18 Desember 2023
10:29 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengoptimalkan utilisasi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana meyakini pengembangan teknologi energi bersih akan mengakselerasi skala keekonomian harga EBT yang kini semakin kompetitif dan mulai dilirik investor.
Lewat keterangan tertulisnya, Dadan menyebutkan harga listrik dari pembangkit berbasis EBT sudah hampir mendekati harga listrik berbasis fosil, bahkan sudah ada yang lebih efisien.
"Perkembangan positif ini membuat keseimbangan persaingan usaha antara EBT dan energi fosil. Dengan begitu, pemerintah punya alasan kuat untuk menjadikan EBT sebagai sumber energi," ujar dia, Senin (18/12).
Baca Juga: Buah Tangan Dari Tiongkok, PLN Kantongi Tujuh Kerja Sama
Dadan menambahkan, kemajuan teknologi energi terbarukan, khususnya pada tenaga surya dan tenaga angin (bayu), membuka peluang efisiensi yang lebih tinggi sehingga biaya produksi listrik bisa lebih rendah ketimbang pembangkit listrik berbasis batu bara.
Dia mencontohkan PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto pada 2016 punya kontrak listrik seharga US$10,9 sen/kWh dan telah disetujui oleh Menteri ESDM. Sementara saat ini, sudah ada kontrak baru PLTB di Kalimantan Selatan dengan harga US$6 sen/kWh.
"Kapasitasnya sama kira-kira 75 MW. Jika dibandingkan harga 6-7 tahun lalu, sekarang sudah di bawah US$6 sen/kWh," kata Dadan.
Begitupun untuk PLTS Terapung Cirata yang diresmikan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, Dadan mengatakan harga listriknya berada di bawah US$6 sen/kWh, tepatnya US$5,8 sen/kWh.
Jika dikomparasikan dengan harga batu bara acuan (HBA) US$125-US$130 per ton, dia meyakini harga listrik dari EBT sudah bisa bersaing. Pasalnya, produksi listrik PLTU membutuhkan sekitar 0,7-0,8 kg batu bara/kWh atau berkisar US$8,75–10,4 sen/kWh.
Baca Juga: ESDM: Potensi EBT Indonesia 3.687 Giga Watt
"Jadi, komponen bahan bakarnya itu bisa langsung dihitung di situ. Yang per sekarang angkanya harus lebih mahal dari yang tadi. Apakah EBT ini kompetitif? sekarang sudah tendensinya ke situ," terangnya.
Secara garis besar, Dadan menegaskan bahwa saat ini harga listrik dari energi baru dan terbarukan sudah masuk skala keekonomian dan dapat bersaing dengan energi fosil, utamanya batu bara. Artinya, tidak ada lagi alasan untuk tidak menggunakan listrik dari EBT.
"Narasi yang ingin saya bangun itu adalah sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak memakai EBT. Dengan HBA saat ini berkisar di angka sekitar US$130 per ton ini sudah bersaing. Jadi, EBT ini sekarang sudah masuk skala keekonomian, kita head-to-head saja dengan fosil sudah bisa," tandas Dadan Kusdiana.