13 November 2025
18:59 WIB
Tanpa Peremajaan, Kementan Proyeksi Produksi CPO RI Turun Sampai 2045
Kementan menekankan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) berperan krusial pada produksi sawit sepanjang 2025-2045. Pemerintah mengklaim telah menyederhanakan regulasi guna mempercepat PSR.
Editor: Khairul Kahfi
Kementan menanam kelapa sawit pada kegiatan kick off penanaman perdana PSR tumpang sari dengan Padi Gogo di Kebun Koperasi Unit Desa (KUD) Gajah Mada di Desa Telagasari, Kotabaru, Kalimantan Selatan, Rabu (24/4/2024). Antara/Tumpal Andani Aritonang
JAKARTA - Pemerintah mengklaim telah menyederhanakan regulasi guna mempercepat program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), sebagai salah satu upaya meningkatkan produktivitas komoditas perkebunan unggulan RI tersebut.
Plt Dirjen Perkebunan Kementan Abdul Roni Angkat menyampaikan, saat ini produksi minyak sawit mentah (CPO) sebesar 48,12 juta ton, atau terpantau naik dari 2024 yang sebesar 47,47 juta ton. Dia menekankan, keterlambatan peremajaan kebun sawit akan cukup 'mahal' untuk bisa ditebus Indonesia di masa depan.
"Apabila Kebun Sawit Rakyat (PSR) tidak dilakukan peremajaan dan/atau intensifikasi, maka mulai tahun 2025 akan terjadi penurunan produksi hingga tahun 2045," jelasnya dalam ajang 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) dan 2026 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11), melansir Antara.
Baca Juga: GAPKI: Kinerja Sawit Melejit, Ekspor CPO Sumbang Devisa US$27,3 M
Jika sampai terjadi, Kementan memproyeksi, produksi CPO RI akan turun menjadi hanya sebesar 44,34 juta ton, dengan produktivitas sebesar 3,1 ton/ha/tahun
Oleh karena itu, Abdul Roni menyatakan, dalam upaya meningkatkan produktivitas, pemerintah mempercepat Program PSR dengan reformasi regulasi besar-besaran.
Dia mencontohkan, reformasi regulasi tersebut seperti penyederhanaan persyaratan PSR dari 14 syarat menjadi 2 syarat, pemangkasan verifikasi PSR dari 3 tahap menjadi 1 tahap, kemudian integrasi proses PSR melalui sistem digital nasional.
"Penyederhanaan PSR merupakan langkah nyata memudahkan pekebun dan mempercepat peremajaan,” katanya.
Dia mengatakan, industri sawit nasional kini mencakup 16,38 juta hektare, dengan 42% di antaranya dikelola oleh pekebun rakyat. Industri ini juga diperkirakan menyerap 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung.
Seiring meningkatnya kebutuhan sawit domestik untuk minyak goreng dan biodiesel, menurut dia,
Pemerintah juga, lanjutnya, mendorong hilirisasi sawit seiring meningkatnya kebutuhan sawit domestik untuk minyak goreng dan biodiesel. Melalui pembangunan fasilitas biodiesel, DMO minyak goreng, margarin, bio propylene glycol, serta unit pengolahan inti di berbagai provinsi seperti Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan.
"Program hilirisasi diproyeksikan menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru dan meningkatkan kontribusi sawit terhadap PDB nasional," katanya.
Kinerja Ekpor CPO RI Tumbuh Signifikan
Sebelumnya, BPS mencatat, kinerja ekspor komoditas nonmigas unggulan Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan pada sektor CPO dan produk turunannya sepanjang periode Januari-September 2025 senilai US$18,14 miliar.
Baca Juga: GAPKI Proyeksikan Harga CPO Di Sisa 2025 Tembus US$1.300/MT
Nilai ekspor tersebut melonjak tajam 32,40% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai US$13,70 miliar.
Peningkatan nilai ini didukung oleh lonjakan volume pengiriman, yang juga naik signifikan sebesar 11,62% (yoy). Volume ekspor CPO dan turunannya naik dari 15,75 juta ton menjadi 17,58 juta ton.
Secara keseluruhan, CPO dan turunannya merupakan salah satu komoditas penyumbang terbesar nilai ekspor nonmigas Indonesia, dengan pangsa sebesar 9,08% dari total ekspor nonmigas unggulan pada periode ini.