27 Mei 2025
08:00 WIB
PLTU Batu Bara Comeback Dalam RUPTL 2025-2034
PLTU batu bara bakal digunakan untuk mendukung sifat intermiten yang ada di tubuh energi terbarukan.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat ditemui di Jakarta, Senin (26/5). ValidNewsID/Yoseph Krishna
JAKARTA - Komoditas batu bara bakal kembali digunakan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal tersebut tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2025-2034.
Pada RUPTL PT PLN terbaru itu, pemerintah membidik total penambahan pembangkit listrik secara keseluruhan sampai tahun 2034 mencapai 69,5 giga watt (GW). Dari jumlah itu, porsi untuk energi berbasis fosil ditargetkan sebesar 16,6 GW, terdiri dari gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.
Untuk tahun ini kapasitas PLTU batu bara ditargetkan mencapai 3,2 GW. Lalu pada 2029 sebanyak 200 mega watt (MW), 2030 0,6 MW, 2032 1,4 GW, serta 2033 di kisaran 800 MW.
Padahal dalam dokumen RUPTL PT PLN sebelumnya, penambahan kapasitas pembangkit listrik uap yang menggunakan batu bara terakhir hanya sampai tahun 2026 dengan kapasitas 660 MW, baik oleh PT PLN maupun oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Baca Juga: RUPTL Disahkan, 76% Tambahan Pembangkit Listrik Sampai 2034 Bersumber EBT
Dokumen RUPTL sebelumnya dikemas dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 188.K/HK/02/MEM.L.2021 untuk periode 2021 sampai tahun 2030.
Soal kembalinya batu bara dalam perencanaan usaha penyediaan tenaga listrik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut hal itu tak lepas dari bergesernya konsensus global mengenai transisi energi.
Target net zero emission (NZE) yang selalu dikampanyekan oleh negara-negara maju ia sebut telah terdampak oleh keputusan Amerika Serikat yang menyatakan mundur dari agenda transisi energi.
Dengan kondisi itu, Bahlil menilai sudah semestinya Indonesia realistis dan tidak lagi 'mengharamkan' komoditas batu bara. Toh, menurutnya, beberapa negara di Eropa masih mencari batu bara dari Indonesia.
"Mereka keluar (dari agenda transisi energi.red) dan ada sebagian negara yang paling merasa mbah-nya EBT itu masih meminta kontrak batu bara di negara kita, masih. Kalau memang dia masih mau pakai batu bara, kenapa dia paksa kita untuk tidak pakai batu bara?" ungkapnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Senin (26/5).
Namun demikian, Eks-Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menjelaskan PLTU batu bara ke depan hanya bersifat melengkapi pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan.
Terutama pada komoditas energi terbarukan, sifat intermiten yang melekat di dalamnya membuat pembangkit listrik hanya aktif pada saat-saat tertentu. Misalnya PLTS, hanya bisa menyerap listrik saat siang hari.
"Batu bara ini dijadikan blending sebenarnya, untuk memancing pada saat malam hari. EBT kita kan kalau pada siang hari dia menyerap, begitu sore hari, malam hari, sudah tidak, harus ada batu bara dulu dipancing. Makanya, ada terjadi penggabungan dengan baterai, jadi ini dipaka untuk pancingan dan tidak terlalu banyak," jelas Menteri Bahlil.
Suntik Mati PLTU
Lebih lanjut, Bahlil juga angkat bicara mengenai rencana suntik mati PLTU batu bara. Menurutnya, pemerintah akan dengan mudah memensiunkan PLTU lebih dini jika memang ada pendanaan dengan bunga murah.
"Mau pensiun? Sudahlah, negara ini lagi butuh uang. Mau pensiun boleh, besok pagi saya pensiunkan oke. Tapi ada tidak dana donor yang mau biayai? You kasih dong," kata dia.
Dia menegaskan, tak semestinya lembaga-lembaga global menuntut Indonesia untuk menyuntik mati PLTU batu bara jika tidak bisa mengakomodir pendanaan yang terjangkau dan tidak memberatkan keuangan negara.
Baca Juga: Pengamat: EBT di Indonesia Belum Siap, Mustahil Pensiunkan PLTU Batu Bara
"Kalian wartawan tanya juga tuh ke bank-bank dunia yang merasa mau kasih duit Indonesia. Kasih sini, kasih uang, bunga murah, ane pensiunkan (PLTU)," sambung Bahlil.
Sebelumnnya, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan tak ada rencana suntik mati Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dalam RUPTL 2025-2034. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR, Darmawan menyebut pembatalan pensiun dini itu ditetapkan dalam rangka menjaga ketahanan energi.
Adapun penghentian pembangkit listrik berbasis batu bara Indonesia nantinya bukan dijalankan dengan sistem suntik mati, melainkan secara bertahap atau phase down.
"Untuk pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) itu masih ada. Kemudian, tidak ada lagi coal phase out, itu pensiun dini tidak ada di sana, tetapi lebih coal phase down," kata Darmawan di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (14/5).