04 September 2023
19:55 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkapkan saat ini proses divestasi Zarbezhneft (ZN) di Blok Tuna tengah memasuki data room.
"Sekarang ini sedang data room untuk divestasinya ZN dari Rusia ya," ujar Dwi saat ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Senin (4/9).
Dwi menyebut sudah ada beberapa perusahaan yang tertarik untuk menggantikan ZN dalam menggarap lapangan yang tengah mengalami konflik politik tersebut. Perusahaan yang tertarik antara lain Petronas hingga Mubadala Energy.
"Petronas tertarik, Mubadala tertarik. Ya nanti kita lihat karena marketnya sudah bagus," tambahnya.
Asal tahu saja, pemerintah sejatinya telah memberikan persetujuan plan of development (POD) pertama Lapangan Tuna di Wilayah Kerja (WK) yang dioperasikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Premier Oil Tuna BV pada akhir Desember 2022 lalu.
Persetujuan POD pertama itu diberikan langsung oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif berdasarkan rekomendasi dari SKK Migas. Perkiraan investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna sendiri terdiri atas investasi di luar sunk cost sebesar US$1,05 miliar, investasi biaya operasi sampai economic limit US$2,02 miliar, dan biaya abandonment and site restoration (ASR) US$147,59 juta.
Baca Juga: Setujui POD Lapangan Tuna, Pemerintah Berpotensi Raup Rp18,4 Triliun
Namun demikian, Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengakui terjadi konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina setelah POD pertama Lapangan Tuna diberikan.
ZN sebagai pemegang 50% hak partisipasi di Blok Tuna pun terkena dampaknya. Perusahaan pelat merah asal Rusia itu harus menelan pil pahit akibat sanksi dari dunia barat yang mana tidak diperbolehkan mencari partner dalam kegiatan operasional perusahaan.
"Transaksi tidak diperbolehkan sama sekali, apalagi berpartner. Itu yang membuat ZN sebagai pemegang 50% PI Blok Tuna harus mundur. Kalau tidak, tidak bisa jalan," tutur Nanang dalam sesi konferensi pers di Jakarta beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Premier Oil Tuna B.V. Temukan Cadangan Migas di Natuna Timur
Uniknya, Nanang mengungkapkan ada banyak perusahaan yang tertarik untuk mendampingi Harbour Energy sebagai pemegang 50% saham lainnya di Blok Tuna. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Harbour untuk memilih partner yang cocok menggarap lapangan itu.
"ZN yang mundur ini penggantinya banyak, belasan. Yang sekarang pusing adalah Harbour memilih perusahaan mana yang cocok," pungkasnya.
Adapun untuk rencana komersialisasi hasil produksi Blok Tuna ialah dialirkan ke Vietnam dengan pipa sepanjang 600 km. Apalagi, Indonesia ia sebut punya hubungan bilateral yang bagus dengan Vietnam.
"Government-to-government dulu diselesaikan, baru B2B. Tapi saya optimis G2G tidak ada masalah. Di satu sisi, Vietnam butuh gas, kita punya gas dan kita supply, tergantung nanti B2B-nya harganya cocok dan sebagainya," tandas Nanang Abdul Manaf.