c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 Desember 2024

12:18 WIB

RI-Kanada Perkuat Kerja Sama Transisi Energi 

Kerja sama Indonesia dan Kanada diteken dalam rangka mengakomodasi peningkatan kebutuhan energi hingga mengakselerasi agenda transisi energi.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Khairul Kahfi

<p>RI-Kanada Perkuat Kerja Sama Transisi Energi&nbsp;</p>
<p>RI-Kanada Perkuat Kerja Sama Transisi Energi&nbsp;</p>

Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ng dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menandatangani penguatan kerja sama bidang transisi energi hingga mineral kritis, Jakarta, Senin (2/12). Dok Kementerian ESDM

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menghadiri pertemuan dengan delegasi Pemerintah Kanada di Jakarta.

Pada pertemuan bilateral itu, Bahlil melakukan penandatanganan penguatan kerja sama bidang transisi energi hingga mineral kritis dengan Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ng.

Menteri Bahlil menekankan, kerja sama dengan Kanada sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya, untuk kebutuhan listrik sudah menyentuh 91 GW dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di bawah 6%.

"Target Presiden Prabowo untuk pertumbuhan ekonomi ke depan adalah 8%, sehingga kami memerlukan tambahan 61 gigawatt untuk mendukung target tersebut," kata dia dalam keterangan pers, Jakarta, Selasa (3/12).

Lebih rinci, nota kesepahaman antarkedua negara itu meliputi beberapa area kerja, seperti penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui teknologi bersih, serta penguatan perdagangan dan investasi sektor pertambangan.

Baca Juga: ICA-CEPA Ditandatangani, Ini Keuntungannya Bagi Indonesia-Kanada

Di samping memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, eks-Ketua Umum HIPMI itu menyebut kerja sama dengan Kanada juga diteken dalam rangka mengakselerasi transisi energi di Indonesia.

"Karena RUPTL 2025-2033 kami rancang dengan target 60% energi baru terbarukan. Kami berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060, bahkan mendorong agar bisa lebih cepat pada 2050," sebutnya.

Menteri Bahlil menambahkan, Indonesia punya potensi besar dalam hal pengembangan pembangkit berbasis energi terbarukan. Misalnya adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang bisa diandalkan untuk mendukung transisi energi.

"Kami memiliki PLTA di Kalimantan (sungai Kayan) sebesar 12 gigawatt dan di Papua sebesar 23 gigawatt. Ini adalah peluang besar untuk mendukung transisi energi," jelasnya.

Bahkan, pemerintah Indonesia juga optimistis pengembangan energi nuklir dapat terlaksana lewat kerja sama dengan Kanada.

Menurutnya, Kanada jadi salah satu negara terdepan dalam hal pengembangan tenaga nuklir. Di lain sisi, DPR RI telah memberi lampu hijau untuk penggunaan sumber energi baru tersebut.

"Kami menargetkan regulasinya (nuklir) selesai pada 2025. Implementasinya akan dimulai secara bertahap pada 2032," ungkapnya.

Namun demikian, Bahlil mengingatkan, agenda transisi energi harus memperhatikan keseimbangan antara kecanggihan teknologi dan harga yang terjangkau.

"Teknologinya boleh bagus, tapi harganya jangan terlalu mahal. Kami mencari solusi yang seimbang agar teknologi bisa diterapkan dengan nilai ekonomis yang bijak," tegas dia.

Baca Juga: Resmi Diteken, ICA-CEPA Buka Akses Pasar Indonesia Ke Amerika Utara

Pada kesempatan itu, Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ng menyambut baik kerja sama yang diteken dengan Indonesia sebagai bentuk dukungan Kanada terhadap transisi energi yang berkelanjutan.

Pemerintah Kanada, jelas Mary, punya komitmen untuk mendukung transisi energi di Indonesia yang adil dan berkelanjutan yang bersifat substansial, termasuk pendanaan iklim global sebesar CAD5,3 miliar.

Sebagai bagian dari pendanaan itu, dirinya mengungkapkan, Pemerintah Kanada bakal mendukung proyek utama transisi energi dengan Bank Pembangunan Asia (ADB), seperti PLTP Sarulla di Sumatra Utara, hingga PLTA dan PLTS di Sulawesi Selatan hingga Lombok.

"Kami juga bangga menjadi mitra dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) yang bertujuan memobilisasi pembiayaan publik dan swasta hingga US$20 miliar untuk mendukung transisi energi Indonesia," tandas Mary Ng.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar