02 Januari 2023
17:29 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Pemerintah telah memberikan persetujuan plant of development (POD) pertama di Lapangan Tuna, Wilayah Kerja (WK) Tuna yang dioperasikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Premier Oil Tuna BV pada akhir Desember 2022.
Persetujuan POD pertama itu diberikan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berdasarkan rekomendasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam keterangan tertulisnya menyebut persetujuan POD pertama Lapangan Tuna menjadi cerminan daya saing investasi hulu migas masih menjanjikan dan mampu menarik investor global.
"Meski berisiko tinggi, dukungan insentif dan fleksibilitas yang diberikan pemerintah akan meningkatkan keekonomian Lapangan Tuna sehingga POD pertama bisa direalisasikan," ungkapnya di Jakarta, Senin (2/1).
Baca Juga: Premier Oil Tuna B.V. Temukan Cadangan Migas di Natuna Timur
Adapun perkiraan investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna terdiri atas investasi di luar sunk cost sebesar US$1,05 miliar, investasi biaya operasi sampai economic limit US$2,02 miliar, dan biaya abandonment and site restoration (ASR) US$147,59 juta.
Guna mendorong keekonomian Lapangan Tuna yang berisiko tinggi, pemerintah pun menyalurkan sederet insentif. Dengan masa produksi yang diperkirakan hingga 2035, pemerintah ke depan akan mendapat gross revenue sekitar US$1,24 miliar atau setara Rp18,4 triliun.
"Adapun kontraktor mendapat gross revenue US$773 juta dengan cost recovery mencapai US$3,31 miliar," imbuh Dwi.
Dwi juga mengatakan proyeksi pendapatan yang didapatkan pemerintah yang lebih besar daripada penerimaan kontraktor menjadi bukti insentif yang dihadirkan guna meningkatkan keekonomian Lapangan Tuna tetap menempatkan kepentingan negara pada posisi yang lebih tinggi.
Investasi yang sangat besar dari mulai proyek, operasional, hingga economic limit di Lapangan Tuna dengan total mencapai US$3,07 miliar itu ia sebut akan turut memperkuat dan mengerek pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dengan TKDN hulu migas yang saat ini mencapai 63%, maka industri nasional di pusat dan daerah akan mendapat manfaat besar dari investasi tersebut," kata dia.
Baca Juga: SKK Migas Pantau Langsung Pergerakan Lifting Akhir Tahun
Lebih lanjut, Dwi Soetjipto menerangkan pengelolaan hulu migas di Blok Natuna yang notabene merupakan wilayah perbatasan tak sekadar bermakna hitung-hitungan ekonomi, tetapi juga ada kepentingan kedaulatan negara.
Pasalnya, persetujuan POD pertama di Lapangan Tuna akan dilanjutkan dengan pelaksanaan proyek di wilayah tersebut.
Artinya, akan ada aktivitas di wilayah perbatasan yang masuk dalam salah satu hot spot geopolitik dunia.
"Bendera merah-putih akan berkibar di lokasi proyek. Aparat keamanan, yakni TNI Angkatan Laut pun akan turut mengamankan proyek itu sehingga secara ekonomi dan politik akan menegaskan kedaulatan Indonesia di wilayah itu," ucap Dwi Soetjipto.