c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

30 April 2025

18:54 WIB

Tarif Trump Ditunda, Wamenperin: Peluang RI Raih Peluang Pasar Baru

Wamenperin menilai adanya penundaan tarif Trump selama 90 hari bisa menjadi peluang Indonesia dalam membenahi industri dalam negeri dan mencari peluang pasar baru.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Tarif Trump Ditunda, Wamenperin: Peluang RI Raih Peluang Pasar Baru</p>
<p id="isPasted">Tarif Trump Ditunda, Wamenperin: Peluang RI Raih Peluang Pasar Baru</p>

Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan seusai pembukaan Forum Industri Hijau 2025 di Bandung, Rabu (30/4). Sumber: Kemenperin

BANDUNG - Wakil Menteri Perindustsrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan, penundaan penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) hingga 9 Juli 2025 mendatang, menjadi peluang Indonesia untuk bernegosiasi termasuk menawarkan keseimbangan perdagangan (trade balancing) baru. Meski ditunda, pemerintah mengaku yakin bahwa nantinya, tarif impor yang diberlakukan AS akan kembali seperti semula, tanpa adanya resiprokal.

"Ketika Presiden Trump memutuskan untuk menunda 90 hari, ya ini kesempatan kita untuk melakukan negosiasi jadi lebih besar," kata Faisol dikutip dari Antara, Rabu (30/4).

Faisol menjelaskan, salah satu langkah yang harus dilakukan pemerintah saat ini yakni menjaga keseimbangan perdagangan kedua negara.

Baca Juga: Indef: Hadapi Perang Dagang, RI Perlu Diversifikasi Pasar Ekspor Halal

Ia juga menilai, dengan adanya masa penundaan penerapan tarif resiprokal ini, maka bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki industri di dalam negeri, meningkatkan kualitas, hingga mencari akses pasar baru di berbagai negara selain Amerika Serikat (AS).

"Karena situasi yang tidak menentu ini harus kita sikapi dengan beberapa pembukaan peluang-

peluang di negara-negara maupun kawasan yang tepat," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan terkait keseimbangan perdagangan. Menurut Faisol, jika impor barang dari AS meningkat, hal tersebut tak perlu dikhawatirkan, selama yang diimpor adalah bahan baku untuk industri agar bisa beroperasi.

"Belum tentu importasi naik dan belum tentu importasi itu merugikan. Tapi memang ini kesempatan untuk industri dalam negeri juga meningkatkan daya saingnya supaya bisa bersaing dengan barang jadi yang impor. Mudah-mudahan semua bisa dilalui oleh pemerintah dengan baik," tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) menilai, langkah presiden Trump dalam menerapkan tarif resiprokal yang sejalan dengan tagline "Make America Great Again" (MAGA), bertujuan untuk mengembalikan AS menjadi negara manufaktur seperti dahulu. Langkah tersebut dilakukan dengan alasan agar konntribusi manufaktur AS meningkat terhadap besaran GDP mereka.

"Saya melihat bahwa MAGA itu sebetulnya, esensinya, menjadikan AS kembali ke negara manufaktur atau negara industri. Kita lihat dalam beberapa puluh tahun terakhir, kontribusi manufaktur di AS terhadap GDPnya terus menurun, kalau nggak salah 11% sampai 12%, jadi terus menurun," jelas Agus dalam Rapat Kerja dengan Komissi VII DPR RI, Selasa (29/4).

Baca Juga: Indonesia Bidik Sudan Sebagai Hub Ekspor Produk Perikanan Ke Afrika

Angka tersebut menurut Agus, lebih kecil dibadingkan kontribusi manufaktur Indonesia tehadap GDP yang mencapai 18,9%. Bahkan jika dibandingkan Jepang dan Jerman masih jauh. Kontribusi manufaktur kedua negara ini flat terhadap GDP, yakni berada di kisaran 20%. Ini terjadi karena kebijakan industri Jepang dan Jerman ramah terhadap industri yang berkelanjutan.

Sementara itu, Agus pun berpesan untuk membangun atau mengembalikan suatu negara menjadi negara manufaktur, memerlukan waktu dan usaha yang panjang. Pasalnya, hal tersebut melibatkan pembangunan ekosistem dan rantai pasok.

"Membangun manufaktur dengan ekosistemnya termasuk supplay chain tidak semudah membalikkan telapak tangan. It takes time dan effort. Jadi kita mencapai titik 18,9% itu kerjaan yang berat dan sudah kita lakukan sejak lama," tandas Agus.

Agus menegaskan, pembangunan industri manufaktur dalam suatu negara tidak mudah. Namun industri manufaktur merupakan tulang punggung dari segala perekonomian nasional.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar