11 November 2024
19:01 WIB
POJK Innovative Credit Scoring Dipatok Rampung Akhir 2024
POJK Innovative Credit Scoring akan menjadi payung hukum yang mengatur perizinan serta kelembagaan institusi pemberi layanan pemeringkatan kredit alternatif (PKA).
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Ilustrasi kredit perbankan. Shutterstock/dok
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan Peraturan OJK (POJK) mengenai innovative credit scoring (ICS) bakal rampung pada akhir tahun 2024.
Nantinya, POJK tersebut akan menjadi payung hukum yang mengatur perizinan serta kelembagaan institusi pemberi layanan pemeringkatan kredit alternatif (PKA).
"Sudah final, sudah kita dorong, diharmonisasi juga. Kita sih maunya sebulan dari sekarang, paling lama jadi per akhir tahun ini," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Hasan Fawzi saat sesi doorstop, Senin (11/11).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, saat ini sudah ada empat entitas yang terdaftar. Sementara itu, ada 10 lainnya yang sedang dalam proses pendaftaran (pipeline). Semuanya nanti akan mendapatkan persetujuan tanda terdaftar dari OJK.
Dengan begitu, saat peraturan terkait perizinan untuk Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) diterbitkan, maka lembaga-lembaga ini akan memiliki status yang serupa dengan pelaku usaha jasa keuangan lainnya.
Baca Juga: Credit Scoring Diyakini Kuatkan Dukungan Permodalan UMKM
"Jadi, kalau peraturan itu nanti terbit, mereka akan sama seperti pelaku usaha jasa keuangan lain, akan mengajukan permohonan izin usaha penuh ke OJK melalui pengaturan POJK," imbuhnya.
Untuk mekanismenya, menurut Hasan, Lembaga Pemeringkat Kredit Alternatif ini akan menggunakan data non-tradisional untuk menilai kelayakan kredit, yang tidak terbatas pada data pinjaman historis di lembaga keuangan.
Sehingga, data yang digunakan bisa meliputi kebiasaan berbelanja dan membayar di platform e-commerce, cara membeli barang dan membayar pelunasannya, perilaku di media sosial, data telepon, penggunaan utilitas seperti listrik dan air, hingga data terkait sewa-menyewa apartemen.
Nantinya, dari data yang sudah terkumpul akan menghasilkan scoring. Hasil scoring ini dapat didistribusi kepada lembaga pembiayaan yang membutuhkan.
"Nah dari mengumpulkan data, kemudian dia punya model untuk melakukan scoring, dan karena ini fintech, model itu juga dilengkapi, dilanjut dengan misalnya ada kemampuan artificial intelligence (AI) pengolahan data besar, data analitik, dan sebagainya. Baru kemudian dia menghasilkan scoring," jelasnya.
Selanjutnya, hasil scoring akan didistribusi ke pihak yang membutuhkan, misalnya lembaga pembiayaan.
Berbeda dengan SLIK
Masih dalam kesempatan yang sama, Hasan menyebut bahwa PKA ini berbeda dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Asal tahu saja, SLIK merupakan sistem yang menggunakan data historis kredit dari perbankan dan seluruh lembaga pembiayaan lainnya untuk menentukan kelayakan kredit seseorang. Namun, SLIK hanya mencakup orang-orang yang sudah memiliki riwayat pinjaman.
"SLIK mesti dilaporkan secara rutin ke OJK dan itu tidak ada skor lainnya, kecuali status dari masing-masing para debitur tersebut lancar atau tidak lancar, dan seterusnya," terang Hasan.
Baca Juga: Kemenkop UKM: Credit Scoring Mampu Tingkatkan Persetujuan Kredit Sebesar 5%
Kemudian, PKA juga berbeda dengan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). LPIP lebih banyak memanfaatkan data historis kredit dengan pemodelan tertentu, kemudian menghasilkan kredit scoring.
Namun, dirinya menyayangkan bahwa hal ini tidak cukup mengakomodasi masyarakat yang tidak memiliki riwayat kredit dan kemudian tidak terlayani.
Oleh karena itu, PKA akan bersifat komplementer. Artinya, akan melengkapi informasi yang diperoleh dari SLIK atau LPIP. Dengan memasukkan data alternatif, proses penilaian kredit menjadi lebih akurat dan dapat mengurangi risiko gagal bayar (probability of default).
"Kalau kita sebut kredit skor alternatif itu akan jadi komplementer, pelengkap dari proses pengambilan keputusan penyaluran kredit. Jadi, kalau dari SLIK, dari LPIP, kemudian ditambah lagi dengan kredit skor alternatif sesuai dengan hasil riset yang dilakukan di banyak otoritas dan akademisi itu akan meningkatkan kualitas dan menurunkan probability of default," pungkasnya.