20 Desember 2023
16:47 WIB
Penulis: Aurora K M Simanjuntak
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Negara berpotensi mengalami kerugian ekonomi mencapai Rp103,08 triliun jika pemerintah menerapkan pasal-pasal dalam RPP Kesehatan yang mencekik industri hasil tembakau (IHT).
Peneliti Bidang Industri, Perdagangan, dan Investasi The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus mengatakan kebijakan kesehatan yang baru justru akan berdampak buruk ke perekonomian negara.
Heri menuturkan kebijakan baru itu memang akan menghemat biaya kesehatan sampai Rp34,1 triliun. Namun itu tidak sebanding dengan uang negara yang lenyap sampai Rp103,08 triliun karena penerapan pasal-pasal RPP Kesehatan.
"Jika kebijakan ini diterapkan, disinyalir akan menghemat biaya kesehatan Rp34 triliun, tapi di sisi lain malah ada loss economy Rp103 triliun. Jadi hematnya tidak seberapa tapi ruginya jauh lebih besar," imbaunya dalam acara Diskusi Publik: Hitung Mundur Matinya Industri Pertembakauan Indonesia, di Hotel Manhattan Jakarta, Rabu (20/12).
Baca Juga: Indef: Ekonomi Indonesia Bisa Turun 0,53% Jika RPP Kesehatan Disahkan
Heri memerinci kerugian negara senilai Rp103,08 triliun itu berasal dari penerapan tiga pasal RPP Kesehatan yang membatasi ruang gerak IHT di Indonesia.
Itu terdiri dari aturan baru soal jumlah rokok dalam satu kemasan yang dibatasi hanya 20 batang saja. Kemudian, pembatasan pemajangan produk rokok di retail, serta iklan tembakau.
Kerugian Rp103,08 triliun itu bukanlah angka yang kecil. Oleh karena itu, Indef mengingatkan negara akan menderita kerugian ekonomi lantaran turunnya permintaan IHT yang berimplikasi juga ke penurunan PDB.
"Kenapa ini cukup besar, karena tadi sektor IHT mengalami penurunan permintaan, penurunan produksi, itu akan merembet ke sektor lain dari hulu sampai hilir, sehingga secara agregat nilai PDB ini bisa tergerus ya hingga mencapai Rp103 triliun," imbuh Heri.
Lebih lanjut, Heri menyampaikan selain kerugian ekonomi, Indef juga meneliti dampak penerapan pasal restriksi RPP Kesehatan terhadap dua aspek industri. Yakni, penurunan output produksi dan penyerapan tenaga kerja.
"Di sisi lapangan usaha, kita bisa lihat ada penurunan di beberapa sektor yang terkait erat dengan sektor IHT. Ada sektor rokok, tembakau, olahan tembakau, cengkeh dan seterusnya, dan output industri itu sendiri mengalami penurunan," ucapnya.
Indef mencatat sedikitnya tujuh sektor usaha terdampak oleh RPP Kesehatan. Pertama, industri rokok yang diprediksi produksinya turun 26,49%, dengan penurunan penyerapan tenaga kerja 10,08%.
Baca Juga: Organisasi Kesehatan Desak Pengendalian Tembakau Melalui RPP Kesehatan
Kedua, industri tembakau olahan produksinya diprediksi turun 21,61%, sedangkan penurunan tenaga kerja 2,38%. Ketiga, industri tembakau produksinya bisa turun 8,19% dan tenaga kerja menurun 17,16%.
Keempat, sektor usaha cengkeh produksi menurun 2,71% dan tenaga kerja 3,73%. Kelima, perdagangan yang turun 1,42% dan tenaga kerjanya turun 1,66%.
Keenam, industri barang dari kertas bisa terjadi penurunan produksi 0,22% dan tenaga kerja 0,4%. Ketujuh, industri kertas dan percetakan produksi turun 0,12% dan tenaga kerja turun 0,22%.
Padahal menurut Heri, industri seperti rokok dan pengolahan tembakau itu berkontribusi cukup besar terhadap PDB. Oleh karena itu, Indef mewanti-wanti RPP Kesehatan akan menimbulkan guncangan dari sisi ekonomi.
"Pada akhirnya akan menurunkan masing-masing sektor ini dan tentunya akan secara agregat ekonomi kita juga akan mengalami loss atau kehilangan nilai PDB sebesar Rp103 triliun," kata Heri.