05 April 2025
17:55 WIB
Produsen Alat Listrik Khawatirkan Dampak Penerapan Tarif Impor AS
Penetapan tarif impor AS berpotensi membengkaknya impor alat produk kelistrikan dari negara-negara yang terdampak kebijakan tarif timbal balik AS itu
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi warga memeriksa meteran listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta. ValidNewsID/Fikhri Fathoni
DEPOK- Ketetapan tarif resiprokal yang diumumkan Presidan Amerika Serikat (AS) Donald Trump bahwa Indonesia terkena tarif timbal balik 32%, dikhawatirkan berimbas ke masuknya produk impor produk jadi alat listrik di Indonesia. Impor ini dikhawatirkan membesar dari negara-negara yang terdampak kebijakan tarif timbal balik AS itu. Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri.
“APPI meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri melalui perlindungan pasar domestik dari produk impor terutama produk impor dari negara terdampak atas kebijakan bea masuk impor AS tersebut,” kata Ketua Umum APPI Yohanes P. Widjaja dalam keterangannya, Sabtu (5/4).
APPI juga merekomendasikan agar pemerintah bernegosiasi dengan pihak Amerika Serikat terkait tarif impor produk kelistrikan. Asosiasi juga menilai ada pihak yang tengah berusaha menggeser isu perang tarif itu ke isu pelonggaran kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dan kebijakan NTM (Non Tarif Measure) lainnya.
Menurut Yohanes, penerapan tarif impor produk kelistrikan oleh Amerika Serikat beberapa hari lalu akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor produk kelistrikan dari Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir mendapat kesempatan ekspor ke AS. Yang dikhawatirkan adalah masuknya transformator tenaga, transformator distribusi, panel listrik tegangan menengah, panel listrik tegangan rendah, dan meter listrik (kWh Meter) dari negara-negara terdampak.
DIkutip dari Antara. dia juga menjelaskan bahwa pasar domestik Indonesia, merupakan secondary market, dengan ukuran yang besar dan dan daya beli tinggi. Oleh karena itu, perlu bagi industri atau asosiasi industri meminta perlindungan dari pemerintah atas pemberlakuan kebijakan bea masuk impor (BMI) AS tersebut.
“Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar international dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” tegasnya.

TKDN
APPI sendiri meminta agar kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespon kebijakan kenaikan bea masuk impor AS itu. Menurutnya kebijakan TKDN telah terbukti ampuh meningkatkan permintaan produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.
“Kebijakan TKDN juga telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini,” katanya.
Baca juga: Respons Tarif Baru Trump, Indonesia Kirim Tim Lobi Ke AS
Mengenali Tanda-Tanda Saat Anda Tengah Menjadi Target Sambaran Petir
Pelonggaran kebijakan TKDN, kata Yohane, justru akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia.
Di kesempatan berbeda, Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menyerukan penguatan konsumsi produk lokal sebagai langkah antisipatif menyusul rencana penerapan tarif resiprokal itu.
"Kalau menurut saya, harus menguatkan konsumsi dalam negeri, harus menguatkan produk lokal untuk dikonsumsi sendiri, dan jangan banyak belanja yang tidak penting," ujar Hasto di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, penguatan ketahanan ekonomi lokal perlu dilakukan sebagai bentuk adaptasi terhadap dinamika perdagangan global.
Meski sektor ekspor dari Kota Yogyakarta ke AS tak terlalu besar, menurut dia, dampak kebijakan ini tetap perlu diantisipasi. Yang harus diperhatikan adalah industri padat karya seperti garmen yang masih memiliki keterkaitan dengan pasar luar negeri.
"Alhamdulillah mungkin (produk ekspor) tidak terlalu banyak, tapi paling enggak garmen itu dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kan ada. Di sini industri yang padat karya, yang otomotif dan sebagainya kan tidak banyak sehingga mudah-mudahan tidak terlalu berpengaruh secara serius," ujar Hasto.
Pemerintah AS sebelumnya mengumumkan rencana penerapan tarif balasan sebesar 32% terhadap sejumlah produk dari Indonesia, jauh di atas tarif dasar 10% yang selama ini diberlakukan secara umum kepada negara mitra dagangnya. Kebijakan ini sedianya mulai berlaku pada 9 April 2025.