02 April 2024
20:50 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, jumlah restrukturisasi kredit covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi hanya sebesar Rp242,80 triliun pada Februari 2024.
Angka ini turun sebesar Rp8,41 triliun jika dibandingkan dengan jumlah pada bulan sebelumnya, yakni Januari 2024 yang sebesar Rp251,21 triliun.
"Seiring pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah restrukturisasi kredit covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp242,80 triliun, dari Januari 2024 sebesar Rp251,21 triliun atau turun Rp8,41 triliun," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers, Selasa (2/4).
Saat nilai restrukturisasi kredit mengecil, jumlah nasabah pun turut susut 34 ribu peminjam menjadi 943 ribu nasabah dari 977 ribu nasabah pada Januari 2024.
Jika menilik ke belakang, memang restrukturisasi kredit covid-19 terus mengalami tren penurunan. Pada Desember 2021, misalnya, jumlahnya masih tercatat sebesar Rp663,48 triliun.
Kemudian setahun berselang atau pada Desember 2022, jumlahnya turun drastis menjadi Rp469,15 triliun. Lalu pada Desember 2023, jumlah restrukturisasi kredit berhasil dipangkas setengah menjadi hanya Rp256,78 triliun.
Baca Juga: Pengamat Ungkap Dampak Restrukturisasi Kredit Covid-19 Dicabut
Masih dalam kesempatan yang sama, Dian menyampaikan, kinerja industri perbankan Indonesia per Februari 2024 tetap resilien dan stabil didukung oleh tingkat profitabilitas ROA sebesar 2,52% dan NIM sebesar 4,49%.
"Hal itu sejalan dengan kinerja perekonomian global yang membaik di tengah fragmentasi kondisi geopolitik global," katanya.
Dian melanjutkan, permodalan (CAR) perbankan yang tinggi sebesar 27,72% menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi ketidakpastian global.
Dari sisi kinerja intermediasi, pada Februari 2024, secara month to month (mtm) kredit mengalami peningkatan sebesar Rp36,96 triliun, atau tumbuh sebesar 0,52% mtm.
Adapun secara tahunan, kredit kembali mencatatkan double digit growth sebesar 11,28% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp7.095 triliun.
Menurutnya, pertumbuhan tersebut utamanya didorong Kredit Modal Kerja yang tumbuh sebesar 12,04% yoy. Sementara ditinjau dari kepemilikan bank, Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 13,62% yoy.
Penguatan Permodalan
Mendukung pertumbuhan kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif, baik secara bulanan dan tahunan.
Pada Februari 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 0,30% mtm atau meningkat sebesar 5,66% yoy menjadi Rp8.441 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 7,33% yoy.
Likuiditas industri perbankan pada Februari 2024 memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 121,98% dan 27,41%, atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,82% dan NPL gross sebesar 2,35%.
Baca Juga: BRI Sudah Setop Restrukturisasi Kredit Covid-19 Sejak 2023
Kendati demikian, Dian mengingatkan untuk ke depannya tetap perlu diperhatikan risiko perbankan, utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi.
Selain itu, potensi peningkatan risiko kredit paska berakhirnya masa relaksasi restrukturisasi kredit terkait covid-19 pada akhir Maret 2024.
"Untuk itu, perbankan diminta meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko," ungkap Dian.
Di sisi lain, dalam rangka penegakan hukum dan perlindungan konsumen di sektor Perbankan, pada Maret 2024 OJK telah mencabut izin usaha PT BPR Aceh Utara.