c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

20 Mei 2024

19:37 WIB

Sri Mulyani Perkirakan Lifting Minyak Tahun Depan Kembali Anjlok

Proyeksi lifting minyak tahun depan jauh lebih rendah dibanding target produksi tahun ini.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Sri Mulyani Perkirakan <em>Lifting&nbsp;</em>Minyak Tahun Depan Kembali Anjlok</p>
<p>Sri Mulyani Perkirakan <em>Lifting&nbsp;</em>Minyak Tahun Depan Kembali Anjlok</p>

Ilustrasi. Pekerja mengecek pompa angguk yang beroperasi di Lapangan Duri, yang merupakan salah satu lapangan injeksi uap terbesar di dunia di Blok Rokan, Riau, Jumat (19/8/2022). Antara Foto/Akbar NG

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut panasnya tensi geopolitik yang masih berlanjut saat ini bakal berdampak kepada Indonesia, termasuk dari sisi produksi minyak mentah.

Tak tanggung-tanggung, Bendahara Negara memproyeksi lifting minyak mentah tahun 2025 mendatang hanya di kisaran 580 ribu-601 ribu barel per hari, serta lifting gas di angka 1.004-1.007 barel setara minyak per hari.

"Dengan mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut maka harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar US$75-US$85 per barel, lifting minyak bumi 580 ribu-601 ribu barel per hari, lifting gas 1.004-1.047 barel setara minyak per hari," imbuh Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komplek Senayan, Senin (20/5).

Sekadar informasi, proyeksi lifting minyak tahun 2025 mendatang itu jauh lebih rendah dibandingkan target produksi minyak yang dipatok sebesar 635 ribu BOPD tahun ini.

Artinya, target tahun ini hingga proyeksi lifting tahun depan masih amat jauh dari target 2030 sebesar 1 juta BOPD. Teranyar, SKK Migas hanya mencatat lifting minyak sekitar 605 ribu barel per hari (BOPD) pada 2023 lalu dari target 660 ribu BOPD yang ditetapkan pada APBN.

Baca Juga: Begini Bocoran Target Lifting Minyak dan Gas 2025

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto di sela gelaran Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) 2024 menyebut pihaknya telah mengkaji lebih lanjut mengenai target lifting 1 juta barel minyak per hari.

Dirinya tak menampik bahwa sederet tantangan menghadang industri hulu migas nasional, salah satunya ialah pandemi covid-19 yang mengakibatkan pembatasan mobilitas selama lebih dari dua tahun.

"Tapi kita masih commit bahwa oke karena ini (pandemi) menjadi permasalahan kemarin, ini kita geser. Jadi kemudian 1 juta BOPD itu di 2032," ungkap Dwi, Selasa (14/5).

Meski begitu, Dwi menegaskan pemerintah bakal terus mendorong potensi sumber daya minyak di berbagai wilayah kerja, baik blok migas yang terbuka maupun blok migas yang sudah beroperasi.

"Baik masih area terbuka maupun sudah merupakan WK yang ada, mana saja yang potensi minyak, itu kita dorong terus," tegasnya.

Eks-Direktur Utama PT Pertamina (Persero) itu mencontohkan pada proyek Forel Bronang yang digawangi oleh Medco E&P Natuna Ltd. bakal diupayakan untuk onstream tahun ini setelah gagal di tahun 2023 lalu.

"Tadinya diharapkan tahun lalu sudah onstream (Forel Bronang), tahun ini kita dorong supaya dia segera onstream," kata Dwi.

Baca Juga: Lifting Migas 2023 Merosot Dari Target, Ini Sebabnya

Kemudian untuk Lapangan Hidayah milik Petronas, Dwi Soetjipto menyebut produksi di lapangan yang masuk dalam WK North Madura II itu juga bakal dipercepat. Petronas, sambung Dwi, telah berkomitmen untuk mempercepat onstream Lapangan Hidayah dari yang awalnya tahun 2027 menjadi 2026 atau dua tahun mendatang.

Selanjutnya, Dwi juga menilai WK Offshore North West Java (ONWJ) yang dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) juga semestinya bisa dipercepat untuk onstream dan mendukung pencapaian target produksi minyak 1 juta BOPD.

"Ada juga yang masih minyak berat di Zulu itu ONWJ juga, dan itu kita minta dipercepat karena minyak berat dan di tengah laut," jelasnya.

Guna mengatasi tantangan dalam menggarap potensi minyak berat (heavy oil), Dwi menyebut pihaknya bersama kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) bakal belajar dari perusahaan lain dengan kasus serupa.

"Kita coba belajar dari perusahaan lain, misalnya apakah itu di Petrochina atau yang lain yang punya case yang sama, untuk bisa dipercepat untuk yang minyak," tandas Dwi Soetjipto.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar