c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

17 September 2024

15:48 WIB

PLN Beberkan Strategi Tekan Emisi CO2

Strategi menekan emisi CO2 tercantum pada skenario ARED with Coal Phase Down dalam RUPTL 2021-2030.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>PLN Beberkan Strategi Tekan Emisi CO2</p>
<p>PLN Beberkan Strategi Tekan Emisi CO2</p>

Ekonom Indef Abra Talattov (kiri) bersama Direktur Manajemen Risiko PT PLN Suroso Isnandar (kanan) dalam diskusi 'Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas 2045' di Jakarta, Selasa (17/9). Validnews/Yoseph Krishna

JAKARTA - Batu bara menjadi komoditas yang akrab dengan PT PLN. Perusahaan pelat merah itu menggunakan batu bara sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di banyak wilayah.

Meski menyandang predikat sebagai kekayaan Indonesia, batu bara tetaplah berstatus sebagai sumber energi fosil yang notabene menghasilkan emisi tinggi dan berakibat pada perubahan iklim.

Karena itu, PT PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 telah mencantumkan skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED) with Coal Phase Down dalam rangka menekan emisi CO2.

Langkah pertama yang tercantum dalam ARED with Coal Phase Down itu ialah membatalkan pembangunan PLTU baru yang direncanakan dalam RUPTL sebelumnya. Tak tanggung-tanggung, total kapasitas PLTU yang pembangunannya dibatalkan mencapai sekitar 13,3 GW.

"Jadi sebelumnya kita rencanakan PLTU baru, itu kita stop, kita batalkan. Itu akan bisa saving kita 1,8 miliar ton CO2 over the life time," ucap Direktur Manajemen Risiko PT PLN Suroso Isnandar dalam diskusi bertajuk 'Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas 2045' di Jakarta, Selasa (17/9).

Bukan hanya membatalkan rencana proyek PLTU baru, PLN juga turut membatalkan PLTU yang sudah dikontrak dalam Power Purchase Agreement (PPA) dengan kapasitas sekitar 1,4 GW.

Baca Juga: PLN Indonesia Power Turunkan 555 Ribu Ton Emisi Karbon Dari Cofiring

Pada skema pembatalan itu, PLTU sejatinya sudah berkontrak dengan PLN tetapi pembangunannya belum dimulai. Pembatalan PPA PLTU 1,4 GW itu disebut Suroso sebagai komitmen kuat PT PLN untuk menekan emisi.

Meski begitu, Suroso merasa kedua upaya tersebut tak cukup untuk menekan emisi. Oleh karena itu, PLN berencana mengganti 1,1 GW PLTU yang telah beroperasi dengan pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT).

"Kita pun lagi mengganti 800 MW PLTU yang sudah operasi dengan pembangkit gas," imbuh dia.

Selanjutnya masih dalam rangka menekan emisi CO2, PT PLN telah melakukan co-firing PLTU batu bara. Pada program co-firing itu, PLN mencampurkan batu bara dengan biomassa dalam proses pembakaran untuk menghasilkan listrik.

Adapun biomassa merupakan campuran yang didapat dari limbah produk nabati, mulai dari cangkang sawit, kayu sengon, dan lain sebagainya.

"Itu kita lakukan co-firing pada 46 PLTU. Ini akan menjadi 52 PLTU pada 2025, jadi inisiatif kita yang kelima," tambahnya.

Langkah selanjutnya, ialah melakukan dedieselisasi pada pembangkit listrik diesel yang masih digunakan pada daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T).

Baca Juga: PLN IP Gunakan Limbah Uang Kertas Untuk Co-firing PLTU Bengkayang

"Di tempat terpencil, 3T itu masih menggunakan diesel. PLT Diesel itu 1.000an MW lebih. Lalu, kita ganti dengan energi baru terbarukan (EBT) yakni surya kombinasi dengan baterai. Ada 90 lokasi terpencil yang dieselnya diganti dengan pembangkit EBT," kata Suroso.

Tak cukup sampai situ, PLN ikut berpartisipasi meramaikan perdagangan karbon (carbon trading) untuk 55 PLTU kelolaan.

"Terakhir ialah mengembangkan besar-besaran pembangkit EBT dalam RUPTL kita paling hijau," jabar Suroso.

Kedelapan langkah tersebut dijelaskannya memegang peranan penting untuk menekan emisi CO2 guna memitigasi perubahan iklim global.

Apalagi, saat ini 66% pembangkit milik PLN masih menggunakan batu bara dan pembangkit EBT baru memegang porsi sekitar 13%. Sisanya, terbagi antara pembangkit gas dan pembangkit yang menggunakan BBM.

"Kalau kita do nothing, sampai 2060 emisi kita yang sekarang di sekitar 300-an juta ton per tahun akan meningkat menjadi lebih dari 1 miliar ton CO2 per tahun," pungkas Suroso Isnandar.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar