c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

01 Oktober 2024

08:00 WIB

SMF: 4,48 Juta Rumah Tangga Huni Rumah Bukan Milik dan Tidak Layak

SMF menilai pemerintah perlu data akurat-mendetail dalam program perumahan ke depan. Selain akurasi penerima program, langkah tersebut bisa ikut meringankan beban APBN.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">SMF: 4,48 Juta Rumah Tangga Huni Rumah Bukan Milik dan Tidak Layak</p>
<p id="isPasted">SMF: 4,48 Juta Rumah Tangga Huni Rumah Bukan Milik dan Tidak Layak</p>

Chief economist SMF Research Institute Martin Daniel Siyaranamual menilai, penurunan jumlah kelas menengah RI bisa menjadi isu pemberat situasi pembiayaan perumahan tahun depan, Lampung, Minggu (29/9). ValidNewsID/ Khairul Kahfi

LAMPUNG - Chief economist SMF Research Institute Martin Daniel Siyaranamual mengestimasi, sekitar 4.486.784 atau 4,48 rumah tangga Indonesia masih tinggal di rumah yang bukan miliknya dan tidak layak huni. Jumlah ini didapat dari persinggungan antara data backlog kepemilikan rumah dan backlog kelayakan hunian saat ini.

Susenas Maret 2023 menunjukkan, sebanyak 9.905.824 atau 9,9 juta rumah tangga masih tinggal di rumah bukan miliknya (backlog kepemilikan). Sedangkan, sebanyak 26.921.971 atau 26,92 juta rumah tangga masih tinggal di hunian tidak layak (backlog kelayakan hunian).

“Seolah-olah angka backlog itu berbeda, eksklusif, dan tidak ada hubungannya. Backlog kepemilikan 9,9 juta (rumah tangga), lalu rumah tidak layak unik 26,92 juta… (Padahal) ada persinggungan atau irisan antara dua angka ini, yaitu mereka yang sudah punya tempat tinggal tapi bukan punyanya dan tidak layak huni, sebanyak 4,48 juta,” katanya dalam pemaparan Kinerja Semester I/2024 dan Media Gathering, Lampung, Minggu (29/9).

Seharusnya, Daniel berpendapat, masalah backlog rumah tidak perlu dibedakan secara ‘eksklusif’ antar kelompok namun perlu diberikan pendekatan yang lebih mendetail dan spesifik. Dengan begitu, kebijakan yang pemerintah terapkan akan bisa lebih tepat sasaran.

Data yang semakin akurat dan mendetail akan membuat proses intervensi solusi atas masalah perumahan bisa menjadi lebih terarah. Dia percaya hal ini dapat membuat anggaran program menjadi lebih efisien.

Upaya tersebut juga akan memudahkan proses monitoring dan evaluasi program ketika sudah dijalankan di lapangan. Harapannya, pemerintah dapat mengukur dengan saksama kelanjutan program dalam 5-10 tahun mendatang atau lebih jauh dari itu.

“Ke depan dampak (program pembangunan) itu harapannya bisa jelas. Mulai dari mana? Angkanya dulu kita perbaiki. Bukan angkanya (eksisting) salah ya, cuman kita harus bisa memilih lebih detail, apa sih yang sedang kita rencanakan?” tegasnya.

Baca Juga: Tumbuh 17,28%, SMF Cetak Laba Semester I/2024 Rp285 M

Jika dikaitkan dengan program pembangunan 3 juta rumah, pemerintah bisa lebih spesifik menetapkan arah pelaksanaan. Pertama, dengan rencana penyelesaian masalah backlog rumah di Indonesia dari sisi kepemilikan atau kelayakan terlebih dulu.

Kedua, pemerintah juga bisa mengefektifkan lokasi pembangunan rumah, apakah di wilayah metropolitan, perkotaan, maupun kabupaten atau perdesaan. Ketiga, pemerintah juga bisa mengklasifikasi operasionalisasi program dengan melihat kemampuan ekonomi masyarakat, apakah miskin, rentan atau Mayarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Keempat, pemerintah juga bisa menyisir profil usaha/kerja masyarakat dengan melihat sektor formal atau informal. “Nah, intervensi yang harus dilakukan (program pemerintah membangun rumah) adalah kombinasi dari keempat dimensi ini,” jelasnya.

Martin menyimulasikan, jika ada masyarakat pekerja informal, dengan pendapatan rendah, tinggal di daerah perkotaan, dan punya rumah tidak layak huni, maka pemerintah bisa mengintervensi hal tersebut dengan kebijakan atau program perbaikan rumah. Namun, apabila orang tersebut tidak punya rumah, maka pemerintah bisa menyiapkan kebijakan kemudahan huni rumah susun (high-rise building). 

Hal ini juga bisa berlaku untuk kawasan perdesaan. Misal, jika ada petani miskin yang sudah punya rumah tidak layak, maka pemerintah bisa memberikan intervensi perbaikan rumah. Adapun, skema pinjaman murah dapat diberlakukan kepada petani di wilayah sama, asalkan punya kekuatan pendapatan yang lebih tinggi.

“Jadi intervensinya tergantung dari (berbagai) dimensi ini,” urainya.

Rencana Anggaran Perumahan 2025
Dalam Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2025, Kemenkeu mencatat, anggaran fungsi perumahan dan fasilitas umum direncanakan sebesar Rp15.706,6 miliar atau Rp15,7 triliun. Adapun target output prioritas mencakup pembangunan rumah susun sebanyak 3.884 unit; dan pembangunan rumah swadaya sebanyak 18.235 unit.

Kemudian, pembangunan prasarana dan sarana umum perumahan sebanyak 10.550 unit; pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan kapasitas 773 liter/detik; serta pembangunan Rumah Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK) di kawasan transmigrasi sebanyak 50 unit.

Secara umum, di 2025, anggaran fungsi perumahan dan fasilitas umum mendukung salah satu Prioritas Nasional dalam RKP 2025 yaitu Membangun dari Desa dan Dari Bawah untuk Pertumbuhan Ekonomi, Pemerataan Ekonomi, dan Pemberantasan Kemiskinan. Adapun kebijakan diarahkan untuk penyediaan perumahan dan kawasan permukiman. 

Baca Juga: SMF Ungkap 2 Tantangan Utama Program 3 Juta Perumahan Prabowo-Gibran  

Selanjutnya, kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain penyediaan akses rumah layak huni; penyelenggaraan permukiman, penyelenggaraan sanitasi layak; penyelenggaraan air minum layak; pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat desa, daerah tertinggal dan transmigrasi; serta penyelenggaraan pembinaan infrastruktur permukiman.

Adapun anggaran fungsi perumahan di 2025 cederung anjlok sebesar 61,2% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp40,5 triliun. Jika ditarik garis hingga 2020, rencana anggaran perumahan 2025 cenderung turun drastis, dibanding 2020-2023 yang masing-masing sempat mencapai Rp22,8 triliun, Rp30,6 triliun, Rp25,1 triliun, dan Rp38,1 triliun.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar