02 Agustus 2024
18:24 WIB
Tarik Investor, Menteri ESDM Siapkan Perubahan Kebijakan Hulu Migas
Banyak kontraktor 'lari' ke Guyana hingga Mozambik hanya karena kebijakan hulu migas yang lebih sederhana.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif saat berbincang dengan awak media di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Jumat (2/8). ValidNewsID/ Yoseph Krisnha
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyebut pihaknya tengah membenahi sederet kebijakan sektor hulu migas dalam rangka menciptakan daya tarik bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Sejumlah negara, sambungnya, telah menetapkan skema kebijakan yang sederhana, seperti Mozambik hingga Guyana. Hal itu ditengarai menjadi musabab banyak KKKS yang beralih ke dua negara tersebut.
"Banyak KKKS lari ke tempat lain ya, Guyana contohnya, kemudian Mozambik. Mereka keluarkan skema yang simple, yaitu tax dan royalti saja," imbuh Menteri Arifin saat berbincang dengan awak media di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Jumat (2/8).
Baca Juga: Insentif Hulu Migas Bakal Sia-Sia Jika Kontraktor Masih Keluhkan Kebijakan
Sementara di Indonesia, KKKS masih dikenakan indirect taxes, PPN, PBB, hingga bea masuk pada tahap eksploitasi wilayah kerja (WK) migas.
"Sehingga kita sedang perbaiki PP Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 Tahun 2017. Mudah-mudahan ini bisa diselesaikan," kata dia.
Meski begitu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk kegiatan eksploitasi hulu migas tidak akan dihapus oleh pemerintah. Hanya saja, skemanya yang diubah guna menarik minat investasi dari KKKS.
Formulasinya pun masih menggunakan formula terhadap lifting minyak. Tetapi, kemungkinan besar PBB hanya dikenakan pada lifting bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
"Jadi harusnya hanya dikenakan pada lifting bagian KKKS saja, tapi yang punya pemerintah selama ini juga dikenakan, jadi dua kali ya. Inilah memang policy baru yang kita upayakan. Pajak-pajak yang terlalu banyak membebani itu akan disesuaikan supaya tidak numpuk lah pajaknya," sebut Arifin.
Selanjutnya pada Production Sharing Contract (PSC) jenis gross split, pemerintah dijelaskannya bakal menyederhanakan komponen supaya lebih implementatif, dari 13 komponen menjadi hanya 5 komponen.
Tak sampai situ, terdapat juga rencana menambah split bagi kontraktor dalam rangka menciptakan daya tarik. Misalnya untuk pengeboran migas non konvensional (MNK) bisa mendapat split yang lebih besar karena biayanya yang juga lebih tinggi.
"MNK itu bisa dapat lebih besar karena cost-nya banyak, risiko tinggi, PSC-nya juga itu gross split karena kalau cost recovery ada prosedur yang butuh waktu lama," paparnya.
Eks-Duta Besar RI untuk Jepang itu pada Mei 2024 lalu juga telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 110.K/MG.01/MEM.M/2024 dalam rangka reaktivasi lapangan migas potensial yang selama ini tidak diusahakan (idle).
Baca Juga: Luhut Bentuk Satgas Perbaikan Investasi Hulu Migas
Dirinya pun telah meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk melakukan inventarisasi lapangan-lapangan idle supaya bisa diaktifkan kembali oleh KKKS eksisting.
Kemudian, Arifin juga mendorong adanya kerja sama antara KKKS eksisting pengelola lapangan idle dengan penyedia teknologi tertentu dalam rangka mengoptimalkan produksi dari lapangan yang selama ini tak diusahakan tersebut.
"Atau bisa diupayakan jadi WK baru untuk dikelola oleh KKKS baru karena ini lama sekali lapangan yang ada, kemudian dikembalikan ke pemerintah dengan mempertimbangkan kewajiban pascaoperasi yang harus diipenuhi dan dilelang kembali," tandas Menteri Arifin Tasrif.