c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

02 Oktober 2024

20:50 WIB

PT Pos Indonesia Enggan Ikut Tren 'Free Ongkir', Ini Sebabnya

Fitur free ongkir pada platform e-commerce kerap dibebankan kepada perusahaan logistik maupun pelaku usaha.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">PT Pos Indonesia Enggan Ikut Tren <em>&#39;Free</em> Ongkir&#39;, Ini Sebabnya</p>
<p id="isPasted">PT Pos Indonesia Enggan Ikut Tren <em>&#39;Free</em> Ongkir&#39;, Ini Sebabnya</p>

Pekerja melakukan pemilahan barang yang akan dikirim melalui PT Pos Indonesia (Persero) di Sentral Pengolahan Pos Bandung, Jawa Barat, Senin (14/9/2020). ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi

JAKARTA - PT Pos Indonesia menegaskan tidak akan ikut-ikutan program free ongkos kirim (ongkir) seperti yang dijalankan perusahaan sejenis lainnya dengan menggandeng platform e-commerce atau marketplace.

Direktur Operasi dan Digital Services PT Pos Indonesia Hariadi menuturkan hal itu jadi salah satu penyebab perusahaan tak begitu merasakan imbas positif dari adanya pandemi covid-19 beberapa tahun silam.

Padahal, kehadiran pandemi covid-19 kala itu turut menumbuhkan sektor e-commerce yang juga berdampak positif terhadap sektor logistik. Pasalnya, pembatasan aktivitas sosial membuat masyarakat harus menggunakan platform digital untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Praktis, sektor logistik diperlukan untuk mengirim keperluan masyarakat tersebut.

"E-commerce tentu booming, tapi memang dampaknya kepada PT Pos Indonesia karena saat itu kami sedang transformasi, jadi memang tidak terlalu signifikan," tutur Hariadi dalam sesi diskusi di Jakarta, Rabu (2/10).

Baca Juga: Pos Indonesia Luncurkan Prangko NFT Pertama Di Hari Bhakti Postel

Hariadi yang juga tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (ASPERINDO) mengungkapkan ekosistem yang dibentuk oleh platform e-commerce tidak sejalan dengan prinsip yang dianut oleh PT Pos Indonesia.

"Sebenarnya ini isu lama, yang namanya free ongkir dan segala macam itu sebenarnya dibebankan ke perusahaan logistik dan juga ke seller untuk fasilitasi itu," ucapnya.

Perusahaan-perusahaan logistik yang ikut bermain dalam ekosistem e-commerce itu, sambung dia, merupakan korporasi baru yang masih mencari valuasi lewat pembebasan biaya pengiriman kepada konsumen.

Sedangkan PT Pos Indonesia sebagai perusahaan pelat merah, ditegaskan Hariadi, sudah tidak lagi mencari valuasi. Sehingga, PT Pos Indonesia tidak bisa mengikuti pola yang dimainkan oleh platform e-commerce.

"Pada saat itu kami transformasi, tapi ada cara bermain yang memang PT Pos tidak bisa ikuti pola tersebut, terutama itu ada marketplace besar yang punya bargaining power untuk mencari the best yang akan didapatkan," tutur dia.

Meski tak ikut terjun ke dalam ekosistem tersebut, PT Pos Indonesia ia klaim tetap bisa tumbuh dengan transformasi yang dilakukan, utamanya lewat proses digitalisasi layanan.

"Kami tetap growing gitu ya, tentu kami berharap ke depan industri ini akan jauh lebih baik karena kita tahu sendiri startup itu sustainability-nya jadi tanda tanya, apakah praktik seperti itu (free ongkir) akan dilakukan terus-terusan," jelas Hariadi.

Baca Juga: PosAja, Upaya PT Pos Tingkatkan Kinerja

Tapi di lain sisi, Hariadi mengakui saat ini market share PT Pos Indonesia pada layanan pengiriman barang domestik berada hanya di level 3,5%-4% dengan volume 300 ribu-400 ribu paket setiap harinya.

Meski begitu, dia menilai layanan free ongkir merupakan fitur yang terbatas karena ada risiko mengenai keberlanjutan. Karenanya, PT Pos Indonesia memilih untuk tidak memanfaatkan ekosistem yang dibentuk oleh platform e-commerce tersebut.

"Dengan risiko sustainability, kita sudah tahu kan beberapa kurir kan juga sudah mulai kolaps kan. Bapak dan Ibu bisa lihat lah di media, yang dulunya menjadi anchor-nya sebuah ekosistem marketplace, kan tiba-tiba mundur," pungkas Hariadi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar