c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

10 April 2025

18:51 WIB

Tarif AS Bikin Bitcoin Alami Koreksi Lebih Dari 25%, Begini Strategi Investasi

Penurunan volume perdagangan serta minimnya minat beli aset kripto, termasuk Bitcoin, menandakan pasar masih dalam fase konsolidasi, dengan tekanan jual yang belum sepenuhnya mereda.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Tarif AS Bikin Bitcoin Alami Koreksi Lebih Dari 25%, Begini Strategi Investasi</p>
<p id="isPasted">Tarif AS Bikin Bitcoin Alami Koreksi Lebih Dari 25%, Begini Strategi Investasi</p>

Pelaku bisnis Kripto memantau grafik perkembangan nilai aset kripto, Bitcoin di Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023). ValidNewsID/Arief Rachman 

JAKARTA - Ketidakpastian global kembali meningkat seiring kebijakan tarif diumumkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump terhadap negara-negara mitra dagang.

Chief Marketing Officer Tokocrypto Wan Iqbal melihat hal ini memberikan tekanan pada aset berisiko seperti kripto. Hal ini ditunjukkan dari Bitcoin yang sempat mengalami koreksi lebih dari 25% dari titik tertingginya. Altcoin juga menunjukkan hal yang sama.

“Situasi makro saat ini memaksa investor untuk lebih berhati-hati, terutama terhadap aset berisiko,” kata Wan Iqbal dalam pernyataan resmi, Kamis (10/4).

Iqbal menilai penurunan volume perdagangan serta minimnya minat beli menandakan pasar masih dalam fase konsolidasi, dengan tekanan jual yang belum sepenuhnya mereda.

“Kondisi ini mendorong investor untuk sementara waktu mengalihkan fokus ke aset mayor seperti Bitcoin dan stablecoin, sembari menghindari altcoin spekulatif yang cenderung lebih rentan terhadap fluktuasi tajam,” ujar Wan Iqbal.

Baca Juga: Sempat Terkoreksi, Bitcoin Kini Kembali Sentuh US$80.000

Selain kripto, sentimen risk-off yang ditimbulkan juga berdampak luas, misalnya terhadap koreksi tajam di pasar saham global hingga pelemahan nilai tukar rupiah.

IHSG sendiri sempat mencatat aksi panic selling dan rupiah terus melemah terhadap dolar AS, dengan nilai tukar USD/IDR spot menyentuh Rp16.864 dan sempat melampaui Rp17.000 di pasar offshore.

“Di tengah kondisi ini, pelaku pasar mulai mengadopsi pendekatan defensif,” kata Iqbal.

Kendati Presiden Trump mengumumkan penundaan sementara tarif selama 90 hari untuk 75 negara yang tengah bernegosiasi, kebijakan tarif terhadap China justru diperketat.

Tarif terhadap Negeri Tirai Bambu kini dinaikkan menjadi 125% dan berlaku segera, memicu kekhawatiran eskalasi konflik dagang jangka panjang.

USDT Jadi Pilihan Utama Investor Lokal
Di tengah fluktuasi nilai tukar dan gejolak global, Iqbal melihat investor kripto di Indonesia terlihat mulai beralih ke aset yang lebih stabil seperti stablecoin, khususnya Tether (USDT).

Data dari Bappebti menunjukkan USDT telah menjadi aset kripto paling banyak diperdagangkan di Indonesia selama dua tahun terakhir, mengungguli Bitcoin, Ethereum, hingga Solana.

Menurut data yang dihimpun dari CoinMarketCap, volume perdagangan USDT di tiga bursa kripto terbesar Indonesia telah melampaui angka US$7 miliar sejak awal 2024.

Di Tokocrypto, pasangan perdagangan USDT/IDR menyumbang lebih dari 25% dari total volume harian dalam 24 jam terakhir.

Baca Juga: Di Tengah Penurunan BTC, Investor Bisa Ambil Langkah Strategis Dan Disiplin

“USDT telah menjadi jangkar utama dalam aktivitas trading lokal. Selain menawarkan stabilitas harga, USDT juga digunakan investor sebagai alat lindung nilai terhadap volatilitas rupiah. Dominasi ini juga memperkuat posisi USDT sebagai gateway untuk masuk ke berbagai platform DeFi atau aplikasi crypto lainnya,” jelas Iqbal.

Iqbal menambahkan stabilitas USDT membantu mempertahankan likuiditas dan menjadi alternatif menarik bagi investor yang ingin menjaga arus kas tanpa perlu terpapar risiko fluktuasi harga kripto secara langsung.

Strategi Bertahan di Tengah Tekanan
Melihat kondisi pasar saat ini, Iqbal merekomendasikan beberapa pendekatan strategis, antara lain fokus pada aset mayor seperti Bitcoin, penggunaan strategi Dollar Cost Averaging (DCA), serta menghindari altcoin spekulatif.

“Selain itu, diversifikasi sebagian portofolio ke stablecoin seperti USDT atau USDC dapat menjadi langkah protektif terhadap depresiasi rupiah,” katanya.

Bagi investor yang tetap ingin menjaga imbal hasil, Iqbal menyarankan untuk eksplorasi produk staking yang bisa menjadi opsi untuk menjaga cash flow selama periode volatilitas.

Baca Juga: Ditekan Tarif Resiprokal, Bitcoin Turun Di Bawah US$80.000

“Investor dapat memanfaatkan fitur staking untuk mendapatkan pendapatan pasif dari aset kripto yang dimiliki, tanpa harus menjualnya di tengah kondisi pasar yang belum stabil,” ucapnya.

Namun dia juga mengingatkan pentingnya untuk tetap memperhatikan aspek likuiditas dan risiko lock-up, agar strategi ini tetap sejalan dengan kebutuhan jangka pendek dan tujuan investasi masing-masing.

“Pasar kripto tidak hanya soal spekulasi, tetapi juga manajemen risiko. Dalam situasi seperti sekarang, penting bagi investor untuk tetap waspada dan mengambil langkah cerdas dalam mengelola portofolio mereka,” tutup Iqbal.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar