c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

22 September 2023

20:31 WIB

RI Berpotensi Jadi Pemimpin di Pasar LNG Dunia

Permintaan LNG di Asia Tenggara terus bertumbuh. Perlu faktor pendukung agar harga turun dan pasar LNG di kawasan semakin berkembang.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

RI Berpotensi Jadi Pemimpin di Pasar LNG Dunia
RI Berpotensi Jadi Pemimpin di Pasar LNG Dunia
Sebuah kapal tanker gas alam cair (LNG) ditarik menuju pembangkit listrik termal di Futtsu, timur Tokyo, Jepang 13 November 2017. ANTARA/REUTERS/Issei Kato/Foto Dokumen

BALI - Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu pasar gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) paling potensial di dunia, dengan permintaan yang bertumbuh. Gasifikasi terus mengalami pertumbuhan di Asia Tenggara, walaupun masih dalam tempo yang lambat. 

Hal itu diungkapkan Division COO Mitsubishi Corporation Gen Kunihiro dalam diskusi bertema The Impact of Geopolitical Risk to International Gas Market Volatility di sela 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIUOG) 2023, Jumat (22/9). 

Ia menyebut, beberapa negara Asia Tenggara mulai mengimpor LNG, termasuk Vietnam dan Filipina.

"Indonesia dengan strategi jangka panjang yang disusun oleh SKK Migas, sangat berpotensi menjadi leading LNG market di dunia," katanya.

Untuk membuat LNG semakin menarik bagi pasar Asia Tenggara, Kunihiro menyebut perlu ada tambahan LNG project yang membuat produksi menjadi berlebih. Dengan demikian, harga LNG akan turun. 

Ia menjelaskan, harga LNG dunia saat ini terus mengalami peningkatan, khususnya di spot market. "Salah satunya merupakan dampak dari konflik geopolitik Rusia-Ukraina," ungkap Gen. 

Baca Juga: 16 Perjanjian Komersialisasi Migas Diteken di ICIUOG 2023, Apa Saja?

VP Finance BP Indonesia Irma Ibarra mengamini permintaan LNG yang meningkat. Menurutnya, kini banyak pihak mulai melirik gas sebagai bahan baku utama baik itu pembangkit listrik maupun industri. 

Menurut Irma, gas sangat krusial untuk tahapan transisi energi menuju penggunaan energi baru terbarukan. Pasalnya, gas menghasilkan emisi lebih rendah dari batu bara, bisa juga diatur agar mendukung intermitensi energi terbarukan. 

Karena itu, gas sangat cocok untuk memastikan ketahanan energi, lantaran mobilisasinya terbilang cukup mudah. 

"Gas juga bisa menyelesaikan tantangan soal penyimpanan. Dengan LNG, Anda bisa mendistribusikannya dengan mudah dan memenuhi permintaan di mana pun itu," ujarnya. 

BP sendiri merupakan pemain utama gas alam cair di Indonesia. Saat ini, BP memiliki kapasitas pengolahan LNG mencapai 11,4 ton per tahun.  

BP mulai meningkatkan penyaluran LNG ke Tangguh Train 3 untuk bisa mengejar pengapalan LNG dalam waktu dekat. Pada 13 September lalu, LNG sudah mulai dipasok ke fasilitas Tangguh Train 3 yang telah selesai dibangun. Tangguh Train 3 yang memiliki kapasitas pengolahan 3,8 juta ton LNG per tahun segera beroperasi komersial. 

Dengan adanya tambahan train baru ini, BP juga akan melakukan ekspansi dari sisi fasilitas produksi gas dengan membangun dua platform offshore, pemboran 10 sumur produksi serta pengembangan fasilitas penunjang produksi. 

Permintaan Sektor Pertambangan
Salah satu faktor pendukung pertumbuhan permintaan LNG adalah kegiatan industri, terutama di sektor pertambangan. 

"Kita juga melihat akan ada kenaikan permintaan dan pertumbuhan generasi kita dan mining industry, smelters. Terutama di Indonesia, kita melihat banyak pertumbuhan kebutuhan energi di industri pertambangan. jadi gas akan jadi key transition fuel in the future," jelas Irma. 

Alan Heng, CEO GAS SUPPLY PTE LTD, menyatakan gas alam juga sumber energi yang relatif lebih bersih dibandingkan dengan batu bara. Dengan adanya tuntutan penurunan emisi, maka gas jadi alternatif utama. 

Baca Juga: Karen Agustiawan Ditahan DI Rutan KPK

"Gas bisa menjadi solusi utama bagi Asia Tenggara untuk memastikan energy security. Lebih dari 16,000-km pipeline sudah terpasang di Asia Tenggara, ini menjadi potensi yang sangat penting untuk memaksimalkan program gasifikasi di Asia Tenggara," jelas Alan. 

Di sisi lain, Michael W. Muller selaku CEO Vitol Asia Pte Ltd, menuturkan perubahan pola suplai dan permintaan energi di dataran Eropa sangat mempengaruhi industri gas dunia. 

"Di Eropa terjadi guncangan, karena Eropa sangat rentan terhadap suplai gas yang berkurang dari Rusia. Dan dalam beberapa kasus, beberapa negara tidak siap dengan kondisi tersebut. Jadi dampaknya ada kenaikan harga, dan ada gangguan pemenuhan permintaan sebagai konsekuensi sanksi terhadap suplai dari Rusia," pungkas Michael.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar