20 September 2023
08:04 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Penahanan dilakukan penyidik setelah menetapkan Karen sebagai tersangka korupsi dalam pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina Tahun 2011-2021.
Ketua KPK Firli Bahuri, Selasa (19/9) mengumumkan penetapan tersangka Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan (GKK alias KA) usai diperiksa penyidik pada hari yang sama.
"Menetapkan serta mengumumkan tersangka GKK alias KA selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2009-2014," kata Firli dikutip dari Antara.
Firli lalu menguraikan perkara korupsi tersebut. Berawal pada 2012, saat itu PT Pertamina, salah satu BUMN sektor energi, memiliki rencana untuk menjadikan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Defisit gas diperkirakan akan terjadi di Indonesia pada kurun waktu 2009-2040. Sementara itu, kebutuhan LNG tak boleh putus untuk memenuhi permintaan BUMN lain yakni PT PLN. Juga untuk kebutuhan BUMN maupun swasta pada pada industri pupuk dan petrokimia di Indonesia.
Karen yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014, kemudian mengeluarkan kebijakan. Yakni, menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Seperti, perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Karen diduga secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak kerja sama dengan CCL. Namun, tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Serta, tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina.
Juga, tidak ada pelaporan pada pemegang saham. Dalam hal ini adalah pemerintah. Sehingga, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kebijakan itu tidak mendapatkan restu pemegang saham.
Sementara itu, PT Pertamina sudah lebih dulu membeli LNG dari CCL sehingga kargo yang sudah dibeli tak pernah pernah masuk ke wilayah Indonesia.
Untuk menutup kerugian, lalu kargo LNG harus dijual murah yang membuat PT Pertamina merugi.
Firli menguraikan, kebijakan Karen menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara US$140 juta atau sekitar Rp2,1 triliun.
Penyidik, lanjut Firli, menyangka Karen dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.