09 Mei 2025
18:39 WIB
PLN Jadi Penyusun Utama Roadmap Pensiun PLTU, CELIOS: Potensi Konflik Kepentingan
Ditetapkannya PLN sebagai penyusun utama peta jalan pemensiunan PLTU dinilai sangat berisiko dan memunculkan konflik kepentingan.
Penulis: Siti Nur Arifa
Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). Antara Foto/Muhammad Bagus Khoirunas
JAKARTA - Peneliti Hukum Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Muhamad Saleh menilai, penetapan PLN sebagai penyusun utama kajian roadmap (peta jalan) pemensiunan PLTU batu bara sangat berisiko, bahkan memunculkan peluang konflik kepentingan.
Perlu diketahui, peta jalan pemensiunan PLTU yang termuat dalam Peraturan Menteri ESDM No.10 tahun 2025 pasal 12 memberikan kewenangan terhadap PLN untuk memimpin proses studi penutupan PLTU batu bara.
"Penunjukan PLN sebagai penyusun utama kajian pensiun dini PLTU itu sangat berisiko karena memunculkan konflik kepentingan. Hampir semua PLTU yang ada dikelola sepenuhnya oleh PLN, dan PLN menjadi pelaku yang cukup dominan di sektor listrik," jelas Saleh dalam diskusi studi CELIOS terhadap Peta Jalan Transisi Energi secara daring, Jumat (9/5).
Baca Juga: CELIOS: Peta Jalan Pensiun PLTU Bermasalah dan Minim Partisipasi
Lebih lanjut, Saleh menegaskan PLN tidak cukup ideal memimpin kajian pemensiunan PLTU lantaran hal tersebut menyangkut kepentingan bisnis mereka di bidang kelistrikan.
Tanpa adanya pengawasan independen dan partisipasi lintas sektor, hasil kajian pemensiunan PLTU yang dilakukan PLN diyakini rawan mempertahankan status quo hingga dikhawatirkan menghambat proses transisi energi.
Permasalahan Internal PLN
Lebih lanjut, Saleh juga menyorot permasalahan internal yang dimiliki PLN sendiri dalam menjalani usaha kelistrikan di tanah air, sebagaimana yang pernah terpotret pada hasil laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) antara tahun 2014-2020.
Mendetail, pada laporan pemeriksaan yang dimaksud setidaknya ada tujuh masalah utama terkait ketenagalistrikan yang ditemukan dalam operasional PLN.
"Tujuh masalah utama yang berkaitan dengan ketenagalistrikan yang dikelola PLN selama ini misalkan tata kelola di anak perusahaan PLN, penentuan harga dan kualitas batu bara, pembangunan infrastruktur, kontrak perjanjian jual beli itu juga bermasalah, kemudian pengadaan barang dan jasa, dan pengaturan pembangkit menurut BPK juga menjadi masalah yang cukup banyak," urai Saleh.
Baca Juga: Pengamat: EBT di Indonesia Belum Siap, Mustahil Pensiunkan PLTU Batu Bara
Masih berdasarkan catatan BPK, terdapat setidaknya 29 PLTU di bawah kelola PLN yang bermasalah sejak tahun 2014-2020 dan sejatinya dapat lebih mudah jika ingin dipensiunkan secara dini.
Lantaran dominasi penggunaan PLTU batu bara yang dikelola oleh PLN, CELIOS menilai sulit untuk menerima fakta bahwa PLN ditunjuk sebagai pemimpin kajian peta jalan pemensiunan PLTU.
Terakhir, Saleh juga menyorot data pemantauan Indonesian Corruption Watch pada tahun 2022 yang memperlihatkan PLN sebagai salah satu entitas BUMN dengan tingkat kepatuhan rendah pada isu tindak pidana korupsi. Perusahaan memiliki kurang lebih catatan 18-20 kasus korupsi sepanjang tahun 2018 sampai tahun 2022.
"Ini juga menunjukkan keterlibatan PLN dalam memimpin studi pemensiunan PLTU batu bara patut untuk dipertanyakan," tegas Saleh.