c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

07 September 2024

14:21 WIB

Riset: 100% Pelaku Bisnis Khawatirkan Penipuan Berbasis AI

Perusahaan VIDA mewanti-wanti para pebisnis Indonesia agar lebih peka dan memahami jenis-jenis penipuan digital berbasis AI, guna melindungi nasabah atau pelanggan, proses bisnis, sekaligus reputasi.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p>Riset: 100% Pelaku Bisnis Khawatirkan Penipuan Berbasis AI</p>
<p>Riset: 100% Pelaku Bisnis Khawatirkan Penipuan Berbasis AI</p>

Ilustrasi artifial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan. dok.Antara/Pixabay

JAKARTA - PT Indonesia Digital Identity atau VIDA melakukan riset dan melaporkan bahwa 100% pelaku bisnis di Indonesia mengkhawatirkan aksi dan ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Founder dan Group CEO VIDA Niki Luhur mengatakan, temuan itu tertuang dalam laporan terbaru VIDA dalam rangka menyediakan solusi pencegahan penipuan identitas digital, yang bertajuk 'Where's The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud'.

"Sebanyak 100% pelaku bisnis di Indonesia mengaku khawatir terhadap meningkatnya ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti deep fakes," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (6/9).

Dari laporan VIDA, Niki juga menyampaikan, masih banyak pebisnis yang belum memahami cara kerja teknologi digital seperti AI. Dari total populasi riset, sebesar 46% pebisnis belum mengerti persoalan AI, termasuk ancaman dan penipuan digital.

Sejalan dengan itu, Niki menyampaikan laporan VIDA yang menyoroti 4 jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia. Pertama, penipuan berbasis teknologi AI (deep fakes). Menurut VIDA, ada 56% pebisnis RI yang mengalami penipuan digital.

"Dipicu oleh penipuan digital yang semakin canggih dan memanfaatkan teknologi AI dan deepfake, 56% pelaku bisnis di Indonesia telah mengalami penipuan digital," kata Niki.

Baca Juga: AI, Antara Potensi Dan Ancaman Bagi Bisnis Di Indonesia

Ia menerangkan, bentuk penipuan itu menimbulkan risiko serius karena merusak kepercayaan dan meningkatkan potensi kehilangan data bagi bisnis. Kemudian, masalah pada hubungan antar stakeholders, dan hancurnya reputasi.

Kedua, penipuan digital berupa rekayasa sosial (social engineering). Niki menyebut, serangan phishing telah menjadi ancaman yang semakin umum dijumpai, dan kasus menjangkit 67% pelaku bisnis di Indonesia.

Ketiga, pengambilalihan akun (account takeovers). Itu terjadi Ketika pelaku memanfaatkan kata sandi atau password yang lemah dan kurangnya otentikasi multi-faktor melalui serangan credential stuffing dan phishing.

Menurut VIDA, ada 97% pebisnis melaporkan upaya peretasan akun. Niki menekankan, industri seperti keuangan, fintech, dan e-commerce sangat rentan terserang karena banyaknya informasi berharga yang dimiliki, seperti data pribadi para nasabah.

Keempat, pemalsuan dokumen dan tanda tangan. VIDA mencatat, ada 96% pelaku bisnis telah mengalami kasus pemalsuan dokumen dan tanda tangan. Jenis penipuan ini merusak kesahihan dokumen pelanggaran data, berpotensi merusak reputasi perusahaan, mengurangi kepercayaan nasabah, dan menyebabkan kerugian finansial.

Baca Juga: Mengintip Peluang Bisnis Dari Teknologi Artificial Intelligence

"Laporan riset VIDA menegaskan ada urgensi bagi entitas bisnis di Indonesia agar segera mengadopsi solusi keamanan digital yang canggih dan terintegrasi untuk melawan ancaman penipuan yang semakin berkembang ini," kata Niki.

Secara rinci, CEO VIDA juga menyebutkan sedikitnya ada 4 industri yang paling terpengaruh dengan adanya penipuan berbasis digital seperti di atas. Itu mencakup industri perbankan dan fintech, multifinance dan pembiayaan konsumen, asuransi, dan kesehatan.

Dia pun berharap pelaku bisnis di Indonesia dapat segera memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman digital yang terus berkembang. Tujuannya agar pebisnis lebih secure atau aman, serta memangkas potensi mengalami kerugian finansial.

"Seiring dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, pelaku bisnis harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi pelanggan, proses bisnis, dan reputasi dalam lanskap digital yang terus berubah," imbau Niki. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar