana sebesar Rp200 miliar; perlengkapan antianarkis Rp95 miliar; Ranmor R2 antianarkis Rp79 miliar; amunisi huru-hara Rp60 miliar; peluru karet Rp50 miliar serta drone dan pemeliharaan sebesar Rp37 miliar.
Anggaran 2026 Polri Membengkak
Sementara itu, jika menilik Nota Keuangan RAPBN 2026, anggaran belanja yang diajukan untuk Polri mencapai Rp145,6 triliun, di mana nilai tersebut tersebut terus melonjak dalam lima tahun terakhir.
Spesifik, belanja Polri berada di kisaran Rp102,2 triliun di 2021; naik menjadi Rp114,2 triliun di 2022; naik lagi jadi Rp119,8 triliun di 2023; melonjak jadi Rp136,5 triliun di 2024; dan naik lagi Rp138,5 triliun untuk outlook di 2025.
Iring-iringan kendaraan taktis Brigade Mobil (Brimob) Polri di Kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Antara Foto/Dhoni Setiawan/ama/ed/13.Adapun pengajuan anggaran Polri 2026 mencapai Rp145,6 triliun. Dari jumlah ini, sekitar Rp58,1 triliun rencananya akan dipakai untuk program modernisasi alat material khusus (almatsus) dan sarana-prasarana Polri. Selain itu, sekitar Rp14,9 triliun juga akan digunakan untuk program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Baca Juga: Kapolri Minta Maaf Insiden Rantis Tabrak Ojol
Fakta lainnya, Polri menjadi lembaga penerima anggaran tertinggi ketiga setelah Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kementerian Pertahanan.
Melihat makin meningkatnya anggaran belanja yang diajukan Polri, Gurnadi menegaskan, alih-alih memperbesar anggaran untuk gas air mata, negara seharusnya mengutamakan belanja yang mendorong penguatan kapasitas aparat dalam pendekatan humanis, dialogis, dan persuasif.
Menurutnya, pendekatan keamanan berbasis hak asasi manusia jauh lebih sesuai dengan prinsip negara demokrasi ketimbang menambah anggaran untuk instrumen represif.
"Anggaran negara harus mengayomi rakyat, bukan menakuti apa lagi membungkam suara rakyat. Demokrasi tidak bisa tumbuh dalam suasana ketakutan," tegasnya.