23 September 2024
08:54 WIB
PLN-Pertamina Bentuk Konsorsium Untuk Dua Pembangkit Geothermal
PLN IP bakal mengembangkan PLTP Co-Generation pada WKP milik Pertamina Geothermal Energy.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Foto udara uji produksi sumur (Discharge Well) di PLTP Wayang Windu Star Energy Geothermal di Desa Margamukti, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Antara Foto/M Agung Rajasa
JAKARTA - PT PLN dan PT Pertamina sepakat untuk bekerja sama mengembangkan dua unit PLTP di Indonesia, yakni PLTP Lahendong di Sulawesi Utara, serta PLTP Ulubelu di Lampung.
Kerja sama itu tertuang dalam Consortium Agreement antara PT PLN Indonesia Power (PLN IP) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) untuk mengembangkan PLTP Lahendong Binary Unit berkapasitas 15 MW dan PLTP Ulubelu Binary Unit sebesar 30 MW.
Garis besar kolaborasi antarperusahaan pelat merah di sektor energi itu ialah pengembangan PLTP Co-Generation (Binary Unit) oleh PLN IP di wilayah kerja panas bumi (WKP) milik PGE dengan potensi kapasitas mencapai 230 MW.
"Di lokasi tersebut, konsorsium akan membangun PLTP Ulubelu Binary Unit 30 MW dan PLTP Lahendong Binary Unit 15 MW," ucap Direktur Utama PLN IP Edwin Nugraha Putra lewat keterangan tertulis, Minggu, (22/9).
Sebagaimana diketahui, sumber energi panas bumi punya keunggulan diantara sumber-sumber energi bersih lainnya yakni kestabilan dan ketidakbergantungan pada perubahan cuaca ataupun udara. Dari keunggulan itu, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) menjadi senjata pemerintah untuk mengoptimalisasi sumber energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Baca Juga: Investasi Panas Bumi RI Bertambah US$1,82 Miliar
Kolaborasi PLN IP dan PGE pun jadi langkah strategis untuk mengoptimalkan potensi sumber daya panas bumi yang ada di Indonesia.
"Proyek ini dalam rangka percepatan transisi energi dan mendukung kebijakan energi nasional dalam pencapaian National Determined Contribution (NDC) serta program Net Zero Emissions," kata Edwin.
Senada, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo menegaskan panas bumi jadi salah satu andalan perusahaan untuk mencapai target NZE tahun 2060 atau lebih cepat.
Dalam pengembangannya, Darmawan menegaskan harus ada kolaborasi baik antara pemerintah, BUMN, maupun swasta yang ada di Indonesia. Karena itu, kerja sama PLN IP dan PGE menjadi wujud nyata dalam mendorong bauran EBT.
"Transisi energi tidak bisa dicapai sendirian, perlu ada kolaborasi dan sinergi. Apa yang ditandatangani ini menjadi tonggak penting dalam pengembangan panas bumi nasional," sebutnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengakui saat ini PLN bersama pemangku kepentingan lainnya telah terlibat aktif dalam pengembangan sumber panas bumi di Indonesia.
Lewat kolaborasi, Kepala Negara berharap semakin banyak potensi panas bumi yang bisa dioptimalkan, utamanya oleh perusahaan-perusahaan pelat merah untuk menjawab tantangan trilema energi.
Pasalnya, Jokowi mengakui pengembangan panas bumi di dalam negeri dewasa ini masih belum optimal. Di lain sisi, pemanfaatan sumber energi tersebut berperan krusial untuk mendukung komitmen Indonesia dalam transisi energi.
"Indonesia memiliki potensi geotermal yang diperkirakan mencapai 40% dari potensi dunia. Namun saat ini, hanya 11% yang termanfaatkan. Kita harus segera membenahi proses perizinan yang memakan waktu hingga enam tahun agar investor dapat berkontribusi lebih cepat dalam menyediakan tambahan listrik hijau," terang RI 1
Pertumbuhan Investasi Geothermal
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam Opening Ceremony The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 membeberkan akumulasi investasi pembangunan PLTP berhasil tumbuh signifikan selama 10 tahun terakhir.
Tak tanggung-tanggung, Bahlil menyebut investasi PLTP tumbuh delapan kali lipat. Sehingga pada tahun ini, diperkirakan total investasi panas bumi mencapai sebesar US$8,7 miliar.
Baca Juga: PLTP Co-Generation Jadi Jurus Pemerintah Optimalkan Pembangkit Geothermal
"Pembangunan PLTP telah menciptakan lapangan pekerjaan kurang lebih sekitar 900 ribu dan mampu memberikan kontribusi kepada negara kurang lebih sekitar Rp16 triliun," ucap dia.
Di samping itu, Eks-Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) tersebut mengatakan saat ini harga listrik berbasis EBT sudah cukup kompetitif. Proyek EBT pun dijelaskannya lebih menguntungkan dengan periode break-even point yang lebih cepat.
"Kemarin saya bersama tim sudah mengecek harga jual EBT dan kita sudah hitung rata-rata 8-10 tahun break-even point, kontraknya 30 tahun jadi 20 tahun panen. Jadi 8-10 tahun itu untuk break-even point. Dengan perhitungan seperti ini, tidak ada alasan lagi pengembangan listrik EBT tidak jalan," jabar dia.