11 September 2025
11:23 WIB
Rupiah Menguat, Imbas Data Inflasi AS di Bawah Ekspektasi
Rupiah menguat dipengaruhi data inflasi AS lebih rendah dari ekspektasi pasar. Dalam jangka menengah-panjang rupiah diprediksi menguat lebih dari 10% kembali level Rp15 ribuan.
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan, penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi data inflasi Amerika Serikat (AS) lebih rendah dari ekspektasi pasar.
“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan menguat kisaran Rp16.400-16.500 (per dolar AS) dipengaruhi oleh faktor global melemahnya index dollar, sehubungan dengan data inflasi dr sisi produsen yang lebih rendah dari ekspektasi pasar,” ujarnya melansir Antara, Jakarta, Kamis (11/9).
Baca Juga: Analis: Investor Cermati Data Inflasi AS, Rupiah Diprediksi Melemah
Berdasarkan pantauan pagi ini, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis (11/9) di Jakarta menguat sebesar 0,12% atau Rp19, dari sebelumnya Rp16.470 menjadi Rp16.451 per dolar AS.
Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 10.31 WIB hari ini (11/9) terpantau melemah 0,03% atau turun sekitar Rp5 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.464 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.450-16.468 per dolar AS.
Melansir Bloomberg, pada penutupan perdagangan Rabu (10/9), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau ditutup menguat ke level 97,83 poin atau turun 0,06 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 97,78 poin.
Adapun pergerakan DXY kemarin (10/9) berkisar antara 97,77-97,86 atau sedikit melemah dibanding kondisi beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir di kisaran 96,37-110,17 poin.
Baca Juga: Rupiah Melemah Tajam, Imbas Penggantian Menkeu Sri Mulyani
Mengutip Xinhua, Indeks Harga Produsen (Producer Price Index/PPI) AS Agustus 2025 menurun 0,1%, atau jauh di bawah perkiraan yakni kenaikan 0,3%. Untuk PPI Inti juga menurun 0,1%, atau di bawah dugaan yakni peningkatan 0,3%.
Capaian tersebut dinilai meningkatkan ekspektasi penurunan bunga acuan The Fed.
“Inflasi sisi produsen AS yang rendah mengindikasikan bahwa kebijakan tarif Trump tidak berdampak terhadap harga-harga penjualan barang dan jasa AS disebabkan tingkat kompetisi sangat ketat, sehingga produsen tidak berani menaikkan harga, mengurangi margin keuntungan, dan meningkatkan efiesiensi dengan teknologi,” ucapnya.
Dalam jangka menengah dan panjang, kurs rupiah disebut akan mengikuti fundamental, yang berarti dapat menguat lebih dari 10%.
“Dengan dolar AS yang sudah melemah 10% sejak level terkuatnya karena isu tarif, seharusnya dalam jangka menengah-panjang rupiah setidaknya menguat lebih dari 10% kembali level Rp15 ribuan,” kata Rully.