17 Juli 2025
11:45 WIB
Rupiah Melemah, Ekspektasi Penurunan Suku Bunga The Fed Pudar
Pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dipengaruhi ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed yang memudar. The Fed masih 'bersabar' menunggu dampak tarif Donald Trump terhadap laju inflasi AS.
Editor: Khairul Kahfi
Petugas menyusun uang pecahan rupiah di Kantor Cabang BSI KC Mayestik, Jakarta, Kamis (28/12/2023). Antara Foto/Muhammad Adimaja/tom
JAKARTA - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah saat ini dipengaruhi ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) yang memudar.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis pagi (17/7) di Jakarta melemah sebesar 25 poin atau 0,15%, dari sebelumnya Rp16.287 menjadi Rp16.312 per dolar AS.
"Indeks dolar trennya menguat dikarenakan memudarnya ekspektasi penurunan bunga oleh The Fed karena The Fed masih akan melihat dampak kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap laju inflasi," katanya melansir Antara, Jakarta, Kamis (17/7).
Baca Juga: Rupiah Melemah Imbas Inflasi AS Melonjak Akibat Tarif Trump
Tercatat, data Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) AS sebesar 2,7%, atau naik dari sebelumnya 2,6% secara year-on-year (yoy). Kenaikan inflasi ini dinilai dapat memicu Bank Sentral AS untuk kembali menunda pemangkasan suku bunga acuan
Angka CPI ini lebih tinggi dari ekspektasi umum dan laju rata-rata 2,4% dalam lima bulan pertama. Inflasi inti juga naik meningkat 2,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, sebagaimana mengutip Anadolu Agency, Presiden AS Donald Trump mendesak The Fed memangkas suku bunga karena akan menghemat banyak uang dan tingkat inflasi AS rendah.
Langkah Trump merujuk kepada sikap Bank Sentral Eropa yang telah memotong suku bunga acuan beberapa kali pada 2024 dan 2025. Trump memperingatkan bahwa penundaan penurunkan suku bunga dapat menghambat perekonomian AS.
Untuk sentimen dalam negeri, pemangkasan BI-Rate 25 basis points (bps) ke level 5,25% dianggap masih belum berpengaruh terhadap penguatan kurs rupiah sementara ini karena faktor global yang masih dominan.
"Namun, ruang penguatan rupiah ke depan masih cukup besar dari dampak penurunan BI-Rate terhadap ekspansi kredit perbankan," ungkap Rully.
Baca Juga: Rupiah Melemah Terimbas Tarif Dagang Trump dan Proyeksi Inflasi AS
Melansir Bloomberg, pada penutupan perdagangan Rabu (16/7), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau menguat ke level 98,54 poin atau naik 0,15 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 98,39 poin.
Adapun pergerakan DXY harian kemarin (16/7) berkisar antara 98,33-98,56 poin, atau cenderung bergerak naik dibanding beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir di kisaran 96,37-110,17 poin.
Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 10.57 WIB hari ini (17/7) terpantau menguat 0,23% atau naik sekitar Rp38 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.325 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.298-16.332 per dolar AS.
Rupiah Masih Kuat
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, secara umum nilai tukar rupiah tetap menguat didukung kebijakan stabilisasi Bank Indonesia serta berlanjutnya aliran masuk modal asing.
BI mengidentifikasi, nilai tukar Rupiah hingga 30 Juni 2025 menguat sebesar 0,34% (ptp) dibandingkan dengan posisi akhir Mei 2025. Adapun hingga 15 Juli 2025, rupiah masih tetap bergerak stabil di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
"Secara umum, perkembangan Rupiah relatif stabil bila dibandingkan dengan kelompok mata uang negara berkembang mitra dagang utama Indonesia dan terhadap kelompok mata uang negara maju di luar dolar AS, sehingga tetap mendukung daya saing ekspor Indonesia," sebut Perry, Rabu (16/7).
Perkembangan nilai tukar ini didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing, terutama ke instrumen SBN, serta konversi valas ke Rupiah oleh eksportir pascapenerapan penguatan kebijakan Pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
"Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik," sebutnya.
Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder.
Otoritas moneter juga terus mengoptimalkan seluruh instrumen yang dimiliki, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
"Untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah," jelasnya.