07 Agustus 2025
11:15 WIB
Saham Perusahaan Migas Rawan Jeblok Akibat Legalisasi Sumur Masyarakat
kebijakan untuk melegalkan sumur minyak masyarakat amat berbahaya bagi keberlangsungan bisnis KKKS. Risiko bisnis perusahaan migas bakal meroket ketika membeli minyak dari sumur-sumur ilegal
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Kementerian ESDM dan SKK Migas ketika meninjau sumur migas Ledok, salah satu lapangan migas tua di wilayah kerja Pertamina EP Cepu di Blora, Jawa Tengah, Kamis (17/7). Dok Kementerian ESDM
JAKARTA - Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (ASPERMIGAS) Moshe Rizal menilai, kebijakan untuk melegalkan sumur minyak masyarakat amat berbahaya bagi keberlangsungan bisnis Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Dia menekankan, risiko operasi perusahaan migas akan makin meningkat dengan bekerja sama dengan UMKM, BUMD, ataupun koperasi yang mengelola sumur masyarakat. Hal ini ditakutkan terjadi karena BUMD, UMKM, dan koperasi belum memiliki kecakapan mengelola sumur minyak.
Sedangkan di lain sisi, beberapa Perusahaan Minyak Internasional (IOC) maupun Perusahaan Minyak Nasional (NOC) kelas global sudah berstatus sebagai perusahaan terbuka yang tercatat di New York Stock Exchange dan London Stock Exchange.
"IOC atau NOC yang kelas dunia yang mereka sudah publik sahamnya ada di New York Stock Exchange misalkan, atau di London Stock Exchange, itu konsekuensinya luar biasa," ujar Moshe kepada Validnews, Jakarta, Kamis (7/8).
Baca Juga: ASPERMIGAS: Legalisasi Sumur Minyak Bukan Solusi Dongkrak Lifting
Ketika ada sumur masyarakat yang sudah dilegalkan dan dikerjasamakan dengan KKKS, risiko kecelakan kerja akan semakin tinggi karena tidak adanya kecakapan pengelolaan sumur minyak sesuai standar Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (HSE).
Praktis, saham perusahaan tersebut bakal jeblok apabila sampai kejadian yang tidak diinginkan, seperti kebakaran dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
"Kalau ada terbakar ataupun ada yang meninggal, konsekuensinya luar biasa, itu langsung ke pusat, sahamnya bisa jatuh," kata dia.
Dengan demikian, Moshe menggarisbawahi, KKKS menanggung konsekuensi yang amat besar dengan adanya legalisasi sumur masyarakat di dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025. Terlebih, sektor migas terkenal amat ketat dengan aspek HSE.
"Sektor migas itu, perusahaan-perusahaan migas itu sangat-sangat ketat akan HSE," tekannya.
Lebih lanjut, menurutnya, pembinaan kepada UMKM, BUMD, maupun UMKM belum bisa menjadi alasan yang kuat untuk melegalkan sumur-sumur minyak yang selama ini dikelola secara 'haram'.
Baca Juga: SKK Migas Minta KKKS Percepat KSO Sumur Minyak Rakyat
Dia mengungkapkan, aspek HSE dalam bisnis migas bukan sekadar edukasi, melainkan investasi tinggi untuk sertifikasi hingga peralatan safety untuk kelengkapan operasi sumur-sumur minyak.
"(HSE) ini butuh biaya, peralatan kerja seperti pipanya, alat ngebornya, itu kan ada sertifikasinya semua," jelasnya.
Moshe mengingatkan, sertifikasi HSE juga harus dilakukan pada tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). Bahkan, seorang engineer butuh waktu 6 tahun untuk bisa mengantongi sertifikat yang diterbitkan BNSP.
ASPERMIGAS pun meyakini, pemerintah tak akan bisa memberi pembinaan kepada UMKM, BUMD, atau pun koperasi secara kilat hanya dalam hitungan bulan untuk mengelola sumur minyak.
Baca Juga: SKK Migas: Puluhan Ribu Sumur Minyak Ilegal Bisa Dikerjasamakan Dengan KKKS
Selalu ada kemungkinan, masyarakat akan kembali ke kebiasaan lama yang abai terhadap aspek HSE, meski sudah menyelesaikan pembinaan dan pelatihan.
"(Masyarakat kelola sumur migas) diberikan training ya enggak bakalan. Dia cuma training, habis itu dilepas tanpa ada kontrol, akan balik lagi seperti semula karena kodratnya manusia selalu mencari yang lebih mudah," tutur dia.