03 Juli 2024
12:10 WIB
Rencana Pajaki Produk China 200%, Kemenperin Beri Klarifikasi
Menteri Perindustrian mengaku tidak membahas soal kebijakan pengenaan bea masuk sebesar 200% untuk produk impor dari China, saat rapat terbatas dengan presiden.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di kawasan Pelabuhan Pelindo II, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/11/2022). Antara Foto/Muhammad Adimaja
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan klarifikasi mengenai wacana pemerintah yang akan mengenakan pajak terhadap produk-produk impor dari China sebesar 200%.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita tidak menyinggung pengenaan bea masuk 200% terhadap produk impor usai rapat terbatas (ratas) di Istana Negara, Jakarta.
"Kami luruskan bahwa Bapak Menteri Perindustrian hanya menjawab pertanyaan seputar isi rapat relaksasi perpajakan industri kesehatan dan tidak menjawab pertanyaan terkait rencana pengenaan Bea Masuk produk impor 200%," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (2/7).
Febri pun menjabarkan tiga hal mengenai persoalan tersebut. Pertama, rapat internal dengan presiden khusus membahas ekosistem kesehatan Indonesia, termasuk industri kesehatan dan tidak ada membahas isu lain.
Kedua, Menteri Perindustrian tidak bertujuan menjawab tau menyinggung mengenai pengenaan bea masuk 200% produk impor dari negara tertentu.
Baca Juga: Mendag Akan Kenakan Bea Masuk Hingga 200% Pada Barang Asal China
Ketiga, jawaban Menteri Perindustrian terkait dengan pelaporan dua minggu ke depan oleh kementerian dan lembaga adalah merupakan arahan Presiden tindak lanjut hasil rapat internal tentang relaksasi perpajakan industri kesehatan dan bukan tentang rencana pengenaan isu bea masuk 200% produk impor.
Selanjutnya, Febri menyampaikan hasil rapat pimpinan mengenai relaksasi perpajakan industri alat Kesehatan. Dia menuturkan presiden memberikan waktu dua pekan kepada para menteri untuk memberikan laporan secara utuh.
Itu termasuk kemungkinan menggunakan instrumen larangan dan pembatasan (lartas) untuk komoditas. Tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves).
"Selanjutnya, arahan Bapak Presiden adalah agar pelayanan masyarakat dalam sektor kesehatan bisa lebih murah dengan kualitas yang baik setelah menerapkan kebijakan yang pro terhadap industri kesehatan nasional ke depan," kata Febri.
Dia melanjutkan, Presiden juga memberikan arahan agar semua regulasi bisa mengarah kepada kemandirian sektor dan industri kesehatan sehingga mampu menarik investasi di sektor tersebut. Pada gilirannya pengadaan obat-obatan dan alkes bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri.
Baca Juga: Pemerintah Siap-siap Terapkan Bea Masuk Anti Dumping Produk Tekstil
Febri mengatakan, perbaikan ekosistem industri farmasi dan alat kesehatan amat perlu dilakukan untuk mampu melayani kebutuhan masyarakat Indonesia dengan pelayanan kesehatan bermutu. Pasalnya, fasilitas Kesehatan yang memadai dan terjangkau oleh masyarakat amat dibutuhkan.
"Hal ini juga sejalan dengan upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing dua sektor industri tersebut di dalam negeri," tuturnya.
Kemenperin mencatat, saat ini industri farmasi masih memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor. Dalam ratas, Menperin menyampaikan beberapa usulan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk meningkatkan investasi di sektor industri farmasi.
Febri menyebutkan sedikitnya ada 3 usulan kebijakan. Pertama, mengusulkan agar impor bahan baku obat sebaiknya tidak dikenai aturan persetujuan teknis (pertek). Itu akan memudahkan industri farmasi di dalam negeri memperoleh bahan baku. Pertek sebaiknya dikenakan kepada barang jadi obat-obatan impor.
Kedua, mengusulkan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat yang belum bisa diproduksi di Indonesia serta penghapusan PPN bagi bahan baku obat lokal.
Ketiga, meminta agar industri farmasi dan industri alat kesehatan bisa menerima fasilitas tax allowance untuk pengembangannya, karena saat ini belum ada industri dari dua sektor tadi yang memperoleh fasilitas tersebut.