24 Juni 2025
16:10 WIB
Rupiah Menguat Tajam Di Tengah Gencatan Senjata Iran-Israel
Rupiah pada perdagangan Selasa (24/6), ditutup menguat 138 poin di level Rp16.353 per dolar Amerika Serikat (AS) dari penutupan sebelumnya di level Rp16.492 per dolar AS.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Mata uang rupiah pada perdagangan Selasa (24/6), ditutup menguat 138 poin di level Rp16.353 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level Rp16.492 per dolar AS. Bahkan sepanjang hari, rupiah sempat menguat sebesar 150 poin. Sementara, indeks dolar AS justru melemah.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, terdapat beberapa faktor baik eksternal maupun internal yang membuat rupiah menguat tajam.
Untuk faktor eksternal, dia menyebut, Presiden AS Donald Trump mengumumkan pada Senin (23/6), Israel dan Iran telah sepenuhnya menyetujui gencatan senjata. Dia pun menambahkan, Iran akan segera memulai gencatan senjata, diikuti oleh Israel setelah 12 jam.
"Jika kedua belah pihak menjaga perdamaian, perang akan resmi berakhir setelah 24 jam, mengakhiri konflik selama 12 hari (terakhir). Trump mengatakan bahwa gencatan senjata 'lengkap dan total' akan mulai berlaku dengan tujuan untuk mengakhiri konflik antara kedua negara," kata Ibrahim kepada wartawan, Jakarta, Selasa (24/6).
Baca Juga: Rupiah Terbang Seiring Harapan Damai Di Timur Tengah
Menurutnya, keterlibatan langsung AS dalam perang Iran-Israel juga telah memfokuskan investor secara langsung pada Selat Hormuz, jalur air sempit dan vital antara Iran dan Oman di Teluk Timur Tengah yang dilalui antara 18-19 juta barel minyak mentah dan bahan bakar harian, hampir 20% dari konsumsi dunia.
Seperti diketahui, pasar khawatir gangguan apa pun pada aktivitas maritim melalui selat tersebut akan melambungkan harga minyak mentah, yang kemungkinan dapat mencapai angka tiga digit.
Ibrahim melanjutkan, pergeseran narasi suku bunga Federal Reserve dengan Gubernur Fed Michelle Bowman mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga paling cepat Juli, dengan alasan meredanya tekanan inflasi.
"Komentarnya menambah spekulasi seputar langkah Fed berikutnya, dengan pasar kini mengalihkan fokus mereka ke kesaksian Ketua Jerome Powell di hadapan Kongres pada hari Selasa untuk petunjuk kebijakan (moneter AS) lebih lanjut," jelas dia.
Sementara itu, laporan kebijakan moneter The Fed baru-baru ini mengungkapkan tanda-tanda awal bahwa kebijakan tarif dagang berkontribusi terhadap inflasi yang lebih tinggi. Namun, dampak penuhnya belum tecermin dalam data.
Laporan tersebut menambahkan bahwa kebijakan saat ini berada pada posisi yang baik, serta stabilitas keuangan tangguh di tengah ketidakpastian yang tinggi.
"Adapun pada hari ini, fokus pasar adalah kesaksian Ketua Fed Jerome Powell di Kongres AS mengenai angka Keyakinan Konsumen terbaru dan Indeks Manufaktur Richmond," ucapnya.
Faktor Internal
Sedangkan untuk faktor internal, Ibrahim menuturkan, pemerintah mencatat APBN mengalami defisit sebesar Rp21 triliun per akhir Mei 2025.
"Meski alami pergeseran dari posisi surplus pada bulan sebelumnya, namun kondisi fiskal masih dalam batas yang sangat terkendali," terang Ibrahim.
Dia menilai, defisit tersebut baru mencapai 0,09% terhadap PDB, alias masih jauh di bawah batas defisit yang ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2025 sebesar Rp616,2 triliun atau sekitar 2,29% dari PDB.
Kemudian, pendapatan negara hingga Mei 2025 tercatat Rp995,3 triliun, atau 33,1% dari target tahunan. Sementara, realisasi belanja negara mencapai Rp1.016,3 triliun, atau 28,1% dari total pagu belanja.
Baca Juga: Anjlok Lagi, Realisasi APBN Mei 2025 Defisit Rp21 Triliun
Lebih lanjut, Menkeu Sri Mulyani menyatakan, APBN tetap menjalankan peran countercyclical, dengan meredam tekanan ekonomi melalui intervensi fiskal yang terukur. Kebijakan ini dianggap penting di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh konflik geopolitik dan volatilitas harga komoditas.
Dengan surplus keseimbangan primer sebesar Rp192,1 triliun, pemerintah memastikan pembiayaan utang tetap terkendali. Realisasi pembiayaan mencapai Rp324,8 triliun atau 52,7% dari target.
Keseimbangan primer menunjukkan bahwa kas negara cukup untuk membiayai kebutuhan pokok, termasuk belanja prioritas dan pembayaran kewajiban.
Oleh karena itu, kata Ibrahim, walau APBN mengalami defisit tetap terkendali, pemerintah akan terus berkomitmen menjaga disiplin fiskal agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dan keberlanjutan pembangunan ekonomi tidak terganggu.
Ibrahim menambahkan, untuk perdagangan besok, Rabu (25/6), mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif, namun ditutup kembali menguat.
"Untuk perdagangan besok, (prediksi) mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp16.300-16.360 per dolar AS," pungkasnya.